Berkah Keputusan Gila Dadang Eks Pegawai PLN Rawat 'Orang Gila'

Feature Story

Berkah Keputusan Gila Dadang Eks Pegawai PLN Rawat 'Orang Gila'

Faizal Amiruddin - detikJabar
Sabtu, 04 Mei 2024 11:00 WIB
Kawasan panti rehabilitasi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), milik Yayasan Mentari Hati
Pasien yang dirawat di panti rehabilitasi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), milik Yayasan Mentari Hati
Tasikmalaya -

Dadang Heryadi (60) telah 16 tahun merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang terlantar di jalanan Tasikmalaya. Hatinya tergerak ketika melihat ODGJ yang mengais makanan di tempat sampah, hingga akhirnya ia meneguhkan hati untuk merawat ODGJ terlantar di rumahnya.

Beberapa bulan sejak langkah awalnya mengurus ODGJ terlantar, Dadang rupanya semakin keranjingan. Jumlah ODGJ yang dia bawa pulang ke rumah, semakin bertambah. Dia semakin sibuk, pekerjaannya sebagai pegawai PLN kerap kali terbengkalai.

"Akhirnya di tahun 2008 saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan, fokus mengurus orang gila," kata Dadang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keputusan "gila" itu dia ambil, karena dia merasakan kepuasan batin dan mendapatkan banyak nilai positif dari aktivitas sosialnya itu.

Tak lagi punya pekerjaan, sementara beban pengeluaran semakin besar, karuan saja membuat kondisi ekonomi keluarga agar terdampak. "Perhiasan istri sempat habis, dijual satu persatu untuk biaya hidup dan memberi makan ODGJ," kata Dadang.

ADVERTISEMENT

Di sisi lain keputusan Dadang itu ditentang habis-habisan oleh kedua orang tuanya. Dia bahkan mengaku sampai berdebat dan "diusir". "Orang tua saya marah, saya sampai diusir saat pulang ke rumah orang tua," kata Dadang.

Dadang mengaku memahami kemarahan orang tuanya. Betapa orang tua yang sudah membesarkan dan menyekolahkan ingin melihat anaknya punya pekerjaan yang jelas. Apalagi saat itu Dadang sudah bisa menjadi pegawai BUMN.

"Lah ini saya malah keluar kerja hanya untuk mengurus orang gila, ya saya paham kemarahan mereka. Tapi saya berargumen bahwa ini pun pekerjaan. Jika orang lain ditakdirkan menjadi ASN, menjadi pegawai, pedagang, maka saya ditakdirkan jadi begini, pekerjaan saya mengurus orang gila," kata Dadang.

Kala itu, lanjut Dadang, orang tuanya menyergah karena Dadang mengurus ODGJ liar dari jalanan, bukan mendirikan panti rehabilitasi yang memungkinkan mendapatkan keuntungan. "Ya saya jawab bahwa saya yakin rejeki itu diatur Allah SWT," kata Dadang. Perbedaan paham antara Dadang dan orang tuanya itu berlangsung hingga 2 tahun.

Kawasan panti rehabilitasi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), milik Yayasan Mentari HatiKawasan panti rehabilitasi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), milik Yayasan Mentari Hati Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar

Dadang yang "ngeyel" terus saja mengumpulkan ODGJ untuk dirawat di rumahnya, hingga pada akhirnya dia sendiri kewalahan. Jumlah ODGJ yang sudah mencapai belasan orang, sudah tak tertampung lagi di rumahnya.

Dia kemudian mengincar bangunan eks terminal bus Cilembang untuk dijadikan lokasi panti perawatan ODGJ. Setelah berkomunikasi dengan Pemkab Tasikmalaya, dia akhirnya mendapatkan izin. "Tahun 2009 akhirnya saya pindah ke eks terminal Cilembang, Alhamdulillah dapat izin dari Pemkab, akhirnya saya tata kawasan itu jadi panti ODGJ," kata Dadang.

Sejak saat itu kiprah Dadang mulai dikenal publik serta menjadi sorotan media massa. Seiring dengan itu, donatur pun mulai berdatangan. Banyak orang baik yang peduli dengan apa yang dilakukan Dadang, sehingga jumlah ODGJ yang ditampung pun semakin banyak, mencapai ratusan orang.

Kedua orang tua Dadang yang semula menentang, perlahan mulai memahami maksud dan keinginan anaknya itu. Dadang ternyata serius menekuni apa yang sudah dia putuskan dalam hidupnya. "Orang tua akhirnya mendukung, mungkin karena melihat saya serius dan melakukannya dengan tulus ikhlas. Mereka paham dan tentu saja saya senang sekali," kata Dadang.

Siapa yang Menanam Dia yang Menuai

Dadang mengatakan salah satu filosofi hidup yang membuatnya mau mengurus ODGJ terlantar adalah keyakinan bahwa jika kita menyayangi orang lain, maka orang lain pun akan menyayangi kita. Pria pelontos ini telah membuktikan sendiri, ketika dirinya berbuat baik kepada ratusan ODGJ maka ada ratusan manusia lain yang berbuat baik kepada dirinya.

"Misalnya anak saya, Alhamdulillah dia dapat kemudahan. Dulu belum juga lulus kuliah dia sudah ditawari pekerjaan di sebuah instansi. Sekarang sudah ASN. Ya bukannya mau sombong, tapi kemudahan dan kebaikan-kebaikan itu berdatangan dalam hidup saya," kata Dadang.

Contoh lainnya adalah kehadiran seorang donatur yang tiba-tiba saja mau memberi bantuan miliaran rupiah. Sehingga sejak 2019, Dadang bisa meninggalkan bangunan eks terminal Cilembang dan pindah ke lokasi panti saat ini di Jalan Letjen Mashudi. "Sayangnya donatur itu minta namanya dirahasiakan, tak bisa saya sebutkan," kata Dadang.

Kemudian terkait beban operasional, untuk kebutuhan beras saja, saat ini panti ODGJ itu menghabiskan kisaran 80 kg beras per hari. Itu belum termasuk lauk pauk, beban listrik, air, pengobatan, sarana prasarana dan sebagainya. Butuh biaya puluhan bahkan ratusan juta rupiah setiap bulan. Namun selama 16 tahun berjalan, Dadang mengaku, beban itu bisa ditanggulangi meski terkadang diwarnai dinamika.

"Rasanya tidak pernah kalau sampai tidak makan, artinya ya ada saja rejekinya. Orang gila itu makannya banyak, sapiring mentung, 3 kali sehari lagi," kata Dadang.

Terkait dukungan pemerintah, Dadang mengakui dari Pemkot atau Pemkab Tasikmalaya kerap kali ada bantuan. Namun yang menjadi persoalan bagi dirinya adalah bantuan dari pemerintah pusat atau Kementerian Sosial. Selama hampir 10 tahun periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pihaknya tak pernah mendapatkan bantuan. Padahal di masa Presiden SBY, dia bisa mendapatkan bantuan.

Yang jadi persoalan, ODGJ yang dirawat oleh Dadang tidak bisa memenuhi persyaratan administrasi penerima bantuan dari Kemensos. "Ada istilah penerima bantuan itu harus BNBA, by name by adress. Ya jelas nggak bisa saya penuhi atuh, karena ODGJ yang saya rawat memang orang-orang terlantar. Tidak diketahui identitasnya, boro-boro BNBA, namanya sendiri juga banyak yang tidak tahu," kata Dadang.

Meski mengaku tidak mempermasalahkan tak dapat bantuan, Dadang mengingatkan bahwa amanat UUD 1945, orang terlantar jadi tanggung jawab pemerintah. Kemudian jika pemerintah ingin memastikan bantuannya tepat sasaran, ada opsi untuk melakukan verifikasi langsung ke lokasi panti atau cukup dengan menggunakan foto dan video dokumentasi.

"Seperti yang sebelumnya (zaman SBY) bisa pakai foto lalu dicek langsung ke sini, dilihat saja benar apa nggak. Tapi biarkan saja lah, tak jadi masalah bagi saya," kata Dadang.

Dadang pun Berbagi Suka Duka saat Mengurus ODGJ, nantikan artikel selanjutnya hanya di detikJabar

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads