Cicahyati (27) menghela nafas. Tangannya terampil menumbuk batu menggunakan palu berukuran besar. Dalam waktu singkat batu yang awalnya berukuran besar, hancur terkena hantaman palu.
Cicahyati adalah istri dari tersangka Tedi (38) yang kini menjadi terdakwa pertambangan liar alias gurandil yang juga didakwa perusakan lingkungan. Tedi berstatus tahanan titipan di Lapas Warungkiara, selama proses sidang. Sejak ditahan, Cicah dipaksa bertahan menghadapi kebutuhan anak-anaknya.
"Lumayan satu karung dapat Rp 20 ribu, cukup buat jajan anak, buat keperluan dapur. Suami enggak ada, kalau terus-terusan berharap dari orang tua atau tetangga juga enggak enak ya," kata Cicahyati di kediamannya, Kampung Hegarsari Cikupa, Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi kepada detikJabar, Jumat (27/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cicahyati tetap meyakini suaminya tidak bersalah. Karena menurutnya suaminya tidak menambang tapi hanya memungut bebatuan di sekitar area tambang bersama rekannya Maryana yang juga ikut ditahan.
"Suami saya mau disebut menambang dari mana, nambang itu butuh modal besar, sementara kami hidup pas-pasan. Satu bulan mungut batu di area Cibuluh, Ciemas saya juga belum menikmati hasil apa-apa," lirihnya.
Sudah 5 bulan Cicahyati hidup terpisah dengan suaminya, sementara kebutuhan hidup terus berjalan. Untuk kebutuhan anaknya yang masih berusia 10 bulan dan yang paling besar 9 tahun.
"Cukup buat jajan anak, kalau ada lebih bisa beli beras. Enggak ada peluang kerjaan lagi yang lain, yang ramai di sini ya kuli numbuk batu. Selama numbuk anak di titip ke uwa nya," ungkap Cicahyati.
Kedua tangan Cicahyati yang terbungkus sarung tangan kemudian mengeruk serpihan batu hasil menumbuk. Kemudian ia masukan ke dalam karung, isinya masih setengah, masih banyak batu yang harus ia tumbuk.
Cicahyati sendiri rajin mengikuti setiap agenda persidangan suaminya, terakhir dua kali sidang dengan agenda tuntutan ditunda. Padahal Cicah sudah berharap bisa mendengar langsung tuntutan ke suaminya yang akan dibacakan jaksa.
"Semoga keadilan berpihak pada keluarga kecil saya," lirihnya.
Sementara itu, Dani, ketua RT 01 RW 02 membenarkan kehidupan pilu yang dijalani para istri yang suaminya dituding sebagai gurandil. Sejak menjalani persidangan, istri-istri para terdakwa memang rajin mengikuti setiap agenda sidang.
"Mereka kehilangan tulang punggungnya, jadi terpaksa bekerja. Tetangga sebenarnya sudah membantu, mungkin karena tidak enak atau apa akhirnya ya mereka memilih bekerja mencari uang sendiri. Kalau Cicahyati memang bekerja menumbuk batu, dengan hasil Rp 20 ribu satu karung," terang Dani.
Dani menjelaskan kehidupan keluarga para penambang rakyat memang selamanya tidak mulus, terlebih bagi mereka yang hanya sekadar ngonek atau memungut batuan di sekitar lubang tambang. Jeratan hukum pertambangan ilegal hingga perusakan lingkungan kerap mengintai para pelakunya.
"Saat ini kami para tetangga memang hanya berharap keadilan, mana mereka yang menikmati uang hasil tambang dan mana yang hanya ikut-ikutan ke lokasi tambang rakyat karena tergiur dengan hasil yang tidak seberapa," pungkasnya.
(sya/dir)