Alat tersebut bernama TeleCTG. Berupa piranti sederhana semacam stetoskop yang terkoneksi melalui aplikasi pada smartphone.
Salah satu penggagas, Abraham Auzan menjelaskan alat tersebut bekerja untuk mendeteksi tumbuh kembang janin. Alat itu juga bisa berfungsi untuk mengecek kondisi janin buruk yang berguna mencegah kurangnya gizi penyebab stunting.
"Sederhananya TeleCTG ini kami ciptakan untuk mendeteksi tumbuh kembang janin buruk, yang baru hadir di Indonesia, mungkin juga merupakan satu-satunya di dunia," ujar Auzan, saat diwawancara usai pemeriksaan kesehatan keliling di Desa Cintawargi, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang, Senin (15/1/2024).
Mekanisme penggunaan TeleCTG, kata Auzan, digunakan seperti pemeriksaan ibu hamil pada umumnya. Namun ditambah dengan pemeriksaan tanda vital kesehatan, lalu melakukan rekaman cardiotocografi dengan TeleCTG tersebut.
"Data yang direkam TeleCTG nantinya dari nakes yang memeriksa di lapangan, atau di pelosok desa, nantinya akan dikirimkan ke dokter spesialis di rumah sakit kota besar, melalui platform telemedicine, sehingga ibu hamil akan menerima data balasan terkait kondisi kehamilan, kondisi janin, serta kondisi gizi dalam kandungannya dalam waktu kurang lebih 20 menit melalui pesan whatsapp," paparnya.
Dengan hasil pemberitahuan tersebut, nantinya akan muncul saran, anjuran, untuk ibu dan kondisi janin jika terdapat kekurangan gizi maupun kondisi lainnya. Namun, jika janin dan ibu hamil dalam kondisi baik, tak akan ada balasan dari dokter-dokter ahli yang menerima rekam medis yang dikirim dari hasil pemeriksaan dengan alat TeleCTG tersebut.
"Intinya TeleCTG, semacam alat diagnosa cepat jarak jauh dari dokter spesialis kandungan terhadap rekam medis dari TeleCTG tersebut di lapangan," ucap Auzan.
Dengan demikian rekam medis TeleCTG dapat mendeteksi risiko dan faktor penyebab atau potensi stunting atau intra uterine pada ibu hamil secara cepat. Sehingga resiko terjadinya stunting dapat diantisipasi sejak masih dalam kandungan.
Auzan menuturkan, stunting di Indonesia masih berada di angka 21 persen. Sementara pemerintah sendiri menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen di tahun 2024. Hal itu menjadi salah satu dasar pihaknya menciptakan alat tersebut.
"Angka stunting masih berada di angka 21 persen, sementara pemerintah menargetkan turun di 14 persen tahun 2024. Ini perlu upaya percepatan, yang akhirnya memicu kami untuk menciptakan suatu terobosan terkait pencegahan stunting," kata dia.
Alat pendeteksi stunting itu juga dibawa Auzan saat melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap warga. Pemeriksaan kesehatan ini diinisasi oleh sekelompok dokter yang tergabung dalam Rabu Biru Untuk Indonesia (RBUI).
"Kami gelar bakti sosial pemeriksaan kesehatan rumah sehat keliling, selain peralatan medis lengkap, 10 empat dokter dan perawat, riantara tim kami juga ada apoteker, berikut obat-obatan yang dibawa, setiap lokasi kita targetkan 200 orang diperiksa," ucap Ketua Umum RBUI Henny Daeng Parani.
Dia menjelaskan, RBUI fokus pada tiga bidang kehidupan masyarakat, yakni kesehatan, pendidikan, dan pelestarian lingkungan hidup. Pihaknya juga turut mencegah meningkatnya angka stunting di tanah air.
"Terkait pencegahan stunting sendiri RBUI rutin melaksanakan pemeriksaan ibu hamil dari masa kandungan, sampai menciptakan alat TeleCTG seperti yang dijelaskan tadi, kami juga fokus memprogram penambahan gizi bagi ibu hamil dan menyusui, dari kandungan hingga usia 1.000 hari," pungkasnya.
(dir/dir)