Praktisi Beri Sorotan Tajam untuk Penanganan Serangan Siber di Indonesia

Praktisi Beri Sorotan Tajam untuk Penanganan Serangan Siber di Indonesia

Whisnu Pradana - detikJabar
Kamis, 08 Agu 2024 16:15 WIB
Praktisi Siber Indonesia, Teguh Apriyanto di Sespim Lemdiklat Polri Lembang.
Praktisi Siber Indonesia, Teguh Apriyanto di Sespim Lemdiklat Polri Lembang (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar).
Bandung Barat -

Indonesia menjadi sasaran empuk serangan siber dari berbagai pihak di dalam dan luar negeri. Salah satu bukti nyatanya, yakni peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).

Sementara berbicara data, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) mencatat sepanjang tahun 2023 ada 279,8 juta serangan siber ke Indonesia. Rata-rata serangan siber ke Indonesia dalam sehari mencapai 1.200 serangan.

Praktisi siber Indonesia, Teguh Apriyanto mengatakan, peretasan PDNS yang terjadi beberapa waktu lalu menyingkap buruknya permasalahan antisipasi dan penanggulangan serangan siber di tanah air.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Khususnya untuk masalah PDNS memang itu membuka masalah yang selama ini sudah ada, tapi itu puncaknya. Sebenarnya itu tampak luarnya saja yang selama ini tidak kelihatan dan itu lebih banyak lagi," kata Teguh saat ditemui di Lembang, Kamis (8/8/2024).

Peretasan PDNS dan serangan siber lainnya, kemudian memunculkan juga berapa lemah dan problematiknya penanganan serangan yang menjadi kewenangan beberapa pihak.

ADVERTISEMENT

"Cuma dari kasus PDNS itu memperlihatkan betapa problematiknya penanganan serangan itu. Terlihat dari bagaimana koordinasi antar lembaga itu dari awal yang saling lempar," kata Teguh.

Berkaca dari penanganan serangan itu, seharusnya kementerian, lembaga, dan pihak lain yang bertanggungjawab secara langsung atas keamanan data langsung melakukan backup.

"Meskipun yang terjadi setelah data hilang itu, dari (Kementerian) Kominfo tidak melakukan recovery. Itu masalah kalau kita membahas ke pemerintah itu jadi suatu yang rumit. Jadi kayak tempat mainnya anak-anak baru belajar," ujar Teguh.

Sementara jika berbicara jumlah serangan siber, setiap pihak memiliki data yang berbeda. Misalnya dari periksadata.com, angka kasus kejahatan siber di Indonesia sejak tahun 2019-2024 nyaris mencapai 6 miliar atau 5.909.691.104 kasus yang melibatkan berbagai sektor, mulai dari pemerintahan, bisnis, hingga layanan publik.

"Datanya kalau masing-masing beda, karena kementerian setiap harinya bisa memberikan data based on, mungkin mereka pantau lalu lintas traffic. Tapi kalau tiap hari dari kita penambahan data itu besar banget. Setiap hari monitoring penambahan data itu untuk Indonesia di angka ribuan bahkan jutaan per hari. Jadi memang serangannya besar," kata Teguh.

Sementara soal serangan acak atau random, jumlahnya lebih besar lagi. Bahkan dalam sehari, bisa mencapai ratusan juga hingga miliaran serangan siber ke Indonesia.

"Kalau yang serangan acak ya gila-gilaan, tiap harinya ratusan juta miliaran bahkan. Untuk serangan-serangan random setiap harinya selalu ada," kata Teguh.

Teguh juga menggarisbawahi peran Polri dalam penanganan serangan siber terutama yang terjadi di dalam negeri. Menurut Teguh, dalam lima tahun terakhir, penegakan hukum Polri berkaitan dengan siber terlampau tumpul.

"Kalau Polri bagian penegakan hukumnya. Kita lihat lima tahun belakangan agak tumpul, belum ada penyelesaian kasusnya yang selesai. Misalnya kasus Bjorka itu bahkan beberapa lembaga digabung untuk kerjasama tapi enggak berhasil juga. Yang ditangkap malah penjual eskrim," ujar Teguh.

"Catatan lainnya, kalau ke Polri selain ke penegakan hukumnya, juga soal kualitas SDM-nya harus lebih diperkuat lagi. Memang ini dunia baru juga buat mereka, perlu kerjasama antara pihak luar dan profesional," imbuhnya.




(mso/mso)


Hide Ads