- Apa Fungsi Bisa Ular?
- Ular dan Manusia dalam Kebudayaan
- Ular-ular Berbisa Mematikan yang Mudah Dijumpai di Indonesia 1. Kobra Jawa (Naja sputarix) 2. Kobra Sumatera (Naja sumatrana) 3. Weling (Bungarus candidus) 4. Ular Tanah (Calloselesma rhodostoma) 5. Viper-Pohon Barat (Trimeresurus albolabris) 6. Viper-Russel Siam (Daboia siamensis) 7. Death-Adder Papua (Acanthophis Laevis)
- 350 Kasus Warga Jawa Barat Tergigit Ular
Ular adalah satwa liar yang tempat hidupnya tak jarang bersinggungan dengan tempat hidup manusia. Persinggungan ini kerap menimbulkan korban di salah satu pihak. Di Indonesia, menurut data Kementerian Kesehatan RI ada sebanyak 370 jenis ular di Indonesia yang di dalamnya, ada 77 jenis ular yang berbisa.
Ular berbisa banyak menimbulkan korban gigitan. Orang yang tergigit ular ada yang mengalami kecacatan, bahkan kematian. Jumlah kasus orang tergigit ular di Indonesia mencapai 130.000 kasus setiap tahunnya. Dari jumlah sebanyak itu, sebanyak 50-100 orang korban tergigit dinyatakan berakhir dengan kematian.
Ular yang banyak jenisnya ini hidup dengan perangkat racun yang beragam jenis pula. Kandungan toksin yang berbeda membuat efek yang berbeda pula pada korban gigitannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa Fungsi Bisa Ular?
![]() |
Bisa, racun, atau toksin pada ular adalah "perkakas" untuk binatang itu bisa bertahan hidup. Ular tidak memiliki sayap atau kaki untuk berlari mengejar mangsanya. Maka, dalam penciptaannya, dia dianugerahi bisa untuk melumpuhkan mangsa.
Kebanyakan ular gemar melahap tikus, katak, dan hewan lain yang ukurannya lebih kecil dari tubuhnya atau yang mungkin akan masuk ke dalam mulut dan perutnya. Ular baru akan memakan buruannya jika buruan itu sudah betul-betul mati.
Cara mematikan mangsanya adalah ular menyuntikkan racun yang diproduksi di dalam tubuhnya, dibantu dengan taring pada area mulut ular itu. Racun ada yang bekerja secara sistemik, melumpuhkan seluruh jaringan saraf di dalam tubuh mangsanya hingga akhirnya mati.
Fungsi bisa tidak terhenti di sana. Menurut Aditya K. Karim, dkk dalam studi berjudul "Patofisiologi Bisa Ular dan Aplikasi Terapi Tumbuhan Obat Antiophidia (Antibisa)" di Universitas Cendrawasih, 2014, bisa ular juga membantu ular sang pemilik bisa dalam menelan mangsanya.
"Peran lain dari bisa ular adalah membantu dalam proses penelanan dan pencernaannya. Banyak toksin yang terkandung dalam bisa ular memiliki kemampuan menghidrolisis dan menghancurkan jaringan mangsanya menjadi bagian-bagian kecil," tulis Karim.
Selain "perkakas" untuk melumpuhkan mangsa dan fungsi pencernaan, bisa ular juga sebagai "senjata" atau alat pertahanan untuk menghadapi makhluk lain yang mengancam, seperti ular jenis lain, hewan, dan manusia.
Ular dan Manusia dalam Kebudayaan
Ular adalah salah satu reptil yang paling sukses berkembang biak di dunia. Hewan melata ini hidup dan menyebar di beberapa habitat seperti hutan, gunung, dataran rendah, lahan pertanian, lingkungan pemukiman, sungai, dan laut.
Saking suksesnya berkembang biak, ular mudah dijumpai oleh manusia. Bahkan, relasi ular dan manusia sudah ada dalam sejumlah kebudayaan di Indonesia.
Di dalam kebudayaan Jawa dan Bali, dikenal Antaboga, dewa ular raksasa, disebut pula ular naga, yang disebut-sebut dalam mitologi penciptaan alam raya.
Antaboga juga dikenal dalam Kebudayaan Sunda. Ular raksasa itu disebut-sebut dalam Wawacan Sulanjana, mitologi Sunda tentang awal mula penciptaan dunia dan muasal penciptaan padi.
Ketika dunia diciptakan, Antaboga tidak bisa membantu secara langsung karena dia tidak punya tangan dan kaki, maka dia menangis. Air matanya menjadi telur. Telur-telur itu menetaskan dewa-dewi, di antaranya Dewi Sri atau di Sunda dikenal dengan Nyai Pohaci Sangyhang Sri, dewi kesuburan. Dewi Sri sempat "dimatikan" dan dari setiap bagian tubuhnya tumbuh pepohonan-pepohonan di dunia. Dari lubang matanya tumbuh padi.
Ular-ular Berbisa Mematikan yang Mudah Dijumpai di Indonesia
Para peneliti di Indonesia yang berfokus pada ular mengidentifikasi ular berbisa berdasarkan jenis racun, dampak gigitan, habitat, daerah penyebaran, dan menyertakan nama lokalnya.
Pengenalan nama lokal ular berbisa sangat penting, sebab ini adalah upaya untuk mewaspadai ular tersebut. Terkadangan, nama ular seperti Oray Gibuk terdengar lucu, padahal itu merupakan nama yang populer di Banten untuk ular pendek berbisa mematikan.
Ular berbisa sangat banyak, di antara ular-ular itu, ada yang mudah dijumpai ada yang jarang dijumpai karena boleh jadi habitatnya yang jauh dari tempat tinggal manusia.
Di dalam Buku Pedoman Penanganan Hewan Berbisa dan Tumbuhan, terbitan Kementerian Kesehatan RI tahun 2023, dijelaskan identifikasi ular berbisa mematikan yang mudah dijumpai itu. Di bawah ini detikJabar merangkumnya:
1. Kobra Jawa (Naja sputarix)
![]() |
Ular ini termasuk ke dalam suku Elapidae dengan nama lokal ular kobra, ular sendok, ular dumung. Secara fisik, ular ini berukuran sedang, panjangnya bisa mencapai 1.5 meter, kepala berbentuk bulat, leher tidak terlalu jelas antara kepala dan tubuh, umumnya berwarna hitam mengkilap bagian ventral juga berwarna gelap, namun bagian leher bawah berwarna terang.
Beberapa variasi warna juga terdapat dalam jenis ini, dimana warna abu abu perak di daerah Yogyakarta, dan coklat di wilayah Jawa Timur dan Nusa Tenggara. Jika marah, ular ini menunjukkan perilaku yang khas, yakni mengembangkan tudungnya dan mampu menyemprotkan bisa.
Umumnya ular ini berada di wilayah terbuka seperti persawahan, ladang dan sekitar pemukiman. Mangsa ular ini berupa tikus, burung, jenis ular lain, kadal dan katak. Kobra Jawa tersebar di Jawa, Bali, Madura, Lombok, Sumbawa, Flores, dan Alor.
2. Kobra Sumatera (Naja sumatrana)
Ular kobra ini masuk ke dalam suku Elapidae. Di daerah, ular ini punya nama lokal. Sering disebut ular biludak (Padang), ular tedang naja (Kalimantan), ular hentipeh pura (Dayak).
Secara fisik, ular ini berukuran sedang, panjangnya bisa mencapai 1.2 meter, kepala berbentuk bulat, leher tidak terlalu jelas antara kepala dan tubuh, umumnya berwarna hitam mengkilap bagian ventral juga berwarna gelap, namun bagian leher bawah berwarna terang putih berpola pinggir hitam.
Beberapa variasi warna juga terdapat dalam jenis ini, di mana warna coklat terang di beberapa habitat sawit. Jika marah ular ini menunjukkan perilaku yang khas, yakni mengembangkan tudungnya dan mampu menyemprotkan bisa. Kobra Sumatera punya habitat di wilayah terbuka seperti persawahan, ladang, kebun sawit, dan sekitar pemukiman.
Ulari ini memangsa tikus, burung, jenis ular lain, kadal dan katak. Di Indonesia, ular jenis ini tersebar di Sumatera, Bangka, Belitung, Kalimantan
3. Weling (Bungarus candidus)
![]() |
Masih dalam suku Elapidae, ular Weing punya nama lokal Weling di Jawa. Ular ini berukuran sedang, panjangnya bisa mencapai 1.5 meter, kepala berbentuk bulat, leher tidak terlalu jelas antara kepala dan tubuh, umumnya berwarna belang hitam dan putih yang mencolok, dengan perut berwarna putih. Tubuh berbentuk silindris dengan ekor panjang meruncing. Terdapat sebaris sisik besar memanjang sepanjang dorsal tubuhnya yang disebut vertebral scale.
Beberapa variasi warna juga terdapat dalam jenis ini, yakni beberapa wilayah seperti populasi daerah Cirebon dan Kuningan terdapat warna hitam total. Ular ini aktif di malam hari (nocturnal) dan pada saat siang hari sangat tenang, tetapi akan agresif jika terancam. Weling hidup di area persawahan, ladang, dekat perairan dan sekitar pemukiman. Ular ini memangsa ular ular lain, kadal dan katak. Di Indonesia jenis ini tersebar di Sumatera, Jawa, dan Bali.
4. Ular Tanah (Calloselesma rhodostoma)
Ular Tanah atau Oray Taneuh, masuk ke dalam suku Viperidae. Di Banten, ular tanah disebut Oray Gibuk, di Sunda pada umumnya disebut Oray Lemah dan di Jawa Timur disebut Bandotan Bendor.
Ular ini berperawakan pendek buntet, ukuran sedang panjangnya bisa mencapai 70-80 centi meter, kepala berbentuk segitiga, leher sangat jelas dibedakan dengan bagian kepala dan tubuh, punggungnya berwarna coklat mudan tua, terdapat pola segitiga berseling di kanan dan kiri tubuhnya. Pipi berwarna coklat tua, terdapat garis terang sepanjang moncong, atas mata sampai ke belakang mata. Jenis ini memiliki gigi bisa yang relatif panjang.
Ular ini berperilaku menyamar dengan warna daun kering, berdiam di tempat yang sama dalam periode waktu yang lama. Biasanya, Oray Gibuk hidup di area persawahan, ladang, hutan sekunder, pinggiran hutan, perkebunan sawit jika di Kalimantan. Mangsa ular ini adalah tikus, kadal, mamalia kecil dan katak. Di Indonesia jenis ini tersebar di Jawa, Bawean, Madura, Kangean, Kalimantan Barat.
5. Viper-Pohon Barat (Trimeresurus albolabris)
![]() |
Ular ini disebut Oray Hejo, oleh orang Sunda atau Truno Bamban di Jawa. Viper-Pohon Barat masuk ke dalam suku Crotalidae. Ular ini berperawakan buntet, ukuran sedang panjangnya bisa mencapai 50 cm, kepala berbentuk segitiga, leher sangat jelas dibedakan dengan bagian kepala dan tubuh, tubuh berwarna hijau terang, bagian bawah berwarna hijau kekuningan, terdapat garis putih sepanjang samping bawah tubuhnya, bibir bagian atas dan bawah berwarna kuning hijau, ekor sangat prehensile dan berwarna merah bata. Sisik-sisiknya berlunas, iris mata berwarna kuning terang. Ular ini berperilaku menyamar dengan warna hijaunya daun, berdiam di tempat yang sama dalam periode waktu yang lama,
Oray Hejo aktif di malam hari (nocturnal) dan terbiasa hidup di area ladang, hutan sekunder, pinggiran hutan. Ular ini memangsa burung, tikus, kadal, cicak, tokek dan katak. Di Indonesia jenis ini tersebar di Sumatera, Bangka, Jawa Barat dan Jawa Tengah, Kulonprogo (DIY).
6. Viper-Russel Siam (Daboia siamensis)
Ular ini masuk ke dalam suku Viperidae. Nama lokalnya, Bandotan puspo (Jawa). Ular ini berperawakan buntet, kepala berbentuk segitiga dengan sisik-sisik berlunas di atas kepala. Warna badan berpola sangat jelas, dengan dasar coklat muda.
Pola warna berubah bulatan coklat tua/abu-abu tua yang teratur di seluruh permukaan tubuh, yang terbagi menjadi tiga jajaran, dimana bagian tengah memiliki pola bulatan yang lebih besar. Sisik-sisik tubuhnya berlumas kuat, kepala berbentuk segitiga, leher sangat jelas dibedakan dengan bagian kepala dan tubuh. Perutnya berwarna putih dengan pola bintik-bintik berupa bulan sabit. Panjang dewasa ular ini bisa mencapai 150 cm.
Ular ini berperilaku menyamar dengan warna bebatuan, tanah dan serasah, berdiam di tempat yang sama dalam periode waktu yang lama, jika terancam akan mengeluarkan suara mendesis yang cukup keras dan ekornya digetarkan, dengan leher berbentuk S. Pada betina dewasa, jenis ini mampu menghasilkan anakan 20-60 ekor. Habitatnya adalah padang rumput dan kawasan. Ular ini memangsa tikus, kadal, dan katak. Di Indonesia jenis ini tersebar di Jawa Timur (Gresik, Mojokerto), Bantul (DIY), NusaTenggara Timur (Flores, Komodo, Lembata/Lomden, Adonara).
7. Death-Adder Papua (Acanthophis Laevis)
![]() |
Uar ini masuk ke dalam suku Elapidae. Sering disebut Dead Adder. Ular ini berperawakan buntet, kepala berbentuk segitiga dengan sisik-sisik berlunas di seluruh tubuhnya, kecuali sisik kepala bagian atas. Sisi atas mata (supra ocular) mengalami modifikasi menjadi menonjol menyerupai tanduk. Warna badan berpola tipis, dengan dasar abu abu kecoklatan. Pola warna bulatan hitam berjejer sepanjang bagian lateral tubuh. Pola warna belang tipis berwarna coklat muda di bagian dorsal tubuh. Terdapat pola warna bulatan hitam di bagian tempora. Berupa bulatan coklat tua/abu-abu tua yang teratur di seluruh permukaan tubuh, yang terbagi menjadi tiga jajaran, dimana bagian tengah memiliki pola bulatan yang lebih besar. Sisik-sisik tubuhnya berlunas kuat, kepala berbentuk segitiga, leher sangat jelas dibedakan dengan bagian kepala dan tubuh. Perutnya berwarna putih dengan pola bintik-bintik hitam terutama bagian pinggirnya, ujung ekor berwarna coklat terang.
Demikian 7 jenis ular yang punya bisa mematikan. Jenis bisa ular-ular tersebut rata-rata bersifat neurotoksin, sitotoksin, kardiotoksin, dan nekrotoksin.
350 Kasus Warga Jawa Barat Tergigit Ular
![]() |
Data Kementerian Kesehatan pada tahun 2021 menjabarkan kasus orang tergigit ular marak terjadi di Indonesia. Di Jawa Barat saja, terjadi 350 kasus orang terpatuk ular. Secara umum, di Indonesia dalam satu tahun kasus gigitan ular mencapai 130.000 kasus tersebar di 34 provinsi dengan kematian 50 -100 orang setiap tahunnya.
Pada tahun 2021, di Aceh terjadi 250 kasus; di Sumatera Utara 400 kasus; Sumatera Barat 100 kasus; Jambi 30 kasus; Bengkulu 20 kasus; Sumatera Selatan 50; Bangka Belitung 10 kasus; lampung 30 kasus; Kepulauan Riau 20 kasus; DKI Jakarta 60 kasus; Banten 120 kasus.
Kemudian di Jawa Barat 350 kasus; Jawa Timur 400 kasus; DIY 100 kasus; Kalimantan Barat 100 kasus; Kalimantan Tengah 50 kasus; Kalimantan selatan 30 kasus; Kalimantan timur 20 kasus; Kalimantan Utara 10 kasus; Sulawesi Utara 50 kasus; Gorontalo 30 kasus; Sulawesi Tengah 25 kasus.
Sulawesi Barat 30 kasus; Sulawesi Selatan 100 kasus; Sulawesi Tenggara 50 kasus; NTB 10 kasus; NTT 22 kasus; Papua 29 kasus; Papua Barat 13 kasus; Maluku 11 kasus; Maluku Utara 10 kasus; dan Maluku tenggara 1 kasus.
(iqk/iqk)