Ketua Kabinet KM ITB Muhammad Yogi Syahputra mengatakan, berdasarkan laporan yang ada, sebanyak 120 mahasiswa memiliki tunggakan UKT dan terancam tidak bisa mengikuti perkuliahan sebelum melunasi tunggakan tersebut.
"Tunggakan itu coba kami selidiki ada yang beberapa juta, puluhan bahkan sampai ratusan juta sehingga orang tua mereka itu terancam harus menjual aset dan sebagainya dan banyak orang tua yang kemudian gajinya memang nggak menyanggupi membayar tunggakan UKT yang banyak itu," kata Yogi saat diwawancarai, Sabtu (27/1/2024).
Atas permasalahan itu, Yogi mengungkapkan, ITB kemudian memberi solusi dengan salah satunya menawarkan skema pembayaran UKT dengan cara dicicil via pinjol. Adapun pinjol yang dimaksud ialah Dana Cita, platform pembiayaan di bidang pendidikan.
Namun, dengan menggunakan pinjaman online itu, mahasiswa justru harus membayar jauh lebih banyak ketimbang besaran UKT, yakni Rp12,5 juta meski bisa dicicil selama 12 bulan.
"Kemudian ITB mencoba memberi solusi dengan salah satunya pinjaman online melalui Dana Cita yang kemudian kami selidiki, memang bisa memberikan bantuan dana sesuai UKT ITB, Rp12,5 juta dengan pembayaran Rp15,5 juta yang dibayarkan 12 bulan kemudian," ujarnya.
Karena itu, Yogi dengan tegas menyatakan KM ITB menolak adanya pemberian pinjaman dana untuk pembayaran UKT via pinjol tersebut. Menurutnya, tidak selayaknya masalah ini dikomersilkan.
"KM ITB memiliki sikap bahwa kami menolak segala bentuk komersialisasi akan mekanisme pembayaran UKT yang mana seharusnya ini jadi hak dasar mahasiswa. Kita selalu dibilang oleh kakak tingkat kami, tidak ada sejarahnya ITB tidak membolehkan mahasiswa kuliah karena masalah finansial," tegas Yogi.
"Baru kali ini terjadi dan maka dari itu KM ITB menolak dengan tegas," imbuhnya.
Lebih lanjut, Yogi mengungkapkan jika solusi yang ditawarkan ITB dengan menggandeng platform pinjaman online justru semakin memperberat beban mahasiswa yang memiliki kendala finansial.
"Mereka itu gabisa bayar karena ga punya uang, tapi solusinya itu bukan dalam bentuk kemudian memberikan pinjaman dan secara jumlah jadi tambah banyak, itu saya rasa solusi yang salah," pungkasnya.
Sebelumnya, ITB telah buka suara terkait polemik skema pembayaran via pinjol ini. Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Naomi Haswanto mengatakan, mahasiswa diwajibkan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara penuh sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020.
Adapun kata dia, mahasiswa yang diterima masuk ITB melalui jalur SNBP dan SNBT, harus membayar UKT yang terbagi dalam lima kategori yakni UKT 1 (Rp 0) sampai UKT 5 (tertinggi) dan mahasiswa dari Seleksi Mandiri harus membiayai pendidikan secara penuh.
"ITB tidak memberikan subsidi biaya pendidikan bagi mahasiswa yang diterima melalui jalur IUP dan SM-ITB, kecuali bagi mahasiswa SM-ITB pemegang Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang berasal dari SMA/MA di wilayah 3T," kata Naomi, Jumat (26/1/2024).
Untuk membayar UKT itu, Naomi menjelaskan ITB menyiapkan beberapa opsi pembayaran, seperti via bank, layanan virtual account, kartu kredit, hingga via lembaga non bank khusus pendidikan, yang sudah terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Lembaga non bank itulah yang sepertinya adalah platform Dana Cita. Berdasarkan penelusuran detikJabar, fintech Danacita yang bekerjasama dengan ITB telah resmi terdaftar di OJK dengan nomor surat tanda berizin KEP-68/D.05/2021 per tanggal 2 Agustus 2021.
"Khusus bagi mahasiswa yang mengalami kendala pembayaran UKT, ITB melalui Direktorat Kemahasiswaan ITB menyediakan prosedur pengajuan keringanan UKT dan Cicilan UKT pada setiap semester bagi mahasiswa," katanya.
Menurutnya, 1.800 mahasiswa pada Desember 2023 telah mengajukan keringanan pembayaran UKT dimana 1.492 orang diberi keleluasaan untuk mencicil Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP), 184 orang diberi kebijakan penurunan UKT satu semester, dan 124 orang diberi penurunan UKT secara permanen.
Naomi mengungkapkan, jika tidak melunasi UKT atau BPP semester I 2023/2024, mahasiswa tidak akan tercatat pada PD Dikti karena tidak mengisi Formulir Rencana Studi (FRS). Namun mahasiswa bisa mengajukan cuti agar dibebaskan dari tagihan BPP.
"Mahasiswa tidak mengajukan cuti akademik, status kemahasiswaannya pada PD Dikti akan tercatat tidak aktif sehingga masa studi tetap dihitung dan membayar 50% BPP sesuai ketentuan. Seluruh mekanisme administrasi akademik dan keuangan yang diuraikan di atas telah diatur secara rinci melalui Peraturan Rektor ITB," paparnya. (bba/mso)