Fenomena kawin kontrak kembali membetot perhatian publik. Terbaru, fenomena itu terungkap setelah polisi menangkap dua perempuan yang dijual dengan tarif ratusan juta Rupiah dengan modus kawin kontrak di Kabupaten Cianjur.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar buka suara terkait fenomena kawin kontrak tersebut. Sekretaris MUI Jawa Barat Rafani Achyar mengatakan, kawin kontrak tidak sesuai dengan esensi pernikahan yang dianjurkan oleh agama.
"Kawin kontrak tidak sesuai dengan esensi pernikahan ya, namanya kontrak. Sementara nikah menurut syariah itu kan hidup selamanya dan tujuan pernikahan itu membangun keluarga, mendapatkan keturunan, membangun pondasi kehidupan masyarakat kan dari keluarga. Sementara kontrak kan terbatas," kata Rafani, Jumat (19/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rafani mengungkapkan, kawin kontrak memiliki dampak sosial yang besar khususnya bagi perempuan dan anak yang dilahirkan dari hubungan tersebut. Kawin kontrak menurutnya juga tidak memiliki legalitas hukum.
"Dampak sosialnya juga besar itu, jadi namanya orang kawin kontrak jadi martabat kehormatan yang bersangkutan rusak dengan sendirinya, apalagi wanita, kemudian kalau punya anak, bermasalah juga dari sisi legalitas hukumnya," ujarnya.
"Kan nggak ada surat-surat, surat nikah, kalau punya anak dari mana (pendataannya), berdampak pada masa depan anak," lanjutnya.
Rafani menyebut, kawin kontrak terjadi karena masalah ekonomi yang jadi faktor utamanya. Selain ekonomi, nominal yang cukup besar juga menggiurkan bagi pelaku kawin kontrak.
"Pada umumnya yang melakukan kawin kontrak karena tekanan ekonomi atau tergiur dengan nominal. Jadi ini sebuah pandangan yang harus diluruskan apalagi di era pragmatisme sekarang, yang penting keinginan terpenuhi itu yang harus diubah," tegas Rafani.
MUI sendiri diketahui telah mengeluarkan fatwa haram terhadap fenomena kawin kontrak. Meski begitu, hingga sekarang kawin kontrak masih eksis dan banyak terjadi di kawasan Cianjur dan Bogor.
Karena itu, Rafani meminta semua pihak untuk turun tangan mencegah kawin kontrak. Dia menegaskan, perlu adanya penegakkan hukum yang ketat agar kawin kontrak tidak lagi terjadi.
"Penegakkan hukum ya, kan perkawinan diatur oleh undang-undang, kawin kontrak tidak dikenal dalam undang-undang, harusnya pelanggaran dan seharusnya pemerintah hadir untuk penegakkan hukum disamping sosialisasi kepada masyarakat yang harus digencarkan," tutup Rafani.
(bba/mso)