Sebuah spanduk membentang di salah satu warung di kawasan Kampung Pantai Wisata, RT 04 RW 03 Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.
Penampakan spanduk itu terlihat jelas karena berada di akses utama Jalan Raya Sukabumi - Provinsi Banten atau tepatnya di Jalan Citepus - Cisolok. Sebuah narasi dengan huruf kapital tertulis di atas spanduk, "Posko Warga RT 004/003 Citepus Bersatu Menuntut Keadilan Karena Terkena Dampak Penggusuran Lahan".
"Kami menolak rencana pemberian uang kerohiman, yang kami minta itu ganti untung bangunan yang layak dan sesuai. Kemudian tempat usaha layak di lokasi yang sama dengan tempat tinggal layak," kata Heryanto, koordinator warga kepada detikJabar, Kamis (1/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu bermula dari kabar yang diterima warga pada bulan Mei kemarin, berlanjut pada pertemuan dengan sejumlah pihak atas inisiasi Dinas Lingkungan Hidup, Desa Citepus, BKSDA dan KLHK. Gejolak mulai terasa saat kabar diterima warga, bakal ada kerohiman yang diberikan sebesar Rp 10 juta.
"Dari 200-an warga di sini ada sekitar 110 warga pemilik rumah atau bangunan yang terkumpul di grup kita, yang memang satu mufakat untuk musyawarah dimulai di bulan Mei. Rencananya akan dibuat oleh investor atau pihak ke tiga untuk dibuat taman dan di tata," ujarnya.
Heryanto menegaskan, pihaknya menyadari lahan yang ditempati lalu dibangun warung tersebut adalah milik pemerintah. Namun saat inisudah ada ratusan jiwa yang menggantungkan kehidupannya dari berjualan di kawasan tersebut selama puluhan tahun.
"Warga juga mengetahui dan menerima kita disini tumpang sari, masyarakat menyadari ke sana, yang kita persoalkan masalah bangunannya. Tadinya kawasan ini terbengkalai warga inisiatif kita percantik," ungkapnya.
"Warga tinggal ada yang sudah 30 tahun, statusnya kalau tidak salah HGU karena sebelumnya dikelola oleh salah satu perusahaan yang kemudian kolaps lalu diambil alih oleh rekanan lain yang kemudian punya rencana untuk membuat taman. Kami setuju, namun kami ingin mendapat ganti yang layak, karena ini menyangkut kehidupan orang banyak," sambungnya menjelaskan.
Sementara itu, Koswara, Kepala Desa (Kades) Citepus mengaku, heran terkait munculnya besaran kerohiman sebesar Rp 10 juta. Menurutnya hal itu masih belum jelas, karena pihaknya saja belum mendapat informasi tersebut.
"Kami juga konfirmasi ke kecamatan dan DLH, itu belum ada pembahasan ke sana, jadi seperti apa kerohimannya, pembebasannya seperti apa kita belum ada pembahasan," kata Koswara.
Koswara membenarkan soal rencana penataan itu, namun ia memastikan belum ada kabar terbaru terkait rencana relokasi ataupun kerohiman dari perusahaan yang bakal mengelola kawasan tersebut.
"Kita melaksanakan pendataan warga yang tinggal di area tersebut, menurut kami penting ketika perusahaan akan penataan berapa bangunan yang akan tergusur, berapa KK yang nanti harus direlokasi. Rencananya akan dibangunkan taman, sesuai dengan perencanaan dari kabupaten," pungkas Koswara.
(sya/mso)