Lorong Waktu

Kisah Soekarno 4 Bulan Jadi Guru di Bandung

Oris Riswan Budiana - detikJabar
Jumat, 04 Okt 2024 08:00 WIB
Soekarno. (Foto: Getty Images)
Bandung -

Tahun 1926 menjadi salah satu bagian penting dalam kehidupan Soekarno, pria yang kelak menjadi Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia. Sosok itu pula yang selanjutnya juga jadi Presiden Republik Indones
ia pertama.

Saat itu, Soekarno lulus atau menuntaskan pendidikannya di Techniche Hoogeschool (TH) Bandung atau yang sekarang disebut Institut Teknologi Bandung (ITB). Tugas akhir yang dibuatnya aadaah membuat rancangan pelabuhan.

Soekarno sendiri kuliah di jurusan sipil atau weg en waterbouwkunde. Dikutip dari buku 'Jejak Soekarno di Bandung (1921-1934)' karya Her Suganda, disebutkan Soekarno mendapatkan tawaran untuk menjadi pegawai emerinan Hindia Belanda, tepatnya di Burgelijke Openbare Werkn atau Dinas Pekerjan Umum.

"Keputusan ini merupakan bentuk sikap politiknya yang "nonkooperasi" dan menentang penjajahan," tulis Her Suganda.

Meski begitu, keputusan Soekarno menolak tawaran itu menghadirkan konsekuensi tersendiri. Soekarno muda mengandalkan kebutuhan ekonomi keluarga dan kegiatan politik dari sang istri, Inggit Garnasih.

Hingga suatu waktu, Soekarno duduk-duduk di ruang depan rumahnya. Rumah ini terletak di Regentweg (sekarang disebut Jalan Dewi Sartika) Nomor 22, ia kedatangan tamu.

Tamu itu adalah Ernest Francois Eugene (E.F.E) Douwes Dekker. Ia bukan orang asing bagi Soekarno, melainkan sahabatnya sendiri.

Singkat cerita, Douwes Dekker memberikan sebuah tawaran pekerjaan bagi Soekarno, yaitu menjadi guru di Ksatrian Institut, sekolah yang baru didirikannya di Niewstraat (sekarang Jalan Ksatrian) Kota Bandung.

Douwes Dekker melihat Soekarno sosok tepat menjadi guru Ilmu Pasti dan Sejarah. Setidaknya ada dua alasan mengapa Soekarno dinilai pas menjadi guru di sana. Soekarno baru lulus dari TH dan punya semangat nasionalisme yang teramat besar.

Khusus soal semangat nasionalisme, Douwes Dekker sudah tahu sejak Soekarno masih mahasiswa. Hal itu dinilai sejalan dengan semangat Ksatrian Institut sebagai entitas perlawanan terhadap pendidikan kolonial.




(orb/orb)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork