Di Indonesia, menurut data Kementerian Kesehatan RI ada sebanyak 370 jenis ular termasuk di dalamnya 77 jenis yang berbisa. Ular berbisa sendiri banyak menimbulkan korban gigitan. Orang yang tergigit ular ada yang mengalami kecatatan, bahkan mengalami kematian.
Jumlah kasus orang tergigit ular di Indonesia mencapai 130.000 kasus setiap tahunnya. Dari jumlah sebanyak itu, sebanyak 50-100 orang korban tergigit dinyatakan berakhir dengan kematian.
Beruntung, Dudi Juhdi (44) selamat dari kematian akibat bisa ular. Pria kelahiran Kecamatan Situraja, Kabupaten Sumedang yang kini tinggal di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Sumedang itu pernah mendapat pengalaman pahit dipatuk ular berbisa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenangan itu dia ceritakan kembali kepada detikJabar belum lama ini. Dudi dipatuk ular ketika dia masih duduk di bangku SMP di Situraja.
Suatu waktu di silam masa, dari rumahnya dia bermain ke area yang disebut Cadas Gantung. Itu berarti perlu waktu sekitar 1,5 jam berjalan kaki. Saat itu, selayaknya anak-anak kampung, dia hanya mengenakan sandal jepit karet. Bersama beberapa teman, dia menuju ke tempat itu.
Di Cadas Gantung, karena lokasinya merupakan dataran tinggi, pemandangan bisa luas ke arah manapun. Daerah-daerah tetangga Kabupaten Sumedang seperti Indramayu dan Majalengka bisa terlihat menghampar di sebelah utara hingga timur.
![]() |
Dengan alasan demikian, Cadas Gantung menjadi tempat memikat anak-anak di perkampungan tempat Dudi Juhdi tiggal untuk dikunjungi. Sampai di Cadas Gantung, Dudi duduk-duduk di batu yang menghampar. Angin segar menerpa berkelindan dengan udara panas khas petimuran Kabupaten Sumedang. Sandal capit dia lepaskan sebelum naik ke batu.
"Selesai di situ, maksudnya mau pakai sandal lagi. Kaki menjurai ke bawah, meraba-raba sandal. Cok, dipacok! (dipatuk)," kata Dudi.
Area yang dipatuk adalah bagian sisi kiri jempol kaki kanan. Seketika itu, mulai terasa panas merayap dari ujung luka gigitan ke sekujur kaki.
"Ularnya warna hijau, seperti ular pohon warna daun. Pendek dan ukurannya sedang," kata Dudi yang sempat melihat si pematuk kakinya.
Dia harus segera pulang untuk mengobati luka gigitan itu sebelum racun menyebar ke sekujur badannya. Maka dia bergegas kembali berjalan kaki.
"Untung ada yang bisa, semacam tabib, dia mengerti soal ular. Dari bagian paha, diurut ke bawah sampai di sekitar luka gigitan keluar cairan bening. Mungkin ya itu racunnya. Terus area gigitan digosok pakai daun kawung (orang kampung terbiasa menghisap tembakau dilinting daun pohon nira atau daun kawung)," kata Dudi.
Sampai di rumah, memang sebagian besar racun sudah keluar, tapi efeknya masih ada. Kakinya terasa panas dan sakit (Bahasa Sunda: Nyaksrak). Kakinya mulai bengkak. Demam menjalar ke seluruh badannya.
"Kaki kanan dari paha sampai telapak kaki bengkak. Bengkak saja sebulan. Waktu itu musim ujian, yah soal ujian dibawa ke rumah, disuruh mengerjakan dalam sehari beres. Ya sakit, ya ujian," katanya sambil tertawa.
Dudi mengaku, ketika itu dia tidak pergi ke Puskesmas atau ke rumah sakit untuk pengobatan, dia obati lukanya dengan cara-cara lokal, dengan dedaunan yang mengandung antibisa, hingga akhirnya sembuh.
Studi berjudul "Patofisiologi Bisa Ular dan Aplikasi Terapi Tumbuhan Obat Antiophidia (Antibisa)" yang terbit pada jurnal biologi di Universitas Cendrawasih menyebutkan bahwa obat antibisa baru tersedia di rumah sakit-rumah sakit ternama. Maka, tanaman-tanaman lokal yang memiliki kandungan antibisa sungguh bisa digunakan untuk mengobati luka gigitan ular.
Identifikasi Ular Hijau
Dudi Juhdi tidak tahu jenis ular yang mematuknya. Namun, dia hanya melihat warnanya yang hijau. Di Indonesia, ular berbisa mematikan memang banyak jenisnya, termasuk yang kulitnya berwarna hijau.
Di dalam Buku Pedoman Penanganan Hewan Berbisa dan Tumbuhan, terbitan Kementerian Kesehatan RI tahun 2023, dijelaskan ular hijau teridentifikasi sebagai ular berbisa mematikan yang mudah ditemukan di Indonesia, tak terkecuali di Jawa Barat.
Ular itu adalah Viper-Pohon Barat (Trimeresurus albolabris). Ular ini disebut Oray Hejo, oleh orang Sunda atau Truno Bamban di Jawa.
Viper-Pohon Barat masuk ke dalam suku Crotalidae. Ular ini berperawakan buntet, ukuran sedang panjangnya bisa mencapai 50 cm, kepala berbentuk segitiga, leher sangat jelas dibedakan dengan bagian kepala dan tubuh, tubuh berwarna hijau terang, bagian bawah berwarna hijau kekuningan, terdapat garis putih sepanjang samping bawah tubuhnya, bibir bagian atas dan bawah berwarna kuning hijau, ekor sangat prehensile dan berwarna merah bata.
Sisik-sisiknya berlunas, iris mata berwarna kuning terang. Ular ini berperilaku menyamar dengan warna hijaunya daun, berdiam di tempat yang sama dalam periode waktu yang lama,
Oray Hejo aktif di malam hari (nocturnal) dan terbiasa hidup di area ladang, hutan sekunder, pinggiran hutan. Ular ini memangsa burung, tikus, kadal, cicak, tokek dan katak. Di Indonesia jenis ini tersebar di Sumatera, Bangka, Jawa Barat dan Jawa Tengah, Kulonprogo (DIY).
350 Kasus Warga Jawa Barat Tergigit Ular
Data Kementerian Kesehatan pada tahun 2021 menjabarkan kasus orang tergigit ular marak terjadi di Indonesia. Di Jawa Barat saja, terjadi 350 kasus orang terpatuk ular. Secara umum, di Indonesia dalam satu tahun kasus gigitan ular mencapai 130.000 kasus tersebar di 34 provinsi dengan kematian 50 -100 orang setiap tahunnya.
Pada tahun 2021, di Aceh terjadi 250 kasus; di Sumatera Utara 400 kasus; Sumatera Barat 100 kasus; Jambi 30 kasus; Bengkulu 20 kasus; Sumatera Selatan 50; Bangka Belitung 10 kasus; lampung 30 kasus; Kepulauan Riau 20 kasus; DKI Jakarta 60 kasus; Banten 120 kasus;
Jawa Barat 350 kasus; Jawa Timur 400 kasus; DIY 100 kasus; Kalimantan Barat 100 kasus; Kalimantan Tengah 50 kasus; Kalimantan selatan 30 kasus; Kalimantan timur 20 kasus; Kalimantan Utara 10 kasus; Sulawesi Utara 50 kasus; Gorontalo 30 kasus; Sulawesi Tengah 25 kasus;
Sulawesi Barat 30 kasus; Sulawesi Selatan 100 kasus; Sulawesi Tenggara 50 kasus; NTB 10 kasus; NTT 22 kasus; Papua 29 kasus; Papua Barat 13 kasus; Maluku 11 kasus; Maluku Utara 10 kasus; dan Maluku tenggara 1 kasus.