Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cianjur mencatat selama tiga tahun terakhir terdapat tiga kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok kawin kontrak. Korbannya pun rata-rata merupakan gadis berusia belasan tahun.
Ketua Harian P2TP2A Kabupaten Cianjur Lidya Indayani Umar, mengatakan setiap tahun, pihaknya mendapatkan satu laporan TPPO atau trafficking berkedok kawin kontrak.
"Pada 2022 ada satu kasus, pada 2023 satu kasus, dan di tahun ini juga ada satu kasus yang sampai berhasil diungkap oleh Polres Cianjur. Jadi selama 2022-2024 ini total ada tiga kasus yang kami terima laporannya," kata dia, Rabu (17/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya praktik kasus kawin kontak tersebut diduga marak terjadi, data yang terutamanya sebatas yang membuat laporan.
"Jadi seperti fenomena gunung es, dipermukaan atau yang lapor itu hanya sedikit. Sedangkan praktiknya di lapangan kemungkinan sangat banyak," ucap dia.
Menurutnya dari tiga kasus yang masuk tersebut, korban trafficking berkedok kawin kontrak tersebut didominasi gadis berusia belasan tahun.
"Usianya beragam, ada yang 17 sampai 19 tahun. Bahkan ada yang masih status pelajar. Ini memang jadi fenomena yang memprihatinkan," kata dia.
Lidya menambahkan, para korban kebanyakan dijebak oleh para mucikari, dimana awalnya ditawarkan untuk bekerja namun pada akhirnya dijajakan kepada pria asal Timur Tengah.
"Awalnya diajak main kemudian ditawari kerja, tapi ternyata malah dijual dengan modus kawin kontrak selama beberapa bulan," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, RN (21) dan LR (54), dua mucikari kawin kontrak ditangkap polisi. Pada pelaku ternyata juga menjajakan gadis yang masih berstatus pelajar ke pria Timur Tengah hingga India.
Bahkan para korban dijajakan dengan modus kawin kontrak selama libur sekolah untuk menghindari kecurigaan orangtua gadis belia tersebut.
Kasatreskrim Polres Cianjur AKP Tono Listianto, mengatakan kedua pelaku sudah beroperasi sebagai mucikari kawin kontrak sejak 2019, dimana korbannya diduga sudah cukup banyak.
Dia menuturkan dalam sekali transaksi, pelanggan diharuskan menyiapkan mahar mulai dari Rp 30 juta hingga Rp 100 juta. Uang tersebut nantinya dibagi dua antara korban dan pelaku.
"Uang mahar itu langsung diambil setelah Ijab kabul. Kemudian langsung dibagi dua. Khusus untuk korban, uangnya itu juga dipotong bayar saksi, wali, dan penghulu palsu," ucapnya.
Atas perbuatannya, kedua perempuan itu dijerat dengan Pasal 2, Pasal 10, dan pasal 12 Undang-undang RI Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.
"Kedua pelaku terancam hukuman kurungan penjara maksimal 15 Tahun," ucap dia.