Kritik Walhi Pada Pemerintah yang Dinilai Tak Serius Tangani Sampah

Kritik Walhi Pada Pemerintah yang Dinilai Tak Serius Tangani Sampah

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Sabtu, 12 Okt 2024 08:01 WIB
Tumpukan sampah di Bandung
Tumpukan sampah di Bandung (Foto: dok detikJabar).
Bandung -

Di tengah isu sampah yang kembali mencuat, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar kembali mengkritisi sikap pemerintah. Walhi menilai Pemprov Jabar tak serius menangani masalah sampah di Bandung Raya.

Manajer Divisi Pendidikan Walhi Jabar M Jefry Rohman mengatakan, pengurangan sampah sebetulnya telah lama jadi komitmen 5 kabupaten/kota Bandung Raya, Pemprov Jabar, dan KLHK di 2023. Sayang, fakta di lapangan menunjukkan misi itu tak betul-betul terwujud.

"Pengurangan ritase pembuangan sampah dilakukan ke TPA Sarimukti dengan memaksimalkan pengolahan sampah organik di sumber dan sampah organik dilarang dibuang ke TPA. Sudah benar harusnya, tapi faktanya kita lihat kondisi nya malah makin buruk," ucap Jefry dalam keterangannya, Jumat (11/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah yang dibuat kalang kabut setiap kondisi TPA Sarimukti kritis, dinilai tak pernah belajar dari kejadian yang sudah terjadi. Jefry menyoroti masalah yang berulang dalam surat edaran Sekda Provinsi Jabar dan sosialisasi di medsos-medsos resmi milik Pemprov Jabar.

"Artinya persoalannya masih sama, coba diselesaikan dengan metode yang sama pula. Kami melihat kondisi di lapangan dan terjun ke lapangan, persoalannya komitmen-komitmen Pemda baik kota kabupaten, maupun provinsi tidak konsisten. Ritase pembuangan sampah ke TPA Sarimukti tetap bertambah, sampah organik tetap dibuang ke TPA," ucap Jefry mengkritisi.

ADVERTISEMENT

"Meskipun ada kegiatan berupa upaya-upaya pengolahan sedekat mungkin dengan sumber, sangat kasat mata tidak maksimal, malah bisa dikatakan gagal. Pertanyaannya kenapa semua itu bisa terjadi? Jawaban nya sederhana. Pemerintah di semua lini yang terkait dengan isu ini tidak serius menyelesaikan persoalan," sambungnya.

Jefry mengandaikan jika benar pemerintah serius, komitmen yang telah disepakati pasti dikerjakan dan diimplementasikan dengan potensi maksimal. Ada beberapa hal yang paling mungkin dijangkau kata Jefry, yakni tidak ada lagi sampah organik dibuang ke TPA, tidak ada juga nego menaikkan kuota pembuangan sampah ke TPA.

Ia mendorong agar pemerintah tak cuma menjawab dengan hal-hal teknis, melainkan upaya-upaya mematuhi komitmen dan meluruskan niat.

"Sudah jelas sampah organik dominan, sampah organik itu kadar airnya tinggi dan mudah terdegradasi oleh alam, bisa dilakukan oleh siapa saja. Upayanya bagaimana menyelesaikan sampah organik ini, bagaimana proses yang paling efektif dan efisien. Anehnya, pemerintah di semua lini malah sepakat membuat RDF yang tidak semua kalangan bisa dan mampu, RDF membutuhkan skala yang cukup besar dan berbiaya lumayan mahal," imbuh Jefry.

Kota Bandung menurutnya juga menjadi penyumbang masalah sampah terbesar. Hampir 70% kontribusi masalah TPA Sarimukti menurut Jefry, ada di Kota Bandung.

Wali Kota Bandung harus menggali masalah dan menemukan akar masalah, kemudian Pemprov Jabar wajib monitoring evaluasi rutin dan masif. Sebab, Jefry melihat fakta di lapangan sampah masih menghasilkan bau dan mengeluarkan cairan lindi yang menandakan sampah itu adalah sampah organik bercampur dengan sampah lainnya.

"Upaya-upaya dalam komitmen pemerintah sudah benar untuk melarang sampah organik ke TPA, sampah organik ini wajib diolah karena paling mudah. Faktanya produsen sampah sisa makanan atau food waste terbesar adalah kawasan komersial. Maka fokus pada kawasan-kawasan ini," ucap Jefry.

"Pemprov Jabar wajib melakukan evaluasi dan monitoring kepadaKab/Kota lebih khusus Kota Bandung. Bukan hanya akan penuh TPA Sarimukti itu, informasinya 1000% melebihi kapasitas atau overload. Kalau dibiarkan sangat berbahaya, memang mau mengulangi Tragedi Leuwigajah 2?," imbuhnya.

Dalam pengolahan sampah, Jefry mengaku, paham bahwa persoalan lahan memang jadi masalah. Terlebih Kota Bandung yang padat penduduk, punya lahan yang sangat terbatas.

Jefry bahkan yakin Kota Bandung tidak akan mampu menyelesaikan sampah sisa makanan atau food waste di dalam Kota Bandung. Menurutnya, perlu ada regulasi sampah sisa makanan atau food waste ini bisa dikelola di wilayah-wilayah penyangga Kota Bandung.

"Pemkot Bandung harus memperhatikan sampah di 50 pasar miliknya, termasuk kawasan komersial lain seperti hotel, restoran, katering, dll. Tidak berhenti di Pemkot Bandung, Pemprov Jabar juga wajib monitoring dan mengevaluasi kondisi lapangannya," pesan Jefry.




(aau/mso)


Hide Ads