Setiap hari, tepat saat matahari berada di puncaknya, Firman (37), seorang guru honorer di SMK 2 LPPM RI Majalaya, Kabupaten Bandung, harus bergegas mengendarai motornya menuju Jalan ABC, Kota Bandung. Di jalan itulah, ia menghabiskan sisa waktunya hingga malam hari sebagai juru parkir di bawah naungan Dinas Perhubungan Kota Bandung.
Terhitung kurang lebih 3 tahun sudah Firman menjalani rutinitas hidup dengan dua profesi tersebut. Berangkat pagi menuju sekolah sebagai guru honorer, lalu menghabiskan waktu sebagai juru parkir dari siang hingga malam di kawasan depan toko sepanjang jalan ABC.
Dengan sigap, terkadang dengan agak berlari, Firman bolak-balik di sepanjang jalan mengatur keluar masuknya kendaraan di tempat parkir. Membantu pengunjung mengeluarkan kendaraan, menggeser motor yang menghalangi jalan, hingga mengangkat-ngangkat motor dilakukan oleh Firman guna ditukarkan dengan bayaran dari pengunjung atas jasanya tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski tampak melelahkan, Firman menjalani pekerjaannya dengan semangat. Tubuh gempalnya terlatih berkat pengalaman sebagai atlet sepak bola. Firman adalah mantan pemain Persib U-15 dan pernah membawa timnya menjuarai kompetisi nasional pada tahun 2001.
Pernah Bermain untuk Persib U-15
Perjalan Firman ketika menjadi seorang atlet dapat terbilang cukup berprestasi. Ia pernah membawa tim yang dibelanya ketika itu menjuarai kompetisi tingkat nasional pada sekitar tahun 2001. Bahkan dari masa sekolah Firman sudah sering bermain sepak bola hingga luar kota. Tergabung dalam sebuah tim dan bertanding dalam kompetisi-kompetisi bergengsi.
Salah satu pencapaiannya ketika menjadi atlet sepak bola, antara lain bahwa ia pernah lolos seleksi dan terpilih untuk mendapatkan kesempatan membela Persib U-15. Firman bermain di posisi bertahan. Dengan banyak pencapaiannya tersebut Firman bahkan cukup lama meninggalkan tempat tinggal asalnya di Ciparay untuk bermain sepak bola.
"Dulu kan saya ikut juga main bola. Saya pernah (bermain) di Persib U-15 dari zaman Wildansyah dulu. Dulu pernah juga saya nerusin main bola di Bali 5 tahun ikut liga. Cuman gak dilanjut karena sempet kena musibah meninggalnya ibu, di situ namanya kehilangan ibu, itu lah bimbang gak tau mau kemana, sampai akhirnya berhenti," kenang Firman menceritakan masa mudanya.
Meski harus meninggalkan dunia sepak bola, Firman menemukan jalan lain. Ia bertemu istrinya dan akhirnya menjadi seorang guru.
Tak Pernah Terpikir Menjadi Guru
Dengan latar belakang yang pernah menjadi atlet sepak bola dan sangat familiar dengan bidang olahraga tersebut, mulanya Firman hanya mendapatkan tawaran untuk menjadi pengajar ekskul futsal di sekolah tempatnya mengajar saat ini. Seiring berjalannya waktu, dengan kompetensi yang ia miliki, Firman pun diangkat menjadi pengajar honorer untuk mata pelajaran olahraga.
Tak pernah terlintas dalam benak Firman muda bahwa di masa depan dia akan berprofesi sebagai pengajar. Masa sekolah Firman hanya diisi dengan bermain bola dan kegiatan olahraga lainnya. Latar belakang keluarga Firman pun kebanyakan berkutat di bidang keolahragaan saja.
"Dulu sih nggak kepikiran ke situ jadi guru, nggak. Dulu kan basic-nya Cuma bisa latihan, main bola, main bola dan main bola. Arahnya dulu cuma bantuin ekskul futsal karena ditawarin. Yaudah berjalan aja sama ekskul. Alhamdulillah sekolahnya baik, dari mulai kepala sekolah, rekan kerja, yayasannya juga, dari situ kemudian beralih lah jadi keguruan." Ungkap Firman.
Diakuinya juga, bahwa di tahun-tahun awal ketika mulai mengajar, ia pun sempat mendapatkan kesulitan karena baru pertama kali masuk dalam dunia keguruan, terlebih ia belum memiliki bekal cara untuk menghadapi anak-anak di tingkatan SMK.
"Pertama lumayan keteter waktu ngajar. Menghadapi anak-anak SMK yang lagi meujeuh-meujeuhna lah ya bahasanya. Kita harus pandai-pandai mendekati. Untungnya latar belakang saya sebagai pengajar olahraga, jadi lebih bersahabat. Kalo ke lapangan kan anak-anak lebih rileks, lebih kaya rekreasi," ujar Firman menceritakannya sembari diselingi beberapa tawa.
Seiring dengan pengalaman mengajarnya yang dilakukan dari 2011 dan hampir dilakukan setiap hari, Firman pun akhirnya mulai terbiasa dan bisa beradaptasi dengan kesulitan-kesulitan yang sempat ia alami. Terlebih, Firman saat ini pun memutuskan untuk mengambil pendidikan lanjutan berupa kuliah kelas karyawan dan tengah berupaya menyelesaikannya. Hal itu dilakukan untuk menambah perbekalan ilmu untuk mengajar, juga dilakukan guna memenuhi syarat agar bisa menjadi guru tetap ke depannya.
Mengajar dan Menjadi Juru Parkir
Saat ini, di sekolah, Firman sebagai guru honorer mengajar dari kelas 10 hingga kelas 12. Ketika awal mendapatkan kesempatan mengajar, ia hanya mendapatkan jatah mengajar 10 jam tiap bulannya dengan upah sebesar Rp 18 ribu per jamnya. Jika ditotalkan, setiap bulannya pada masa itu, Firman hanya mampu mengantongi gaji sebesar Rp 180 ribu setiap bulan. Namun, seiring berjalan waktu, dari tahun ke tahun, pendapatan Firman dari hasil mengajar pun mengalami peningkatan hingga saat ini.
Tetapi, guru honorer tetaplah guru honorer dengan segala keterbatasannya. Salah satunya yang paling terasa terbatas ialah secara finansial atau upah. Jangankan di Majalaya atau Jawa Barat sebagai tempat Firman mengajar, di Indonesia sendiri secara luas, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, rata-rata gaji guru honorer di Indonesia masih berkisar Rp 1.817.000 tiap bulannya. Angka tersebut tentu di bawah angka rata-rata gaji nasional.
Perlunya uang atau pendapatan lebih untuk menjaga agar dapur tetap ngebul pun membuat Firman bersama keluarganya memutar otak guna mencari pendapatan tambahan. Salah satu yang dilakukan adalah dengan bekerja sambilan. Firman bahkan sempat menyambi berdagang berbagai jajanan di rumah bersama istri. Hingga akhirnya, setelah mencoba banyak pekerjaan sambilan lainnya, ia pun mendapatkan pekerjaan sebagai juru parkir di Kota Bandung.
Lagi-lagi tak mudah juga untuk Firman beradaptasi dengan pekerjaan sambilan barunya ini, terlebih dengan bekerja di jalanan yang langsung beratapkan langit. Fisik dan energinya kerap terkuras oleh teriknya sinar matahari hingga dinginnya angin ketika hujan.
"Pertama kerja di sini (sebagai juru parkir) juga keteter saya sampai sakit pinggang. Ngangkat motor, geser motor, kan awalnya gak tau bakal secapek apa. Mungkin orang lain pandangnya sebelah mata, tapi saya nggak begitu. Saya juga ingin mengubah image jelek juru parkir, karena kita apa, kami bukan minta-minta, kami jual jasa di parkiran. Terus legal juga," keluh Firman.
Dijalani dengan Senang Hati
Firman memang tahu betul tujuan pekerjaan sambilannya tersebut adalah menjual jasa, hal itu pula yang ia tanamkan dalam keseharian pekerjaannya. Tidak berpakaian kusut dan lusuh, memakai atribut resmi, memakai parfum atau pewangi badan, hingga selalu tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada semua pengunjung.
"Bahasa kita yang baik, yang penting attitude-lah. Jadi orang tak meremehkan pekerjaan juru parkir gitu," katanya.
Sebagai pengajar juga, dengan murid atau rekan kerja sesama pengajar yang banyak, Firman beberapa kali sempat bertemu murid atau rekan pengajarnya ketika bekerja sebagai juru parkir. Dalam pertemuan tersebut, Firman pun tak pernah merasa malu mengakui dan menjalani pekerjaan sambilannya ini. Sekali lagi ia menekankan bahwa ia menjalani kedua pekerjaannya dengan baik dan profesional, sehingga masing-masing dari pekerjaan tersebut tidak saling mengganggu satu dengan yang lainnya.
Terlebih, kedua pekerjaan tersebut sedikit banyaknya telah membantu Firman menghidupi istri dan kedua anaknya. Selama apa yang ia kerjakan ini dapat memberikan kehidupan bagi keluarganya, serta tentunya merupakan pekerjaan yang baik dan halal, Firman akan terus mengupayakan pekerjaan tersebut.
"Insyaallah, mudah-mudahan Allah memberikan kesehatan dan kelancaran untuk saya mencukupi keluarga, saya akan jalani dengan senang hati," katanya.
(iqk/iqk)