Jabar Hari Ini: Santri Tewas di Tangan Teman Asrama

Jabar Hari Ini: Santri Tewas di Tangan Teman Asrama

Tim detikJabar - detikJabar
Rabu, 06 Des 2023 22:00 WIB
Ilustrasi: pembunuhan, mayat, bunuh diri, garis polisi, police line
Ilustrasi penganiayaan (Foto: Ilustrasi/Thinkstock)
Bandung -

Beragam peristiwa terjadi di Jawa Barat (Jabar) hari ini, Rabu (6/12/2023). Beberapa di antaranya yakni oknum Polisi di Subang yang aniaya remaja hingga tewas, hingga terungkap motif santri di Kuningan tewas gegara perselisihan sesama santri. Berikut rangkuman Jabar hari ini:

Eksepsi Panji Gumilang Ditolak

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Indramayu menolak eksepsi yang diajukan Panji Gumilang. Kasus penodaan agama yang didakwakan terhadap pimpinan Ponpes Al-Zaytun itu pun berlanjut.

Sidang beragendakan putusan sela itu digelar di PN Indramayu pada Rabu (6/12/2023). Panji Gumilang hadir mendengarkan putusan yang dibacakan hakim yang diketuai Yogi Dulhadi dan dua hakim anggota Ria Agustin dan Yanuarni Abdul Gaffar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pembacaan putusan sela dibacakan hakim sebanyak 172 halaman yang mencakup materi dakwaan, nota keberatan dan tanggapan penutut umum. Dalam putusannya, hakim menyatakan eksepsi Panji Gumilang tak bisa diterima.

"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka keberatan penasehat hukum terdakwa haruslah dinyatakan tidak dapat diterima. Maka putusan perkara ini harus dilanjutkan," ujar hakim saat membacakan putusan sela Panji Gumilang.

ADVERTISEMENT

Selama jalannya persidangan, majelis hakim juga menguraikan alasan penolakan eksepsi dari penasehat hukum terdakwa Panji Gumilang tersebut. Di antaranya hakim menilai beberapa poin eksepsi yang diajukan telah masuk ranah pokok perkara.

"Majelis hakim berpendapat bahwa materi eksepsi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa tersebut bukan merupakan masalah formil dari pada surat dakwaan yang dikehendaki UU diatur dalam 143 ayat 2 KUHAP, namun menyangkut materi pokok perkara oleh karena itu keberatan itu harus dikesampingkan," kata Hakim.

Selain itu, poin keberatan lainnya, majelis juga memutuskan menolak eksepsi dengan alasan keberatan tersebut masuk ranah penyidikan.

"Ternyata eksepsi yang dimaksud mengenai proses penyidikan dalam hal ini menurut majelis hakim adalah menyangkut ruang lingkup dari praperadilan sebagaimana dimaksud pasal 77 KUHAP. Sehingga harus dikesampingkan karena ranah praperadilan," kata hakim.

Sementara itu Juru bicara Pengadilan Negeri Indramayu Adrian Anju Purba menjelaskan bawa pada sidang sebelumnya, tim penasehat hukum mengajukan dua ajuan kepada majelis hakim di antaranya, tentang penangguhan tahanan serta izin berobat.

Sementara diketahuinya, untuk izin obat hakim meminta kelengkapan surat keterangan dari dokter di lapas Indramayu. Sehingga pada tanggal (29/11) lalu, Panji Gumilang diizinkan berobat ke RS Santo Borromeus Bandung dengan kurun waktu kurang dari 24 jam.

Namun pada sidang hari ini, majelis memutuskan bahwa pengajuan penangguhan tahanan ditolak. Hal itu karena dianggap tidak ada unsur urgensi.

"Kan ada dua yang diajukan, ada penangguhan sama izin berobat. Nah untuk penangguhan dirasa belum ada urgensinya. Jadi tidak diterima," katanya.

Selain itu, sidang perkara penodaan agama terdakwa Panji Gumilang akan tetap dilanjutkan setelah keberatannya ditolak majelis hakim. Dijelaskan Adrian bahwa sidang berikutnya masuk dalam pokok pembuktian. Majelis hakim memutuskan agenda berikut akan dilakukan pada Rabu (13/12) nanti sekira pukul 09.00 WIB.

Dalam pembuktian itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki sekitar 49 orang saksi yang akan diajukan dalam persidangan. Namun, pada sidang pembuktian pertama, JPU hanya akan menghadirkan 5 orang saksi, salah satunya pelapor.

"Karena jumlah saksinya 49 orang sehingga minggu depan hanya diperiksa 5 orang saja dulu," ungkapnya.

Menanggapi hasil putusan sela, penasehat hukum Panji Gumilang mengaku akan mengikuti jalannya persidangan. Termasuk dalam menyiapkan sejumlah saksi yang bisa meringankan terdakwa.

"Kita sesuai agenda saja, oke sudah jelas ya. Sudah, sudah. (Kesiapan saksi) nanti kita lihat ya," ungkap Tim Penasehat Hukum Panji Gumilang, Dodi Rusmana usai sidang.

Nasib Husein Guru ASN Viral Usai Ngaku Dijadikan Konten

Husein guru ASN viral di Pangandaran baru-baru ini kembali muncul dan membuat kontroversi. Dia mengaku hanya dijadikan konten oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat itu ketika diundang ke Gedung Sate.

Pernyataannya terkait hal tersebut disampaikan Husein usai mengisi kegiatan bersama salah satu capres kepada awak media.

Bahkan Ridwan Kamil sempat merespon pernyataan Husein yang diunggah di akun Instagram pribadinya. RK menyatakan bahwa Husein sudah ditawari untuk melanjutkan pendidikan lagi dan dibayarkan pemprov Jabar untuk pendaftaran S2.

Lalu bagaimana nasib status Husein sebagai guru ASN di Pangandaran? Mengingat keberadaannya sudah tidak terlihat di Kabupaten Pangandaran.

Rupanya hingga kini Husein masih tercatat sebagai pegawai aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Pangandaran. Hal itu disampaikan oleh Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata.

"Dulu dia meminta pindah ke Pemprov Jabar, kita rekomendasi, Gubernur langsung telepon saya. Kemudian, langsung tanya ke Husein, dan inginnya ke Bandung. Lalu saya langsung rekomendasikan," ucap Jeje.

Namun, kata Kata Jeje, permintaan Husein ditolak karena dalam aturan tidak memperbolehkan. "Jadi ada dua persoalan kan, ke sana tidak boleh dan saat ingin balik lagi mungkin kondisi Husein sudah tidak mau," katanya.

Maka, menurut Jeje, jalan tengah yang diambil Pemkab Pangandaran menjadikan Husein sebagai staf di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) dan Husein melanjutkan sekolah. Husein pun tetap mempertahankan statusnya sebagai ASN.

"Hanya saya berharap Husein ada kewajiban-kewajiban yang harus dia penuhi, ya dia datang ke Pangandaran," ujarnya.

Jeje mengatakan sempat menemui Husein di Bandung dan menyampaikan hal yang ingin disampaikan Husein.

"Dia pernah ketemu saya menyampaikan soal tidak diterimanya kerja, saya selalu begini, pemimpin itu kan mencari jalan keluar, ketika di Bandung gak bisa balik lagi ke Pangandaran, maka jalan tengahnya sekolah, dia tidak jadi guru tapi staf di Disdik Pangandaran," katanya.

Polisi Limpahkan Kasus Tuti-Amel Ke Kejaksaan

Kasus pembunuhan Tuti dan anaknya Amalia Mustika Ratu atau Amel di Jalakcagak, Subang, memasuki babak baru. Penyidik Polda Jawa Barat memastikan sudah melimpahkan berkas perkara kasus yang terjadi pada 18 Agustus 2021 silam itu ke kejaksaan pada pekan lalu.

Sekadar diketahui, dalam kasus ini, polisi telah menetapkan 5 tersangka. Mereka adalah Yosep Hidayah (YH), suami sekaligus ayah korban, M Ramdanu alias Danu (MR), keponakan sekaligus sepupu korban, istri muda Yosep, Mimin Mintarsih (MM), serta kedua anaknya Arighi Reksa Pratama (AP) dan Abi Aulia (AA).

"Berkas perkaranya sudah dilimpahkan Minggu yang lalu. Berkas YH, MR, AP, AA, MM, sekarang dalam penelitian JPU," kata Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Pol Surawan, Rabu (6/12/2023).

Surawan mengungkap berkas perkara tersebut sudah dilimpahkan ke Kejati Jabar. Saat ini pihaknya masih menunggu hasil penelitian dari JPU untuk menunggu respons dari kejaksaan.

"Dilimpahkannya ke kejaksaan tinggi, mungkin nanti sidangnya jaksa dan pengadilan yang menentukan. Kita sekarang menunggu hasil penelitiannya apakah masih kurang, atau ada yang harus dilengkapi lagi. Sementara kita masih menunggu," ungkapnya.

Surawan turut menanggapi upaya gugatan praperadilan yang dilayangkan Mimin dan kedua anaknya, Arighi dan Abi. Ia pun menegaskan praperadilan itu tidak akan mengganggu proses penyidikan kepolisian yang sedang berjalan.

"Proses permohonan praperadilan itu tidak memengaruhi proses penyidikan kita, jadi silakan nanti kita akan hadapi secara terpisah. Karena ini nanti yang akan menghadapi praperadilan adalah Bidkum Polda Jabar. Jadi untuk proses, masih berjalan penyidikannya," pungkasnya.

Penyidik Polda Jabar pun kini sudah menahan Yosep dan Danu atas keterlibatan dalam kasus pembunuhan tersebut. Sementara 3 tersangka lainnya yaitu Mimin, Arighi dan Abi, belum ditahan atas dasar pertimbangan penyidik.

Polisi menjerat kelimanya dengan Pasal 340 dan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, serta Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka diancam hukuman pidana maksimal hukuman mati, hukuman seumur hidup dan 20 tahun kurungan penjara.

Oknum Polisi di Subang Aniaya Remaja Hingga Tewas

Seorang penegak hukum kali ini harus berurusan dengan hukum. Ialah WE (39), oknum polisi berpangkat Aipda yang menganiaya seorang remaja berinisial A (16) hingga tewas.

Kasus penganiayaan itu bermula saat WE yang merupakan anggota Polsek Pusakanagara itu, menerima laporan adanya tawuran di wilayah Pantura, Subang pada Sabtu (2/12) malam.

Saat itu, A tengah berkumpul dengan lima temannya di daerah Rancadaka, Pusakanagara. Mereka berangkat ke wilayah Gempol dengan membawa senjata tajam untuk melakukan aksi tawuran.

Namun, tawuran yang diduga akan dilakukan oleh para remaja tersebut tidak terjadi. Meski begitu, pihak kepolisian dari Polsek Pusakanagara sudah terlanjur menerima laporan dari warga bahwa terdapat gerombolan remaja yang akan melakukan tawuran.

WE pun langsung menuju lokasi yang dilaporkan oleh warga. Ia mencari keberadaan dari gerombolan remaja yang dilaporkan. Ia pun akhirnya bertemu dengan A dan rombongannya, yang kedapatan membawa senjata tajam.

"Pada saat pelaku ini hadir datang di lokasi, ternyata tidak ada. Kemudian pelaku ini berupaya untuk mencari dan akhirnya melihat korban dan 5 temannya ini di Dusun Gempol. Melihat dengan membawa barang dan sehingga pada saat itu juga berupaya menghentikan korban," kata Wakapolres Subang Kompol Endar Supriyatna di Mapolres Subang, Rabu (6/12/2023).

Meski tak ditemukan mereka melakukan tawuran, WE tetap mengejar rombongan A dengan menggunakan sepeda motor. Ia menabrakkan kendaraannya kepada kendaraan A, hingga A terjatuh dan masuk ke dalam area persawahan milik warga.

"Pelaku langsung berupaya menghentikan mengejar berupaya mengejar tiga kali namun dari korban 5 orang berupaya untuk kabur dari pelaku. Namun pelaku masih tetap mengejar sehingga ditabraklah motor yang dibawa oleh pelaku sehingga motor yang digunakan oleh korban ini terjatuh di daerah pesawahan. Rekan-rekannya berhasil kabur sementara korban tidak kabur karena tertimpa motor," ungkapnya.

Berdasarkan dari keterangan pelaku, kata Endar, bahwa saat pelaku melakukan interogasi awal kepada korban dinilai tidak kooperatif. Akhirnya oknum polisi tersebut langsung menganiaya A, dengan cara melayangkan pukulan ke bagian wajah sebanyak empat kali.

Setelah itu, Endar menuturkan bahwa korban tersebut sempat dibawa oleh pelaku ke rumah sakit untuk dilakukan penanganan medis. Namun, nyawa korban tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia pada Minggu (3/12) siang.

Usia melihat kondisi korban yang meninggal dunia karena mengenaskan, pihak keluarga pun langsung melaporkan kejadian tersebut ke Satreskrim Polres Subang. Hingga akhirnya terungkap bahwa pelaku penganiayaan tersebut merupakan seorang oknum anggota kepolisian.

"Dengan terjadi kejadian ini orang tua dari korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Satreskrim Polres Subang bahwa anaknya telah menjadi korban penganiayaan yang menyebabkan meninggal dunia. Pada saat itu juga dari Satreskrim Polres Subang langsung menindaklanjuti dan berhasil mengamankan tersangka yang saat ini berstatus anggota Polri, oknum. Dan selanjutnya dari Satreskrim melakukan pendalaman penyelidikan dan penyidikan," kata dia.

Dari pengungkapan kasus penganiayaan tersebut, polisi berhasil mengamankan beberapa barang bukti, di antaranya dua buah senjata tajam jenis klewang, helm korban, pakaian, serta dua kendaraan milik korban dan kendaraan milik oknum petugas kepolisian.

"Dapat kami sampaikan bahwa oknum anggota Polri ini mendapatkan informasi dari masyarakat dan melihat korban beserta 5 temannya membawa sajam klewang. Sehingga saat itu insting sebagai anggota Polri untuk menjaga dan membela diri karena korban dan teman-temannya membawa sajam," tuturnya.

Sementara itu, akibat perbuatannya pelaku dikenakan undang-undang perlindungan anak dengan ancaman 15 tahun penjara, serta ancaman kode etik paling berat yakni Pemberhentian Tidak Hormat (PTDH) dari petugas Polri.

Santri di Kuningan Tewas gegara Berselisih Paham

Seorang santri Ponpes Husnul Khotimah di Desa Manis Kidul, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, berinisial H (18) meninggal dunia diduga dikeroyok teman satu asrama.

Santri yang merupakan warga Bekasi itu mengalami luka lebam di beberapa bagian tubuhnya. Dia meninggal pada hari Senin (4/12/2023) saat menjalani perawatan di RSUD '45 Kuningan.

Setelah diselidiki, rupanya H meninggal dikeroyok teman santri lain hanya karena perselisihan kecil. Hal tersebut disampaikan Taufik Eka Alfauzan Sukirman selaku kuasa hukum Ponpes Husnul Khotimah (HK) Kuningan sekaligus para santri yang sedang menjalani proses hukum kepada awak media, Rabu (6/12).

Eka mengungkapkan kronologi peristiwa memilukan tersebut terjadi pada Kamis malam sekitar pukul 23.00 WIB di sebuah ruangan dekat asrama putra.

"Kejadiannya pada hari Kamis malam sekitar pukul 23.00 WIB di salah satu ruangan asrama lantai tiga, saat sebagian besar para santri sudah tertidur. Dipicu oleh perselisihan kecil antara korban dan sesama teman santri lain, sehingga terjadi pemukulan. Ternyata, aksi pemukulan tersebut berlanjut hingga Jumat dini hari sekitar pukul 02.00 WIB," ungkap Eka.

Tak sampai di situ, para pelaku pemukulan kemudian membawa korban ke gudang di lantai satu lalu menguncinya dari luar. Hingga akhirnya, keberadaan korban diketahui oleh wali asrama pada Jumat pagi dalam kondisi banyak ditemukan luka lebam di tubuhnya.

Peristiwa pemukulan tersebut di luar kendali dan pengawasan pengurus dan wali asrama, karena terjadi di luar kegiatan belajar. Terlebih kejadiannya saat malam hari dengan lokasi kejadian di ruangan lantai tiga sedangkan wali asrama menempati ruangan di lantai satu.

"Wali asrama menemukan korban di gudang dalam kondisi masih sadar dengan sejumlah luka lebam di tubuh. Korban kemudian dibawa ke klinik Ponpes kemudian dirujuk ke RS Juanda. Namun karena keterbatasan alat, korban dirujuk lagi ke RSUD '45 Kuningan," lanjutnya.

Dari hasil pemeriksaan medis, lanjut Eka, ditemukan beberapa luka dalam di tubuh korban sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Namun malang, sehari setelah operasi kondisi korban memburuk dan meninggal dunia pada Senin (4/12) pagi.

"Hari Senin pagi korban ngedrop kemudian dinyatakan meninggal dunia pada pukul 07.54 WIB. Korban kemudian dibawa pulang oleh keluarga dan dikebumikan di Bekasi," papar Eka.

Eka selaku kuasa hukum sekaligus perwakilan Yayasan Husnul Khotimah menyayangkan dan mengaku prihatin atas kejadian meninggalnya salah satu santri karena mengalami kekerasan oleh sesama teman santri lainnya tersebut. Pihaknya pun telah menyerahkan persoalan hukum tersebut kepada pihak kepolisian untuk diproses sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku.

"Kasus ini sudah ditangani pihak kepolisian dan 18 santri yang diduga terlibat dan mengetahui kejadian tersebut telah diperiksa. Kami siap mengikuti dan patuh terhadap proses hukum yang sedang berjalan, " ujar Eka.

(aau/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads