Pemerintah Kota Bandung berkehendak menetapkan aturan lalu lintas di Jalan Braga, jalan bersejarah yang panjangnya kurang dari 1 kilometer itu. Jalan Braga dinilai terlalu padat oleh kendaraan. Karenanya, pada setiap akhir pekan, yakni Sabtu-Minggu, kawasan itu akan disterilkan dari kendaraan.
Upaya pengaturan kendaraan yang melintas ke kawasan tersebut barangkali bukan sekali ini saja. Di masa lalu, pernah dimungkinkan pula terjadi. Terutama, larangan melintas bagi keretek atau pedati, juga kendaraan yang biasa digunakan rakyat pada tahun 1980-an.
Peristiwa tentang pengaturan lalu lintas di Jalan Braga direkam dalam lagu gubahan maestro degung kreasi, Nano Suratno atau yang termasyhur dengan nama Nano S.
Nano, pada tahun menulis lagu berjudul "Jalan Braga" dan mengaransemen musiknya berupa degung kreasi, sejenis wanda anyar yang berpijak pada degung klasik, namun dengan penataan musik yang lebih "pop".
Lagu itu populer setelah dinyanyikan Nining Meida, lalu oleh penyanyi lain, seperti Hetty Koes Endang. Namun, antara yang dinyanyikan oleh Nining Meida dan Hetty Koes Endang, ada perbedaan pada sejumlah baris dalam lirik lagu tersebut. Yang dinyanyikan Hetty, lebih "diperhalus" diksinya.
Sepintas Jalan Braga
Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Herman W Daendels memerintahkan Bupati Bandung, Wiranatakoesoemah (1810) untuk memindahkan ibu kota dari Dayeuhkolot ke dekat Alun-alun Bandung sekarang.
Pembangunan kota pun dimulai. Studi berjudul "Pemberdayaan Jalan Braga Sebagai Kawasan Arsitektur Kolonial Tropis Bandung" yang ditulis Sugiri Kustedja, Anggota Bandung Heritage Society & Anggota pendiri ICOMOS Indonesia, UNESCO menyebutkan, kemudian pada tahun 1856, Bandung ditetapkan sebagai ibu kota residensi Priangan.
Dengan penetapan itu, warga Eropa mulai menempati daerah di sekitar Alun-alun. Tak terkecuali, di sekitar Karrenweg (Jalan Pedati, Jalan Braga saat ini) yang dahulu hanya berupa jalan becek perlintasan pedati pengangkut kopi dari gudang kopi di Balai Kota Bandung saat ini ke Jalan Raya Pos.
Pada tanggal 18 Juni 1882, dibentuk "Braga Theater Club". Diduga berawal dari periode ini mulai disebut-sebut Bragaweg atau Jalan Braga. Di samping banyak diskusi lain mengenai penamaan jalan ini.
Di Jalan Braga, lalu dibangung pertokoan. Dimulai dengan toko amunisi dan senjata api milik Hellerman pada tahun 1894, selanjutnya pada tahun 1899, toko serba ada pertama di Bandoeng "de Vries" dibuka.
Sugiri Kustedja menyebutkan, secara lambat tetapi pasti, jalan ini menjadi "Het meest Europeesche Winkelstraat van Indie" atau jalan bisnis Eropa yang utama di Hindia-Belanda.
Tentu saja, barang-barang yang dijual hanya terjangkau oleh orang-orang berduit. Kecuali itu, dalam perkembangannya, jalan yang "berbau" Eropa ini juga punya mitos sangat rasialis dengan tidak mengizinkan pribumi melintas.
Terlempar ke zaman kita, Jalan Braga tetap dengan bangunan-bangunan yang bersejarah di sisi kiri dan kanannya. Sebagian gedung-gedung itu kini dipakai pertokoan, mal, hingga tempat hiburan malam. Namun, nuansa mewah tetap terasa di kawasan ini.
Potret kemewahan itu yang dipotret Nano S di dalam lagunya, Jalan Braga. Bahwa rakyat biasa hanya bisa berdiri bulu kuduk melihat harga-harga barang yang mahal di toko-toko di area tersebut.
Nano Suratno
Nano Suratno atau Nano S, lahir di Garut, Jawa Barat, 4 Apil 1944 dan meninggal di Bandung, 29 September 2010. Dia adalah seniman musik yang mencurahkan sebagian besar hidupnya untuk kesenian dan kebudayaan Sunda.
Dalam berkesenian, dia terpengaruh oleh Mang Koko atau Koko Koswara, seniman, pendidik, dan maestro karawitan. Aloisia Yuliana YW dalam studi yang dimuat Jurnal Paraguna, 2019 menyebutkan bahwa Nano adalah agent of change dalam degung.
"Nano sejak sekolah sudah menunjukkan bakatnya dalam bidang karawitan Sunda, baik dalam vokal maupun memainkan alat. Swindells mengkategorikan degung Nano sebagai degung kawih, meskipun dari kreativitas yang ditawarkan secara musikal sudah merujuk pada degung kreasi. Oleh karena itu, Nano sebagai agen perubahan dalam gamelan degung secara tidak langsung dianggap sebagai pintu kreativitas bagi generasi penerusnya," tulis Aloisia.
Dalam penulisan lagu, Nano S banyak menggubah lagu bertemakan cinta, utamanya cinta yang bertepuk sebelah tangan. Nano memang terbiasa tulis-menulis, sehingga ketika dia terinspirasi untuk membuat lagi dari obrolan dengan teman atau dengan mengamati peristiwa keseharian, dia buru-buru menuliskannya.
"Hampir setiap hari dicobanya menulis puisi dalam bahasa Sunda yang temanya sudah pasti seputar cinta, terutama cinta yang tak bersambut, hingga sekali waktu tahun 1963 puisinya yang berjudul Gogoda dimuat dalam surat kabar Kujang di Bandung," tulis Aloisia.
Selain lagu "Jalan Braga", tentu banyak lagu lain yang dia ciptakan seperti yang berjudul Kalangkang, Anjeun, Surat Ondangan, Tibelat, termasuk lagu Potret Manehna.
Lirik Lagu "Jalan Braga" dan Artinya
Lirik lagu ini ditranskripsi dari lagu yang dinyanyikan Nining Meida, dengan nuansa musik degung kreasi, dikutip dari akun YouTube Release-Topic:
Jalan Braga jalan intelek
tidak boleh masuk keretek
becak roda bemo honda jalanna muter
ber datang ti kaler dur kaburu lieur
(Jalan Braga, jalan intelek
tidak boleh masuk keretek
becak, roda, bemo honda jalannya memutar
ber datang dari utara dur keburu pusing)
Jalan Braga tetep teu robah
teu galideur tahan sajarah
gunta ganti henteu niru cara nu sejen
tuh jalan nu paten hey jalan konsekwen
(Jalan Braga tetap tidak berubah
tidak goyah tahan sejarah
tidak gonta-ganti meniru jalan lain
tuh jalan yang paten, hey jalan konsekuen)
Jalan Braga tempat shoping jalma gede
soal harga itu mah soal sepele
tongtonan nu gratis pamer mode nu gareulis
tembong pingping tembong kutang nu nenjokeun panas tiris
(Jalan Braga tempat belanja orang gedean
soal harga soal sepele
tontonan gratis pamer mode perempuan cantik
kelihatan paha, kelihatan kutang yang nonton panas-dingin)
Jalan Braga mobil plat beureum
ngantay parkir emasna reunceum
tahan harga jaga gengsi meuli tarasi
duh kukurilingan hei teu beubeunangan
Baca juga: Lirik Lagu Teteh Doel Sumbang dengan Artinya |
(Jalan Braga mobil pelat merah
beruntun parkir [orang mengenakan] emas yang berkilauan
tahan harga jaga gengsi, mana mungkin beli terasi
duh keliling tapi tidak dapat apa-apa)
Jalan Braga, Gedong Merdeka
lempeng ngaler ka bale kota
anu ulin nu balanja loba ngagaya
duh nenjo hargana yey kabina-bina
(Jalan Braga, Gedung Merdeka [Socoetein Condordia]
lurus ke utara ada balai kota
yang nongkrong, yang belanja, banyak gaya
pas lihat harga, ih bikin kaget)
Jalan Braga jalan gede ti baheula
beuki dieu karasa tambah heureutna
pangwangunan gedong teu saimbang jeung jalanna
nu laleutik pada nyisi nu beruang pada untung
(Jalan Braga jalan besar dari dulu
semakin ke sini makin terasa sempit
pembangunan gedung tak seimbang dengan jalan
orang kecil semakin terpinggir, yang berduit makin untung)