Hal itu dampak dari pergerakan tanah yang merobohkan delapan rumah dan satu sekolah dasar. Peristiwa itu terjadi sejak 19 Februari lalu dan terus memburuk sampai saat ini.
Sebanyak 48 kepala keluarga atau sekitar 192 jiwa mengungsi ke islamic center Masjid Agung Cibedug yang berjarak sekitar satu kilometer dari lokasi pergerakan tanah terjadi. Di pengungsian hanya ada wanita, lansia, serta anak-anak.
Sementara para pria, ditugasi untuk memantau keamanan dan kondisi kampung dari pergerakan tanah yang terus terjadi. Berbekal senter dan sarung, bapak-bapak itu dalam mode waspada.
"Iya untuk bapak-bapak dan pemuda itu jaga di kampung (Cigombong), soalnya pergerakan tanah itu terus terjadi. Makanya harus dipantau," kata Kepala Desa Cibedug, Engkus Kustendi saat ditemui di pengungsian, Kamis (29/2/2024) malam.
Jumlah rumah yang terdampak serta terancam pergerakan tanah diprediksi bakal terus bertambah. Termasuk jalan yang rusak akibat bencana yang baru pertama kali terjadi itu.
"Sekarang yang rusak 8 rumah dan 1 sekolah, terancam 47 rumah. Itu pasti bertambah terus, karena sampai sekarang masih terjadi (pergerakan tanah)," ujar Engkus.
Kampung Cigombong kini jadi zona merah bencana. Warga dilarang mendekat, salah satunya dengan pemasangan tanda dilarang masuk menggunakan kursi dan bambu yang dipalang menuju lokasi kejadian
"Sekarang jadi zona merah atau zona terlarang, tidak boleh ada yang mendekat karena berbahaya. Untuk warga yang laki-laki memang jaga di sana, tapi di titik yang amannya," ucap Engkus. (orb/orb)