Seorang Gus, sapaan untuk keturunan kiai pada etnis Jawa, berkisah tentang seorang kiai di Cianjur, Jawa Barat yang mendapat kunjungan habib dari Yaman. Habib itu lalu 'meminta' istri cantiknya.
Habib adalah panggilan populer untuk keturunan Rasulullah SAW. Kepada kiai di Cianjur itu, oknum habib tersebut mengancam bahwa kiai itu tidak akan mendapatkan syafaat jika tidak melaksanakan apa yang diminta.
Syafaat, menurut bahasa adalah mediasi atau perantara. Seseorang yang mendapatkan syafaat berarti mendapatkan upaya mediasi dari pemberi syafaat dalam perhitungan amal perbuatan di akhirat kelak. Satu-satunya pemberi syafaat agung, menurut Ibnu Katsir, tiada lain hanyalah Rasulullah SAW seorang dengan izin Allah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
DetikJabar melansir berita ini dan menyebutkan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Cianjur masih mencari siapa kiai dan habib yang dimaksud dalam video Gus Ubad tersebut.
Soal kata 'meminta', tidak ada kejelasan lebih detail. Baik sangkanya adalah meminta kiai itu menceraikan istrinya, lalu mantan istrinya itu dijadikan istri oleh sang habib dari Yaman.
Jika demikian soalnya, bagaimana Islam memandang hal tersebut berdasarkan teks hadits?
Syahwat kepada Perempuan
Al-Quran surat Ali-Imran ayat 13 berkisah tentang kemampuan seseorang dalam mengambil hikmah dari setiap peristiwa. Yang jadi contoh dalam ayat tersebut adalah peristiwa Perang Badar. Sayangnya, kemampuan mengambil hikmah itu dapat dengan mudah terhalangi.
Pada ayat 14, penghalang-penghalang itu disebutkan:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ وَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ ١
"Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik."
Situs quran.nu.or.id memuat tafsir ayat tersebut, bahwa Allah menepis kekeliruan orang-orang kafir yang menganggap istri, anak, harta benda, dan lain sebagainya adalah tujuan hidup. Memang muslim pun tidak dilarang untuk meraih semua itu, namun diingatkan bahwa itu bukan tujuan utama.
Perihal Pernikahan
Menikah adalah mengikat janji kepada Allah SWT bahwa seorang lelaki dan perempuan akan hidup bersama dalam aturan-aturan yang ditetapkan oleh-Nya.
Bagi seorang muslim, pernikahan adalah sesuatu yang halal yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Di dalam khotbah-khotbah pernikahan, sering disebutkan hadits tentang Rasulullah menikah:
"Demi Allah, akulah orang yang paling takut kepada Allah dan orang yang paling bertakwa kepadanya. Tetapi, aku puasa dan berbuka, aku shalat tapi juga aku tidur, dan aku menikahi perempuan. (Itulah sunnahku) siapa yang tidak suka dengan sunnahku, bukan umatku."
Menikah juga menjaga nasab seseorang dari kerancuan seksual, sebagaimana kerancuan yang dilakukan oleh orang-orang Arab pada masa jahiliah yang mengenal sistem perkawinan poliandri di mana satu perempuan menikah dengan banyak lelaki.
Sebaliknya, di dalam Islam dikenal poligami, di mana seorang lelaki boleh menikah dengan empat perempuan. Namun, syaratnya berat, yaitu harus bisa berlaku adil dalam distribusi nafkah, tempat tinggal, serta kasih sayang.
Menghindari Perceraian
Menikah dengan sistem pernikahan yang adil di mana kedua pihak, istri dan suami saling memuliakan akan menjauhkan pernikahan dari perceraian. Bercerai, memang hal yang dihalalkan di dalam Islam. Akan tetapi, perceraian kurang disukai Allah SWT sebab hal itu memutuskan silaturahmi antar sesama muslim.
Situs mahkamahagung.go.id mengutip hadits tentang perceraian. Bahwa meski halal, Allah tidak suka kepada talak atau perceraian itu:
"Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah adalah talak (cerai)"(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Jika bercerai dengan sendirinya saja tidak disukai Allah SWT, apalagi seorang lelaki meminta suami-istri bercerai untuk bisa menikahi mantan istrinya itu.
Derajat Haram
Situ NU Online menyebutkan bahwa segala upaya yang dilakukan demi mengganggu keutuhan rumah tangga orang lain adalah haram.
Dasarnya, adalah hadits tentang khitbah atau bertunangan. Seorang perempuan yang telah menjadi tunangan seorang lelaki, tidak boleh diserobot oleh lelaki lain. Apalagi jika telah menikah, berumah tangga, dan hidup dalam sakinah, mawaddah, rahmah.
"Barangsiapa yang merusak hubungan seorang istri dengan suaminya, maka orang tersebut bukanlah termasuk golongan kami (kata Rasulullah SAW)," (H.R. An-Nasai).
(yum/yum)