Menandai pergantian semester, guru biasanya akan membagikan rapor pada seluruh siswanya. Rapor diberikan sebagai laporan penilaian kegiatan belajar selama satu semester.
Bagi orangtua yang baru menyekolahkan anaknya di jenjang SD, mungkin akan heran melihat tak ada lagi ranking di buku rapor. Karena di era pendidikan saat ini ranking emang tak lagi dicantumkan di dalam rapor siswa.
Namun mungkin banyak yang heran dan mempertanyakan, alasan tidak adanya ranking di rapor. Simak alasannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rapor Pendidikan adalah Indikator terpilih dari Profil Pendidikan yang merefleksikan prioritas Kemendikbudristek dan digunakan untuk menilai kinerja daerah dan satuan pendidikan. Rapor Pendidikan diperoleh dari perbandingan nilai indikator antar tahun.
Dilansir dari laman ditpsd.kemdikbud.go.id, menurut Permendikbud No 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan, penilaian hasil belajar memuat 3 aspek yaitu:
Penilaian Sikap yaitu kegiatan untuk memperoleh informasi deskriptif mengenai perilaku peserta didik di dalam dan di luar pembelajaran.
Penilaian Pengetahuan yaitu kegiatan untuk mengukur penguasaan pengetahuanpeserta didik.
Penilaian Keterampilan yaitu kegiatan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas tertentu
Ketiga aspek penilaian tersebut nantinya dijadikan sebagai laporan akhir penilaian guru terhadap hasil belajar peserta didik.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran dan kondisi satuan pendidikàn. Dalam menetapkan KKM, satuan pendidikan sebaiknya merumuskan secara bersama-sama kepala sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan lainnya
Lalu kenapa rapor tidak mencantumkan ranking?
Rapor tanpa ranking berarti satuan pendidikan dan guru menganggap setiap anak itu istimewa setiap anak dilahirkan memiliki potensi kecerdasannya masing-masing. Hal ini tidak akan mengurangi semangat belajar peserta didik, justru membuka kesempątan peserta didik dalam mengembangkan empati kepada temannya yang mengalami kesulitan saat mengikuti pelajaran tertentu.
Hal positif lainnya adalah peserta didik akan merasa menjadi bagian dari komunitas kelas yang setara dan sederajat tanpa melihat siapa yang mendapat ranking satu, dua dan seterusnya sehingga menghilangkan perasaan rendah diri.
(tya/tey)