Cerita Warga Sumedang Selamat Usai Dipatuk Ular Berbisa

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Minggu, 25 Agu 2024 09:30 WIB
Ilustrasi ular. (Foto: Unsplash/David Clode)
Sumedang -

Di Indonesia, menurut data Kementerian Kesehatan RI ada sebanyak 370 jenis ular termasuk di dalamnya 77 jenis yang berbisa. Ular berbisa sendiri banyak menimbulkan korban gigitan. Orang yang tergigit ular ada yang mengalami kecatatan, bahkan mengalami kematian.

Jumlah kasus orang tergigit ular di Indonesia mencapai 130.000 kasus setiap tahunnya. Dari jumlah sebanyak itu, sebanyak 50-100 orang korban tergigit dinyatakan berakhir dengan kematian.

Beruntung, Dudi Juhdi (44) selamat dari kematian akibat bisa ular. Pria kelahiran Kecamatan Situraja, Kabupaten Sumedang yang kini tinggal di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Sumedang itu pernah mendapat pengalaman pahit dipatuk ular berbisa.

Kenangan itu dia ceritakan kembali kepada detikJabar belum lama ini. Dudi dipatuk ular ketika dia masih duduk di bangku SMP di Situraja.

Suatu waktu di silam masa, dari rumahnya dia bermain ke area yang disebut Cadas Gantung. Itu berarti perlu waktu sekitar 1,5 jam berjalan kaki. Saat itu, selayaknya anak-anak kampung, dia hanya mengenakan sandal jepit karet. Bersama beberapa teman, dia menuju ke tempat itu.

Di Cadas Gantung, karena lokasinya merupakan dataran tinggi, pemandangan bisa luas ke arah manapun. Daerah-daerah tetangga Kabupaten Sumedang seperti Indramayu dan Majalengka bisa terlihat menghampar di sebelah utara hingga timur.

Dudi Juhdi. (Foto: Dian Nugraha Ramdani/detikJabar)

Dengan alasan demikian, Cadas Gantung menjadi tempat memikat anak-anak di perkampungan tempat Dudi Juhdi tiggal untuk dikunjungi. Sampai di Cadas Gantung, Dudi duduk-duduk di batu yang menghampar. Angin segar menerpa berkelindan dengan udara panas khas petimuran Kabupaten Sumedang. Sandal capit dia lepaskan sebelum naik ke batu.

"Selesai di situ, maksudnya mau pakai sandal lagi. Kaki menjurai ke bawah, meraba-raba sandal. Cok, dipacok! (dipatuk)," kata Dudi.

Area yang dipatuk adalah bagian sisi kiri jempol kaki kanan. Seketika itu, mulai terasa panas merayap dari ujung luka gigitan ke sekujur kaki.

"Ularnya warna hijau, seperti ular pohon warna daun. Pendek dan ukurannya sedang," kata Dudi yang sempat melihat si pematuk kakinya.

Dia harus segera pulang untuk mengobati luka gigitan itu sebelum racun menyebar ke sekujur badannya. Maka dia bergegas kembali berjalan kaki.

"Untung ada yang bisa, semacam tabib, dia mengerti soal ular. Dari bagian paha, diurut ke bawah sampai di sekitar luka gigitan keluar cairan bening. Mungkin ya itu racunnya. Terus area gigitan digosok pakai daun kawung (orang kampung terbiasa menghisap tembakau dilinting daun pohon nira atau daun kawung)," kata Dudi.

Sampai di rumah, memang sebagian besar racun sudah keluar, tapi efeknya masih ada. Kakinya terasa panas dan sakit (Bahasa Sunda: Nyaksrak). Kakinya mulai bengkak. Demam menjalar ke seluruh badannya.

"Kaki kanan dari paha sampai telapak kaki bengkak. Bengkak saja sebulan. Waktu itu musim ujian, yah soal ujian dibawa ke rumah, disuruh mengerjakan dalam sehari beres. Ya sakit, ya ujian," katanya sambil tertawa.

Dudi mengaku, ketika itu dia tidak pergi ke Puskesmas atau ke rumah sakit untuk pengobatan, dia obati lukanya dengan cara-cara lokal, dengan dedaunan yang mengandung antibisa, hingga akhirnya sembuh.

Studi berjudul "Patofisiologi Bisa Ular dan Aplikasi Terapi Tumbuhan Obat Antiophidia (Antibisa)" yang terbit pada jurnal biologi di Universitas Cendrawasih menyebutkan bahwa obat antibisa baru tersedia di rumah sakit-rumah sakit ternama. Maka, tanaman-tanaman lokal yang memiliki kandungan antibisa sungguh bisa digunakan untuk mengobati luka gigitan ular.




(orb/orb)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork