Jalan Braga, Kota Bandung akan diujicoba bebas kendaraan setiap akhir pekan. Wacana ini rencananya bakal di mulai pada awal Mei 2024, sebagai upaya untuk menekan kemacetan di kawasan pusat wisata tersebut.
Tapi di balik wacana ini, ada kekhawatiran yang sedang dirasakan para pemerhati bahasa. Pasalnya, Pemkot Bandung lebih pede menamai wacana Braga Bebas Kendaraan dengan istilah asing berupa Braga Free Vehicle.
Guru Besar Linguistik Universitas Padjajaran (Unpad) Cece Sobarna mengatakan, Badan Bahasa sudah mengamanatkan 3 hal dalam upaya melestarikan Bahasa Indonesia. Menurutnya, regulasi pun sudah jelas supaya Bahasa Indonesia diutamakan untuk penamaan suatu produk apapun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ini pemerintahnya yang kurang serius, setengah hati. Kan sudah jelas tageline Badan Bahasa, utamakan Bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasasi bahasa asing. Ini masalahnya di mental pemerintah kita, pengen terlihat keren tapi malah menyampingkan upaya untuk melestarikan Bahasa Indoensia," katanya saat berbincang dengan detikJabar.
Menurut Cece, pemerintah harus tetap mendudukan Bahasa Indonesia sebagai media komunikasi utama kepada masyarakatnya. Setelah itu, ia tidak mempermasalahkan jika penjenamaan suata produk apapun diikuti oleh bahasa asing.
"Kita harus mengedepankan bahasa sendiri dulu, di bawahnya supaya adil silakan kalau mau ada Bahasa Inggris. Misalnya 'Hari Bebas Kendaraan', di bawahnya 'Car Free Day', apalagi ditambah Bahasa Sunda mah lebih bagus, jadi ada 3 bahasa. Karena kenapa, setiap bahasa itu kan memiliki fungsinya, sok difungsikan dengan baik," ucap Cece.
"Jadi kalau saya lihat, regulasi itu hanya sebatas tulisan di atas kertas, implementasinya setengah hati. Yang penting sekarang mah implememtasi di lapangan, sejauh mana pimpinan daerah punya kanyaah kepada budaya sendiri," tuturnya menambahkan.
Selain Braga Free Vehicle, Pemkot Bandung dalam waktu dekat bakal melakukan wacana baru di lingkungan Balai Kota Bandung. Setiap Jumat, kawasan yang menjadi kantor Wali Kota Bandung itu akan bebas kendaraan dan diberi penjenamaan dengan istilah Friday Car Free.
Cece mengaku tidak anti dengan bahasa asing. Tapi sebagai upaya pelestarian Bahasa Indonesia, bahkan bahasa daerah, pemerintah harus ikut mengedukasi kepada masyarakatnya mengenai tatanan bahasa yang baik di ruang publik.
"Intinya mah sekarang masih kurang serius, dalam menangani kebahasaan di ruang publik, kurang usaha yg sungguh-sungguh. Karena dalam hal ini, sebagian besar masyarakat kan belajar bahasa dari lingkungan. Berarti (pemerintah) sudah mengajarkan yang tidak benar," kata Prof Cece.
"Jelas ini mengkhawatir. Apalagi sosialiasi, branding, harus dikenalkan terus Bahasa Indonesia sama pemerintahnya. Boleh global, tapi kan jatidiri mah tetap harus kuat. Jadi kedepankan dulu Bahasa Indonesia-nya," pungkasnya.
(ral/mso)