Pertanian Kota dan Wajah DAS Cilimus yang Kian Berseri

Pertanian Kota dan Wajah DAS Cilimus yang Kian Berseri

Yudha Maulana - detikJabar
Sabtu, 09 Des 2023 16:28 WIB
Hasil panen Buruan Sae Kelurahan Pajajaran
Hasil panen Buruan Sae Kelurahan Pajajaran (Foto: ist/Dok Neni)
Bandung -

Warga Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung berhasil mengubah wajah DAS Cilimus yang mulanya kumuh dan bau menjadi berseri lewat pertanian kota (urban farming) yang inovatif. Bahkan aksi ketahanan pangan warga perkotaan ini menuai sorotan mancanegara.

Mata Neni (50) begitu jeli memperhatikan tiap helai daun dan tangkai pohon pepaya yang ditanam di atas ember. Sejurus kemudian, ia menyemprot dedaunan pepaya itu dengan cairan pestisida yang terbuat dari rendaman kulit bawang merah.

Selesai dengan pepaya, Neni kemudian beralih menyemprot kangkung yang ditanam dalam pipa hidroponik. Daun kangkung itu terlihat lebih segar, ketika disirami cairan pengusir serangga alami.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di lokasi yang sama, Dawini (36) dan Oneng (34) menanam biji sawit di atas papan penyemaian. Mereka juga memanfaatkan pupuk kompos dan cair dari olahan sampah sisa dapur, untuk membuat tanaman menjadi subur tapi lebih ramah lingkungan dan ekonomis.

Kebun yang dirawat Neni dan kawan-kawannya berada di atas DAS Cilimus yang membelah wilayah RW 03 dan RW 04 Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung.

ADVERTISEMENT

Kebun terapung itu ditopang kolom besi dan rangka baja seluas kurang lebih 250 meter persegi, di sana warga yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Buruan Sae Pajajaran membangun asa agar mandiri pangan di tengah terbatasnya lahan perkotaan.

Varietas pangan yang ditanam oleh KWT Buruan SAE pun beragam mulai dari caisim, sawi, kangkung, bayam, pepaya, jeruk nipis, tomat, kacang panjang, timun, bawang-bawangan dan tanaman lainnya. Ada juga tanaman herbal seperti sambiloto, bunga telang, mint hingga daruju yang terkenal berkhasiat.

Warga juga melakukan budi daya ikan lele dalam ember (budikdamber) yang bisa dipanen secara berkala sehingga bisa dijadikan sumber pangan alternatif untuk mencukupi kebutuhan gizi dari protein hewani. Warga yang tergabung dalam KWT membuat jadwal sehingga perawatan kebun terapung ini rutin dilaksanakan setiap hari.

Setiap kali panen, hasil perkebunan dimanfaatkan oleh anggota KWT yang merupakan warga sekitar. Sementara, sebagiannya dijual dengan harga yang lebih murah karena akses rantai pasok pangan yang lebih dekat.

"Biasanya saat mau panen diberitahu dulu di Whatsapp kita mau panen. Nah di situ warga pada pesan, kemarin pakcoi dijual per ikat dengan harga seikat Rp 5.000. Saking banyak yang pesan, ada yang sampai tak kebagian. Katanya caisimnya enak, pakcoinya enak," ujar Neni, salah seorang pengurus kebun terapung dari RW 03 Kelurahan Pajajaran.

Potret Agrowisata Urban Farming Kelurahan PajajaranPotret Agrowisata Urban Farming Kelurahan Pajajaran di atas DAS Cilimus (Rosyid/PKM Sentra)

Ia mengaku penjualan dari satu komoditas hasil panen bisa mencapai Rp 50 ribu - Rp 200 ribu. Hasil penjualan diputar kembali untuk modal tanam, dan sebagian lainnya disisihkan untuk kegiatan sosial warga, seperti pengajian atau pelatihan pemulasaraan jenazah.

Bibit-bibit yang ditanam warga berasal dari bantuan Pemkot Bandung, CSR BRI dan sebagian warga juga mencari bibit melalui platform e-commerce. Warga pun mendapatkan pendampingan tentang cara menanam dari penyuluh pertanian di Pemkot Bandung.

"Bagi warga sekitar yang mau bergabung dengan KWT Buruan Sae Pajajaran silakan saja, tidak ada syarat apa pun. Asal ada kemauan hayu. Sukarela untuk sosial," katanya.

Neni mengakui, ada sejumlah tantangan dalam mengurus kebun terapung ini. Salah satunya adalah mengatur sistem penyiraman tanaman.

"Kendala lainnya ya di penyiraman. Kita sudah beli alat semprot di online tapi kan kalau (debit) airnya kecil kan susah. Rencananya kita mau pasang torn, kalau di tempat yang tinggi mungkin aliran airnya lebih deras dan membuat waktu penyiraman menjadi lebih cepat juga," tuturnya.

Sementara ini, untuk menghadapi kendala tersebut Neni dan kawan-kawan menempatkan ember dan gayung di beberapa titik untuk menyiram tanaman.

"Rencananya kalau sudah ada torn, kita bisa pakai penyiraman dengan sistem tetes juga. Caranya kami sudah lihat di Youtube," katanya.

Manfaat dari kegiatan yang dilakukan KWT Buruan Sae Pajajaran dirasakan oleh Oneng. Pasalnya, ia bisa menyegarkan diri dari rutinitas hariannya sebagai pekerja di pabrik sepatu yang terletak di Jalan Aruna, Kecamatan Andir. Menurutnya bercocok tanam dan melihat berbagai macam jenis sayuran membuatnya lebih tenang.

"Manfaatnya jadi enggak jenuh, ada kegiatan di luar kerja. Kalau saya memang tidak tiap hari bantu di sini, tapi bisanya saat hari Sabtu saja atau weekend," tutur Oneng.

Sementara itu, Dawini mengatakan kegiatan bercocok tanam di kebun terapung bisa menjadi ajang untuk mengenalkan anaknya dengan dunia pertanian. Sebab, ia kerap kali mengajak buah hatinya untuk ikut menanam sayuran di Buruan Sae.

Penuaan usia petani patut menjadi perhatian bersama. Pasalnya, kegiatan produksi pertanian bila hanya dilakukan oleh generasi tua, maka lambat laun jumlah petani akan berkurang dari tahun ke tahun.

Pusat Riset Kependudukan BRIN mengungkapkan jumlah petani usia muda (15-24 tahun) mengalami penurunan lebih besar dibandingkan dengan jumlah petani usia tua.

Jumlah petani usia muda pada 2004 sebesar 5,95 juta menurun menjadi 5,02 juta pada tahun 2012 (BPS, 2005 dan 2013). Menurunnya minat pemuda terhadap sektor tani karena profesi petani dianggap tak menguntungkan dan tidak membanggakan.

"Ya saya harap anak-anak juga bisa belajar untuk menanam di Buruan Sae ini, makanya saya sering membawa anak saya ke sini dalam kegiatan KWT," tutur Dawini.

Dampak lainnya, ujar Dawini, kehadiran Buruan Sae juga membuat lingkungan tempat tinggalnya menjadi lebih asri, meski pun berada di area permukiman padat penduduk. Bau tak sedap yang kadang muncul dari Sungai Cilimus pun tak pernah lagi tercium.

"Sekarang (baunya) jadi ketutupan, jadi enggak bau. Alhamdulillah, terus hijau. Anak-anak senang main di sini, apalagi di sini ada pos ronda jadi mendukung untuk semua kegiatan masyarakat," kata Dawini.

Agrowisata di Tengah Kota

Langkah kaki Yusnia (28) perlahan saat menyusuri Kampung Berkebun di RW 04 Kelurahan Pajajaran. Di gang senggol itu ia terkesima melihat beragam tanaman wall gardening yang tergantung pada pagar hollow yang dipasang sejalur dengan DAS Cilimus sepanjang kurang lebih 200 meter dari mulai Jalan dr Djundjunan.

Dilihatnya di sana ada bawang merah, bawang daun, selada merah hingga aneka tanaman hias. Temaram lampu kuning yang dipasang di jalur kebun gantung, membuat kawasan ini layaknya destinasi wisata kekinian. Padahal Kampung Berkebun ini berada di tengah-tengah permukiman padat penduduk.

"Paling berkesan itu tanaman-tanamannya, saya warga Sukajadi tapi baru tahu di sini ada tempat wisata gratis. Lumayan untuk cuci mata melihat yang hijau-hijau," ujar Yusnia saat berbincang dengan detikJabar.

Potret Agrowisata Urban Farming Kelurahan PajajaranLorong wall garden di Agrowisata Urban Farming Kelurahan Pajajaran Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Di ujung lorong kebun gantung itu, terdapat sebuah demplot yang juga berada di atas lahan terapung. Terlihat di dalamnya ada alat untuk perkebunan hidroponik. Pengunjung pun disuguhkan dengan tani pekarangan yang dilakukan warga RW 04 di atas lahan terapung.

"Kebetulan tadi lagi jalan kaki, olahraga pagi. Penasaran lihat tulisan Kampung Berkebun, agrowisata gitu ya. Jadinya belok dulu ke sini, dan ternyata bagus banget," tuturnya menambahkan.

Lokasi kampung berkebun ini bisa diakses melalui Jalan dr Djudjunan, tepatnya di samping restoran Raja Sunda. Terlihat gapura megah berwarna biru bertuliskan 'Agro Wisata Urban Farming Kelurahan Pajajaran' menjadi penanda kawasan Kampung Berkebun RW 04.

Kehadiran Kampung Berkebun ini juga ditanggapi positif oleh warga. Neni (50), menyebut dengan adanya agro wisata gratis di daerahnya, ia tak perlu pergi jauh-jauh untuk berwisata.

"Kalau ibu harapannya sih, bisa berwisata di sekitar di rumah saja, healing murah dan gratis," ucapnya.

Urban Farming Naik Kelas hingga Dilirik Dunia

Kebun terapung dibangun pada 2019 lalu. Pembangunan itu merupakan tindaklanjut dari program Buruan SAE (Sehat, Alami, Ekonomis) yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Bandung. Buruan SAE secara etimologi berasal dari kata 'buruan' yang berarti halaman dan 'sae' yang artinya bagus.

Awalnya kebun terapung dibangun dengan menggunakan pijakan dari bambu dan kayu. Tetapi lambat laun, kayu semakin lapuk karena termakan cuaca. Hingga akhirnya datang bantuan secara bertahap dari BRI. Mula-mula kayu yang menjadi dasar lahan Buruan Sae diganti dengan baja ringan dan kolom besi, tujuannya agar warga bisa beraktivitas dengan aman.

Lahan urban farming Buruan Sae Pajajaran pun diperluas dengan tambahan pembuatan bale sebagai titik untuk melakukan pelatihan. Setelah lahan diperluas warga menjadi lebih leluasa untuk menyemai, membuat pupuk organik, membuat pelatihan atau hanya sekedar botram (makan bersama) di bawah bale dengan atap bambu yang estetik. Daerah bantaran sungai itu kini tampak hijau lestari.

Bantuan BRI lainnya yakni gapura, yang menjadi penanda Buruan Sae Pajajaran yang menjadi ikon agrowisata urban farming di Cicendo. Ada dua Gapura yang menjadi penanda kawasan agrowisata urban farming di Pajajaran, gapura pertama terletak di Cipedes Hegar dan gapura yang kedua berada di Jl dr Djundjunan.

Potret Agrowisata Urban Farming Kelurahan PajajaranPotret gapura Agrowisata Urban Farming Kelurahan Pajajaran di atas DAS Cilimus Foto: Yudha Maulana/detikJabar

BRI juga memperluas bantuannya hingga ke RW 8 dengan memasang pagar yang menjadi lorong dengan aneka tanaman pangan di kiri dan kanannya. Buruan Sae di Kelurahan Pajajaran menjadi salah satu yang terbaik di Kota Bandung. Oleh karena itu tempat ini pernah dikunjungi Wakil Presiden Ma'ruf Amin serta delegasi negara sahabat peserta Urban 20.

Seperti diketahui, Urban 20 merupakan rangkaian dari Presidensi G20. Urban 20 mengambil tema meningkatkan ketahanan pangan kota dan menciptakan pekerjaan di masa depan melalui urban farming berbasis budaya dan teknologi.

"Saat itu yang datang banyak sekali tamu dari luar negeri, karena di sini menjadi salah satu tujuan dari praktik urban farming, saat itu yang datang mungkin jumlahnya puluhan karena di sini padat sekali," kenang Neni.

Kawasan Agrowisata Urban Farming juga kerap menjadi rujukan bagi pengunjung dari luar daerah untuk melakukan studi banding atau pelatihan menanam di perkotaan yang dilaksanakan di atas kebun terapung.

Dikutip dari laman dkpp-kota.bandung.go.id, Lurah Pajajaran Paridin berharap program urbanfarming ini bisa terus berkembang dan lestari. Pihaknya juga menggandeng BRI dalam penambahan luas dan sarana prasarana Buruan Sae Pajajaran.

"Hasil panennya kan sebagian juga dikonsumsi warga, sebagian lagi dijual," ujar Paridin.

Ia menyebut, keberadaan Buruan Sae juga memberikan dampak positif terhadap lingkungannya. Salah satunya menghilangkan bau tak sedap dari DAS Cilimus yang lewat ke permukiman pada penduduk.

Upaya Mandiri Pangan Kurangi Ketergantungan

Kepala Dinas Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung Gin Gin Ginanjar mengatakan, saat ini isu ketahanan pangan menjadi isu yang hangat diperbincangkan masyarakat dunia. Ia juga menyebut, berbagai negara telah melirik Buruan Sae sebagai tempat penelitian atau studi banding. Salah satunya Kota Roma, Italia.

Dikutip dari laman jabarprov.go.id, Gin Gin berharap, program Buruan Sae bisa menjadi cetak biru bagi kota-kota lain dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan. Pasalnya, ada sejumlah keunggulan yang dimiliki Buruan Sae.

Pertama, tak perlu lahan yang luas untuk menjalankan program ini. Sebagai contoh, Buruan Sae di Kelurahan Pajajaran terletak di atas lahan Sungai Cilimus. Lahan ini disulap menjadi kebun yang menghasilkan aneka produk pangan.

Kedua, Buruan Sae mengintegrasikan berbagai komoditas pangan. Jadi, program ini tak hanya menghadirkan sayuran saja sebagai hasil panennya, melainkan juga ikan dan hewan ternak.

Ketiga, Gin Gin juga menyebut integrasi dengan program Kang Pisman sebagai keunggulan Buruan Sae. Kang Pisman merupakan upaya pengolahan sampah dapur menjadi residu yang bisa dimanfaatkan untuk menyuburkan tanaman.

Potret Agrowisata Urban Farming Kelurahan PajajaranPotret Agrowisata Urban Farming Kelurahan Pajajaran Foto: Yudha Maulana/detikJabar


BPS melaporkan, jumlah penduduk Kota Bandung sebanyak 2,46 juta jiwa pada 2023. Sementara itu, angka ketergantungan akan pasokan pangan bagi warga Kota Bandung awalnya 96% masih bergantung dari produk luar kota.

"Dari hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM) tahun 2020, sebanyak 96,42 persen kebutuhan pangan Kota Bandung diperoleh dari daerah lain. Lalu di tahun 2022 kita melakukan perhitungan itu lagi. Hasilnya ternyata ada penurunan cukup signifikan menjadi 90,16 persen,"ucap Gin Gin.

Ia mengatakan, saat ini sudah ada 335 titik Buruan Sae di Kota Bandung. Ia harapkan jumlah tersebut bisa terus bertumbuh, dan bahkan bisa hadir di tiap RW di Kota Bandung.

"Social movement ini terus bergerak, kita lihat terus pertumbuhannya," ujarnya.

Tak Hanya Sekedar Menanam

Kurang dari 100 meter dari kebun terapung, Neng Yuli Yuningsih salah seorang pengurus Buruan Sae tengah mengangkat bunga telang yang telah dijemurnya selama dua hari. Helai-helai bunga itu rencananya akan ia olah menjadi teh telang dan minuman segar botolan.

Bunga telang merupakan salah satu komoditas yang ditanam di Buruan Sae. Ia mengatakan, telang tak sulit untuk dibudidayakan. Selain di kebun terapung, Yuli juga menanam telang di rumahnya yang dikhususkan untuk produksi kuliner.

"Awalnya saya melihat bunga telang yang ditanam di Buruan Sae Pajajaran. Kemudian saya pelajari khasiat dan cara mengolahnya dari Google," ujar Yuli saat berbincang dengan detikJabar.

Potret Agrowisata Urban Farming Kelurahan PajajaranUMKM Bunga Telang di Urban Farming Kelurahan Pajajaran Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Dari mengolah telang ini, Yuli bisa mendapatkan penghasilan tambahan selain dari usahanya yang bergelut di bidang pastry. Ia juga terampil mengolah telang menjadi snack seperti kelepon, kue sistik atau kolang-kaling dengan pewarna ungu alami. Minuman dan snack itu ia jual ke kafe milik Pemkot Bandung dan juga menjadi sajian istimewa saat ada tamu yang datang ke kebun terapung.

"Kalau minuman dititip di Kafe Dispangtan, selain minuman ada juga kue sistik dan teh celup. Seminggu bisa menitipkan 30-40 botol, Rp 10 ribu per botolnya, kalau Rp 15 ribu yang full pakai madu atau dicampur gula singkong," tuturnya.

Bunga telang merupakan UMKM yang memanfaatkan hasil pangan dari Buruan Sae Pajajaran. Selain itu, ada juga warga yang membuat produk Kopi Pot, yakni olahan kopi yang ditanam di atas kebun terapung warga.

Masa Depan Pangan Ada di Kota

Guru Besar Unpad Prof Tualar Simarmata menyebut pertanian dan perkotaan itu ibarat rel yang seiring sejalan tetapi berbeda arah. Ia menyebut saat lahan perkotaan semakin luas, lahan pertanian justru sebaliknya.

"Lahan pertanian itu semakin berkurang, semakin menyempit satu tahun kita kurang lebih antara 125 ribu hingga 150 ribu hektare dikonversi menjadi non pertanian. Kemudian di sisi lain itu lahan untuk perkotaan bertumbuh," ujar Prof Tualar dalam Satu Jam Bincang Ilmu (Sajabi).

Dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk daerah perkotaan di Indonesia pada 2035 melambung ke angka 66,6% dari 49,8% di 2010. Provinsi Jawa Barat diproyeksikan akan mengalami lompatan wilayah ke perkotaan tertinggi yakni dari 65,7% pada 2010 ke angka 89,3% pada 2035.

Sementara itu, jumlah penduduk di Indonesia juga kurang lebih akan mencapai sekitar 333 juta orang pada tahun 2050. Tualar menyebut jumlah penduduk yang semakin banyak, tetapi lahan pertanian semakin sempit bisa memunculkan potensi krisis.

"Ratusan juta orang ini makannya dari mana ? makanan sintetis? pisang sintetis ? tidak, susu sintetis? tidak. Oleh karena itu pertanian kita harus bergeser ke perkotaan," katanya.

Menurutnya sudah tak relevan lagi membicarakan ekstensifikasi perluasan pertanian ke luar Jawa atau membuka areal baru. Pasalnya, mau tidak mau pertanian harus bisa mengadopsi dengan lahan-lahan yang ada di perkotaan. Walau terkesan berat, Tualar justru melihat ada peluang baru di sana.

"Ternyata areal baru itu ada di perkotaan, dan luar biasa marketnya ada di perkotaan dan petaninya di perkotaan. Itu yang kita sebut dengan petani milenial, petani digital. Oleh karena itu masa depan pertanian di perkotaan," kata Tualar.

"Urban farming is the future of Indonesia, jadi jangan lagi menganggap pertanian di perkotaan jangan iseng-iseng, tidak ini serius, harus didorong dengan kebijakan yang tumbuh. Gedung kosong daripada sarang hantu jadi pertanian di situ," ucapnya menambahkan.

BRInita Iringi Langkah Buruan Sae Bandung

Langkah Buruan Sae yang dicanangkan Pemkot Bandung ini dibersamai dengan program BRI Bertani di Kota atau BRInita di Kelurahan Pajajaran. BRInita sendiri merupakan konsep bertani dengan memanfaatkan lahan sempit di wilayah padat permukiman.

Dalam program ini, BRI menyalurkan bantuan urban farming berupa pembangunan fisik seperti rumah tanaman atau green house yang dapat diaplikasikan dalam tiga model urban farming seperti metode veltikultur, metode hidroponik, dan metode wall gardening.

Metode veltikultur merupakan budidaya menanam secara vertikal menggunakan paralon atau botol secara bertingkat di ruang yang sempit. Adapun metode hidroponik merupakan budidaya menanam dengan menggunakan air tanpa tanah serta memperhatikan unsur hara. Sementara itu, metode wall gardening merupakan metode vertikultur namun menggunakan dinding sebagai media tanam.

Lorong wall garden tanaman hias di Kampung Berkebun Kelurahan PajajaranLorong wall garden tanaman hias di Kampung Berkebun Kelurahan Pajajaran Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Ketiga model urban farming tersebut dapat menjadi wadah untuk tanaman-tanaman holtikultura yang bernilai ekonomi seperti sayur-sayuran, buah-buahan, bunga serta tanaman obat keluarga.

Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto mengungkapkan bahwa nantinya, urban farming ini akan dikelola oleh kelompok wanita maupun masyarakat umum yang berada di wilayah tersebut. "Ini merupakan bentuk kepedulian dan tanggung jawab BRI dalam mendukung kelestarian lingkungan, khususnya lingkungan yang padat penduduk" ujar Catur seperti dikutip dari bri.co.id.

Potret Agrowisata Urban Farming Kelurahan PajajaranPotret Agrowisata Urban Farming Kelurahan Pajajaran Foto: Yudha Maulana/detikJabar

Dalam pelaksanaannya, Program BRInita dilaksanakan di berbagai wilayah Indonesia dengan melibatkan Ikatan Wanita BRI (IWABRI) sebagai pembina dan secara bertahap diimplementasikan di 18 Regional Office (RO) BRI di Indonesia. Termasuk di Kota Bandung.

Tidak hanya bantuan infrastruktur, BRI juga melalukan pembinaan bagi penerima manfaat berupa pelatihan pengelolaan urban farming dengan menggandeng tenaga ahli/instansi terkait serta melakukan pembinaan berkala. Hal ini diharapkan mampu menambah nilai ekonomis seperti penjualan, pengelolaan, packaging dan pemasaran.

Catur menambahkan, program BRInita diharapkan dapat memberikan nilai ekonomis bagi rumah tangga, menambah keasrian lingkungan, serta memberikan aktivitas tambahan yang bermanfaat bagi para ibu dan masyarakat yang tinggal di kawasan padat pemukiman.

(yum/bbn)


Hide Ads