Kisah Warga 'Kampung Dayak' Loji, Hidup di Antara Pasang Surut Laut

Kabupaten Sukabumi

Kisah Warga 'Kampung Dayak' Loji, Hidup di Antara Pasang Surut Laut

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Senin, 26 Agu 2024 12:00 WIB
Warga Kampung Dayak Loji Sukabumi
Warga Kampung Dayak Loji Sukabumi (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Warga menyebutnya dengan nama Kampung Dayak. Sebutan bagi mereka yang tinggal tidak jauh dari pesisir Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi.

Sebutan Kampung Dayak karena dahulunya bermula dari cerminan kehidupan warga yang kerap berpindah-pindah tempat sementara ketika air laut pasang, memaksa mereka meninggalkan rumah dan mencari tempat yang lebih aman.

"Sudah 23 tahun tinggal di sini, jadi merasakan enak dan tidak enaknya selama tinggal. Dahulu, air itu naik ke atas sampai masuk ke perkampungan. Kalau sudah begitu, akhirnya keluarga dibawa dulu mengungsi, ke rumah saudara atau ke tempat yang aman," kata Lukman (65), warga setempat kepada detikJabar, Senin (26/8/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warga Kampung Dayak Loji SukabumiWarga Kampung Dayak Loji Sukabumi Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Dayak di sini bukanlah istilah yang sama dengan salah satu suku di Kalimantan. Istilah kampung dayak berasal dari pola tinggal yang berpindah ketika situasi kampung tidak aman saat ditinggali. Nama kampung yang sebenarnya adalah Kampung Talanca.

"Sering pindah lalu balik lagi, makanya disebut Kampung Dayak mungkin ya," kata Lukman seraya terkekeh.

ADVERTISEMENT

Warga kampung menjalani kehidupan yang tidak mudah. Mayoritas dari mereka menggantungkan hidup pada hasil laut. Ketika musim ikan tiba, mereka berbondong-bondong melaut, menangkap ikan yang menjadi sumber penghidupan utama. Laut bagi mereka adalah sahabat yang penuh misteri, kadang ia murah hati memberikan hasil tangkapan melimpah, namun di waktu lain, ia berubah menjadi lautan yang sunyi tanpa ikan.

"Kalau dulu iya ngambil ikan, ke laut pakai perahu congkreng. Kalau sekarang sudah enggak kuat, selain ikan sudah jarang sekarang lebih banyak mulung sampah saja. Hasilnya lumayan, walau usia sudah enggak mudd lagi tapi buat nambah-nambah penghasilan," tuturnya.

"Tinggal di sini dengan keluarga, asli Citereup Desa Loji, tinggal di sini sama anak-anak, cucu 10, kalau cicit 4. Soal pendidikan alhamdulillah pada sekolah semua," sambungnya.

Serupa juga dikisahkan Tami (65), ia bercerita ketika ikan sulit didapat, warga kampung tidak tinggal diam. Mereka banting setir menjadi pemulung, mengais rezeki dari tumpukan rongsokan yang terbawa arus dan terdampar di pesisir Loji.

Di antara sampah yang terkumpul di pantai, mereka mencari barang-barang yang bisa dijual kembali, mulai dari logam hingga plastik, apapun yang bisa menghasilkan sedikit uang untuk menyambung hidup.

Warga Kampung Dayak Loji SukabumiWarga Kampung Dayak Loji Sukabumi Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

"Kalau misalkan tidak ada ikan, musim lagi jelek itu saya kepompong ngumpulin aqua botol gelas, mulung kayu. Sehari dapat kalau plastik bisa sampai berapa puluh kilogram. Nanti ada yang ngangkut," kata Tami.

Tami menceritakan dia masih kuat melaut, kalau musim ikan dia bisa sampai semalaman mencarin ikan. "Masih kuat, cari ikannya kalau dapat macam-macam lah ada Layur, Selayang macam-macam," lirihnya.

Meski kehidupan terombang-ambing oleh alam, Tami dan warga kampung lainnya tetap gigih dan tangguh. Mereka telah terbiasa dengan kerasnya kehidupan di pesisir, menerima perubahan musim dan pasang surut laut sebagai bagian dari kehidupan mereka yang sederhana.

"Kalau harapan, setiap hari kehidupan bisa lebih stabil dan sejahtera. Kami tetap yakin mungkin besok akan membawa keberuntungan yang lebih baik," pungkasnya.




(sya/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads