Puluhan penghuni pun secara sukarela terlihat melakukan pembongkaran, mereka membereskan bagian bangunan yang dianggap masih bisa dimanfaatkan. Seperti asbes, triplek dan lainnya.
Satu dari puluhan penghuni yang membongkar bekas lapak jualannya adalah Nani (50) warga Kecamatan Cibalong, Kabupaten Tasikmalaya. Bersama Eman (60) suaminya, dalam beberapa tahun terakhir dia berjualan kelapa muda dan pisang di trotoar sebelah selatan. Di trotoar itu dia mendirikan lapak atau saung untuk berjualan, sementara untuk tinggal dia memanfaatkan bangunan kosong di eks terminal bus.
Nani terlihat termenung menyaksikan suaminya membongkar kios, matanya terlihat sembab, sesekali dia menyeka air matanya. "Bingung lagi tak punya uang, harus membongkar tempat jualan. Saya inginnya asbes dan barang bongkaran ini di bawa pulang saja ke kampung, tapi nggak punya uang buat nyewa mobilnya," kata Nani.
Kesedihan Nani semakin menjadi ketika dia mengatakan di kampung halamannya pun dia tak punya rumah. Melainkan akan menumpang di rumah kakaknya. Opsi mencari rumah kontrakan tidak terlintas di benaknya, karena tak ada uang.
![]() |
Eman dan Nani selama ini memang tak harus mengeluarkan uang sewa untuk menghuni bangunan eks Terminal Bus Cilembang. Tapi penghasilan dari usahanya selama ini hanya cukup untuk makan, Nani mengaku tak bisa menabung untuk mencari tempat atau kontrakan yang lebih layak. "Berapa atuh penghasilan kita dagang pisang sama dawegan? Hanya cukup untuk makan. Barusan juga melelang dawegan dan pisang ke Pasar Cikurubuk, cuma dapat Rp 100 ribu," lirih Nani.
Dia juga mengaku menyesalkan para penghuni lain yang berdagang minuman keras dan aktivitas ilegal lainnya sehingga memicu desakan agar bangunan eks Terminal Bus Cilembang dibongkar. Padahal banyak pedagang lain yang berjualan makanan dan tak melanggar aturan jadi ikut terusir. "Urang mah teu mais teu meuleum jadi ketempuhan buntut maung (kami tak tahu apa-apa jadi ikut kena getahnya)," kata Nani.
Namun demikian kekecewaan yang diutarakan Nani diredam oleh Eman, suaminya. Eman mengaku menerima kenyataan pahit ini sebagai bagian perjalanan hidupnya. "Kita rakyat kecil nggak bisa apa-apa, kita tak punya hak di sini. Sabar saja, pasti ada jalannya, mudah-mudahan saja dapat lagi tempat lain untuk jualan, sekarang mah istirahat saja dulu," kata Eman.
Pedagang lainnya Edah (57) juga mengaku pasrah dengan keputusan pemerintah yang mengusirnya. "Sudah lebih 20 tahun jualan nasi di sini, dari tahun 90-an, waktu terminal masih di sini," kata Edah. Berbeda dengan Nani, Edah tampak tegar apalagi saat membongkar ditemani anak dan menantunya. Edah juga sudah menyiapkan mobil bak terbuka untuk mengangkut material bongkaran kios miliknya. "Rasa nelangsa mah ada, banyak kenangannya. Dari hasil warung inilah saya bisa membesarkan anak-anak. Dulunya ini adalah kantor bus Budiman, kemudian saya jadikan warung, dulu saya kasih uang pengganti Rp 20 juta," kata Edah.
Kasatpol PP Kabupaten Tasikmalaya Dadang Tabroni mengatakan pihaknya tengah memberikan kesempatan kepada para penghuni untuk melakukan pembongkaran secara sukarela. Tahapan ini ditempuh sebelum pihaknya menghancurkan semua bangunan yang ada dan memasang pagar berduri di seluruh area eks terminal. "Setelah penghuni melakukan pembongkaran mandiri, barulah nanti kami akan melaksanakan pembongkaran," kata Dadang.
Dia mengaku mengapresiasi sikap penghuni yang telah mau membongkar mandiri bangunan itu, pihaknya juga mengaku siap membantu melakukan pembongkaran. "Kami siap membantu, kalau perlu angkutan kami bantu," kata Dadang.
Terkait keluhan Nani pedagang kelapa muda pun, Dadang mengaku sudah mengetahui. Satpol PP menurut dia siap membantu mengangkut material bongkaran kios yang didirikan Nani. Bahkan menurut Dadang, Nani adalah janda dari seorang anggota Satpol PP yang meninggal dunia lalu menikah lagi dengan pedagang kelapa muda. "Ya saya tahu itu, akan kami bantu. Kita lakukan penertiban ini dengan pendekatan humanis. Mereka kan masyarakat kita juga," kata Dadang.
Bahkan bagi tunawisma atau kaum jompo yang selama ini menjadikan kawasan eks Terminal Cilembang sebagai tempat berteduh, Dadang mengaku sudah berkoordinasi dengan Dinas Sosial. "Untuk yang jompo kami sudah koordinasi dengan Dinsos, jadi mereka bisa tinggal di panti jompo," kata Dadang. (iqk/iqk)