Kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Kota Bandung setiap tahun mengalami peningkatan. Dari data yang dikantongi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, pada 2021 tercatat ada 362 kasus dan meningkat menjadi 465 kasus di tahun 2022.
Kepala DP3A Uum Sumiati mengatakan bentuk kekerasan paling banyak pada tahun 2022 adalah kekerasan psikis sejumlah 79 kasus, disusul dengan kekerasan seksual sebanyak 73 kasus, dan kekerasan fisik 20 kasus.
"Tren 3-5 tahun selalu naik baik kekerasan pada perempuan maupun anak. Ada empat jenis kekerasan, tertinggi ya psikis, fisik, seksual, kemudian penelantaran. Kekerasan paling banyak di tahun 2022 itu kekerasan terhadap anak ada 157 kasus. Disusul kekerasan terhadap istri 134 kasus. Kemudian kekerasan terhadap perempuan 103 kasus. Secara total semuanya, laporan kekerasan tahun 2022 itu meningkat dari 362 menjadi 465 kasus," kata Uum dalam Diskusi Panel di Auditorium Balai Kota Bandung, Senin (27/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pihaknya belum bisa menjabarkan data terbaru di tahun 2023 karena masih dalam pengumpulan data. Pastinya, Uum mengaku bahwa temuan kasus kekerasan pada perempuan yang meningkat ini, diprediksi lebih banyak lagi. Sebab, kasus ini dianggap sebagai fenomena gunung es.
"Korban kekerasan itu fenomenanya seperti gunung es. Angka yang muncul ini hanya yang berani melapor kepada kami. Ada korban yang tidak berani melapor baik lembaga atau UPT. Presiden mengarahkan harus menurunkan angka, tapi ada fenomena ini. Jadi kami harus arahkan agar perempuan berani speech dan melapor, agar kemudian kasus tercatat," ujarnya.
"Jadi saya sampaikan peningkatan ini jangan selalu dipandang negatif, tapi berarti tandanya orang sudah melek sudah aware berani untuk lapor. Angka kekerasan di Bandung ini memang paling tinggi di Jawa Barat, karena kita juga punya UPTD untuk program anti kekerasan ini. Kurang lebih kalau saya tidak salah ya, hanya ada 7-11 yang memiliki UPTD sendiri di Jabar yang sama dengan Bandung, jadi punya sendiri bidang DP3A. Jika ada laporan yang tercatat, berarti trennya pasti akan naik," ucap Uum.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, Uum pun mengatakan Pemkot Bandung akan terus melakukan cara-cara pendekatan agar temuan kasus bisa lebih banyak didapatkan dan korban mendapatkan pendampingan. Laporan demi laporan terus diproses oleh DP3A melalui lembaga-lembaga yang tersedia, seperti UPTD PPA, Pusat Pelayanan dan Pemberdayaan Perempuan (PUSPEL PP), Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), dan Puspaga.
Tapi memang, tidak semua kasus yang masuk bisa dengan mudah diselesaikan. Pendampingan intensif perlu dilakukan sejalan dengan uji kondisi psikologis korban. Butuh 2-8 kali pendampingan konseling, terutama pendampingan hukum.
"Ini yang mengakibatkan tidak semua kasus bisa diselesaikan atau ditutup. Keluarga juga memiliki peran penting. Banyak kasusnya yang datang ke kami itu baru 2 kali, tapi setelah itu tidak datang lagi," tambah Uum.
Namun terlepas dari itu, Uum berharap bagi mereka yang membutuhkan bantuan bisa datang ke DP3A dengan berbagai layanan penjangkauannya. Para petugas juga bisa mendampingi langsung ke rumah korban, terutama bagi korban disabilitas dan lansia.
"Di UPTD PPA ada konselor, advokat, dan psikolog. Kami akan bantu mediasi, pendampingan hukum, bahkan ada tempat penampungan sementara selama 14 hari. Bagi masyarakat yang mengalami kekerasan, silakan langsung hubungi kami," tuturnya.