Fenomena turunnya kawanan monyet ekor panjang ke permukiman warga di Kota Bandung membuat geger beberapa waktu lalu. Banyak spekulasi muncul dengan fenomena tersebut, termasuk pernyataan yang menyebut monyet ekor panjang kini semakin langka.
Hal itu diungkapkan Ahli ekologi dan spesialis mamalia satwa liar, Agung Ganthar Kusumanto, yang merupakan alumnus Biologi Institut Teknologi Bandung (ITB). Agung memprediksi peristiwa turunnya kawanan monyet itu menjadi penanda kelangkaan monyet ekor panjang.
Agung mengatakan, turunnya monyet ekor panjang ke permukiman warga di kota disebabkan oleh rusaknya habitat. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan mamalia semicosmopolis yang hidup di sekitar riparian (tepian) sungai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kata semi berarti mereka dapat tinggal di kawasan permukiman, tepatnya di daerah yang sering memberikan mereka makanan, seperti pada tempat wisata, perbatasan hutan, dan daerah dengan pengelolaan sampah organik yang kurang baik," ujar Agung, Senin (11/3/2024).
Karena itu, Agung mengugkapkan, jika habitat asli kawanan monyet masih ada dan terjaga dengan baik, kecil kemungkinan monyet bakal mendekat ke area manusian. Selain itu, Agung juga menuturkan jika monyet termasuk hewan yang cepat belajar.
"Monyet jenis ini termasuk hewan yang dapat belajar cepat," katanya.
Lebih lanjut, Agung menjelaskan, habitat asli monyet ekor panjang rusak karena faktor cuaca. Intensitas hujan yang tinggi akhir-akhir ini menjadi kemungkinan penyebab utama air sungai meluap dan merusak habitat mereka.
"Kebiasaan hidupnya yang dapat berdampingan dengan manusia, termasuk dalam hal makanan, membuat satwa liar ini mempertahankan hidup dengan cara berpindah dan bertahan hidup di permukiman," paparnya
Selain itu, alih fungsi hutan yang banyak dilakukan di Indonesia juga membuat berkurangnya lahan habitat monyet ekor panjang. Ketika monyet mengetahui habitat asli mereka telah rusak, dengan cepat mereka menemukan habitat lain yang sejenis.
"Namun, kurangnya jumlah kawasan hutan di Indonesia membuat monyet ekor panjang berpindah ke pemukiman manusia," tuturnya.
Masih kata Agung, habitat monyet ekor panjang yang rusak dapat berdampak pada kelangkaan satwa liar ini. Menurutnya, setiap makhluk hidup saling hidup berdampingan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
Sehingga, jika terjadi kerusakan pada ekosistem, maka rantai ekosistem juga turut rusak dan berdampak pada langka bahkan punahnya makhluk hidup apabila tidak dapat bertahan hidup di ekosistem baru.
Tidak hanya itu, kelangkaan monyet ekor panjang di alam juga dapat disebabkan oleh aktivitas perburuan liar. Agung mengungkapkan, manusia cenderung berburu induk satwa liar untuk diambil anaknya. Biasanya anak satwa liar dijual secara illegal. Fenomena yang sering dijumpai di Indonesia yakni pertunjukan topeng monyet.
"Munculnya monyet ekor panjang di permukiman manusia semakin meningkatkan peluang perburuan liar. Hal ini akan berdampak pada penurunan jumlah populasi hewan tersebut atau kelangkaan dalam jangka pendek," tegas Agung.
(bba/mso)