Keluh Kesah Ojol Bandung soal Potongan Setoran dan Orderan Fiktif

Keluh Kesah Ojol Bandung soal Potongan Setoran dan Orderan Fiktif

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Senin, 22 Jan 2024 17:49 WIB
Sejumlah massa Driver Ojek Online (Ojol) Grab melakukan demo di Grab Office Bandung Paskal Blok F 35-37, Jalan Pasir Kaliki, Cicendo, Kota Bandung.
Sejumlah massa Driver Ojek Online (Ojol) Grab melakukan demo di Grab Office Bandung Paskal Blok F 35-37, Jalan Pasir Kaliki, Cicendo, Kota Bandung. Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar
Bandung -

Rohana (46), salah seorang ojek online (ojol) ikut aksi di depan kantor Grab Offcie Bandung, Senin (22/1/2023). Rohana mengungkapkan keluh kesahnya menjadi seorang ojol.

Pria asal Ujungberung, Bandung itu sehari-hari menggantungkan hidupnya dan keluarga, dari ojek online. Terhitung sudah lima tahun bermitra sejak 2019, ia mengaku merasa dipersulit dan penghasilan yang didapatkan tak lagi sebanyak dulu. Banyak hal yang ingin ia sampaikan, hingga ia rela tak narik demi ikut demo hari ini.

"Jadi saya mau menyuarakan terutama masalah double order. Ada sistem double order, tapi kalau di Grab itu double resto juga. Kalau kita dapat dua orderan, kita harus ambil dari dua restoran yang berbeda. Ini cukup merepotkan, sistem pendapatannya pun nggak jelas, dan saya sering dapat komplain," kata dia saat ditemui.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Misalnya orderan yang pertama tinggal ngambil, orderan yang kedua ini harus nunggu lama dan jaraknya pun lawan arah. Saya dikomplain karena orderannya lama, terus makanan sudah dingin gitu. Sudah biasa saya, sampai dapat bintang tiga kuga pernah," lanjutnya.

Hal ini pun tak hanya dialami Rohana, tapi juga sering terjadi pada Dian (45). Driver ojol asal Rancaekek, Kabupaten Bandung itu juga kerap mendapatkan double order di double resto. Ia pun mempertanyakan transparansi komisi yang didapatkannya.

ADVERTISEMENT

"Komisi narik saya itu dihitung dari jarak resto pertama ke resto kedua katanya, jadi misal saya ngambil ke restoran A dapatnya Rp8 ribu, restoran B dapatnya Rp8 ribu kan harusnya Rp16 ribu ya, ini hanya Rp11 ribu," ceritanya.

Tak hanya itu, ia pun mengaku keberatan dengan prosedur yang cukup panjang, saat akan mengajukan penukaran dana jika terjadi orderan fiktif. Katanya, ia salah satu driver yang kerap kali mendapat orderan fiktif dari oknum yang tidak bertanggung jawab.

"Saya sering dapat orderan fiktif ada berapa kali dari saya awal narik tahun 2020. Tahun 2022 awal lah, ada di restoran di Mekarwangi, saya anterin dimsum Rp250 ribu. Awalnya nggak curiga, tapi waktu dianter titiknya itu malah ke kuburan di Cibaduyut. Untungnya itu sore, itu salah satu modus penipuan nanti diminta nomor OTP. Untungnya saya sudah tahu modusnya," kata dia.

"Nah waktu itu lumayan cepet meski nunggunya seminggu lah karena nominalnya agak besar. Kita lampirkan bukti chatting, orderan, dan telepon. Sampai akhirnya baru-baru ini sistem berubah, orderan fiktif operasional di siang ke sore diberikan ke panti asuhan dengan bukti kuitansi bercap, kalau jam 22.00-00.00 WIB ke tunawisma. Begitu kami sudah lampirkan, itu masih ditolak jadi seperti dipersulit," lanjutnya.

Tekanan kerja yang tidak mudah ditambah dengan sistem yang rumit, membuat para driver berkeluh kesah. Meskipun begitu, mereka tetap berusaha bertahan sebab narik ojek menjadi penghasilan pertamanya. Hal ini diakui baik oleh Rohana maupun Dian.

"Kalau saya optimis aja karena meskipun sulit, rejeki nggak ada yang tahu. Saya juga ingin ada kerjaan dari pada nganggur. Jadi saya konsisten dengan satu akun ini, siapa tau nanti lama-lama penghasilan saya lebih bagus. Biasanya saya sehari dapat bersih Rp100-350 ribu, untuk biayai dua anak dan satu istri sebagai ibu rumah tangga," ucapnya.

Tuntutan Ojol

Sekadar diketahui, sejumlah massa Driver Ojek Online (Ojol) Grab melakukan demo di Grab Office Bandung Paskal Blok F 35-37, Jalan Pasir Kaliki, Cicendo, Kota Bandung. Menurut informasi, puluhan massa memasuki kawasan Paskal 23 dan sempat menggelar demo pada pukul 10.00 WIB, Senin (22/1/2024).

Pantauan detikJabar, setelah melakukan ishoma para demonstran kembali berorasi di depan kantor tersebut sekitar pukul 12.30 WIB. Demo ini menyita perhatian para pengunjung mall yang berlalu lalang. Aksi demo driver Ojol Grab ini digelar oleh Federasi Serikat Pekerja Transportasi Nusantara (FSTPN) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

Terlihat beberapa demonstran membawa benda STPN. Dikatakan oleh Ketua Pimpinan Daerah FSTPN KSPSI sekaligus Koordinator Demo, Ahmad Ilyas Prayogi para Driver Ojol Grab menyebut 10 tuntutan. Salah satu tuntutan yang menjadi garis besar yakni menyangkut tentang restrukturisasi anggota Grab Jawa Barat.

"Kami menuntut restrukturisasi atau rolling manajemen di kantor wilayah ini. Kami ingin audiensi dengan pihak Grab Jakarta karena ingin menyampaikan yang sebenarnya. Kami selama ini khawatir suara kami tidak sampai, karena di sini banyak permasalahan. Kami tidak benci dengan perusahaan, tapi kami ingin menyampaikan hal-hal yang ada di lapangan termasuk kode fiktif dan sistem putus mitra," kata Ahmad di lokasi demo.

Dikatakan olehnya bahwa mayoritas driver mengeluhkan adanya putus mitra sepihak dan potongan yang cukup besar. Mereka pun menyampaikan tuntutan agar KPPU melakukan evaluasi terkait kinerja perusahaan agar tidak terjadi monopoli.

"Jadi putus mitra itu seperti PHK, seharusnya kan ada pesangon gaji, nah kalau kami gaji tersimpan di dompet perusahaan. Tapi saat putus mitra, kami minta gaji dari dompet tersebut tidak mereka kembalikan. Katanya hanya diberikan jika driver meninggal, itu kan sistem yang aneh," ucapnya.

"Terus potongan 20%, kalau teman-teman suka pesan dari grab ada jasa layanan, kita mau transparansinya. Resto pun ada potongannya, itu aturan dari mana? Kami ingin jelas, harus transparan. Aplikasi ini kan diawasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) termasuk serikat juga untuk mengawasi kinerja yang dikhawatirkan ada monopoli dengan aturan sepihak," lanjutnya.

Kata Ahmad, belum lagi dengan banyaknya driver yang akunnya tersuspend atau diskors karena tidak dianggap tidak menggunakan atribut berkendara. Hal ini dianggap memaksa dan memberatkan sebab pembayaran harus dilakukan dengan tunai.

"Belum lagi dengan memaksa punya atribut, ada yang disuspend karena gapake atribut. Padahal mereka pakai, hanya saja beli second di toko online begitu. Awalnya kan perusahaan berikan seragamnya, sekarang harus beli dari perusahaan itu harganya Rp350 ribu kurang lebih dan harus cash. Ini kan memberatkan," kata dia.

Aksi demo pada pukul 15.30 berakhir dan para pendemo harus cukup puas dengan jawaban pihak Grab, yang mengaku perlu waktu sampai satu minggu ke depan. Sementara itu saat dikonfirmasi, Director of West Indonesia Grab Indonesia, Richard Aditya menanggapi bahwa aksi tersebut akan diselesaikan secara internal oleh pihaknya.

"Grab Indonesia menghargai kebebasan Mitra untuk menyampaikan pendapat dan aspirasinya, selama hal ini dilakukan secara tertib, damai dan tetap menghormati hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada Jumat lalu, perwakilan Grab juga telah memberikan informasi secara jelas dan lengkap atas masing-masing poin tuntutan yang diminta oleh perwakilan aksi hari ini," katanya melalui pesan email.

Sementara itu, Richard juga menanggapi terkait poin protes atribut dan pemutusan kemitraan kerja. Menurutnya, kewajiban pembelian atribut berupa jaket dan helm berstandar SNI untuk para Mitra Pengemudi Grab baru merupakan bagian dari kepatuhan terhadap Permenhub No 12 Tahun 2019.

Terkait pemutusan kemitraan yang sempat menuai protes, Richard mengklaim bahwa tindakan Grab didasari adanya pelanggaran yang dilakukan Mitra.

"Hal ini juga merupakan standar yang dilakukan di industri ride hailing. Untuk membantu Mitra Pengemudi, Grab secara rutin melakukan program potongan diskon dan juga bonus paket sembako sehari-hari," ucapnya.

"Sementara persetujuan putus mitra, hal itu telah dituangkan di dalam Kode Etik Grab, dan disetujui oleh setiap Mitra Pengemudi saat menandatangani perjanjian kemitraan dengan Grab Indonesia. Hal itu meliputi sanksi yang diberikan pada Mitra terkait atas pelanggarannya. Termasuk melepaskan sisa saldo dompet elektronik," lanjut dia.

Terakhir, Richard menyebut bahwa Grab selalu mematuhi peraturan perundangan yang berlaku dan menyediakan wadah bagi mitra untuk mengemukakan pendapat. Sehingga sebagai antisipasi adanya protes berkelanjutan, pihaknya terbuka akan masukan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada. "Termasuk melalui layanan Grab Support hingga diskusi langsung dengan komunitas Mitra Pengemudi," tutupnya.

(aau/sud)


Hide Ads