Nunung Sri Haryani, tak menyangka bakal mengidap penyakit mematikan. Sejak 2015, wanita 64 tahun itu divonis mengidap kanker payudara.
Hidupnya berubah sejak saat itu. Ada rasa khawatir, namun tak kurang juga tekadnya untuk bisa berada dalam kondisi terbaik. Kepastian soal kanker yang diidapnya setelah Nunung menjalani USG di RS Borromeus, Kota Bandung.
"Jadi awalnya ada benjolan (di payudara) sebelah kiri. Besoknya saya ke dokter, dipastikan betul ada benjolan. Kemudian dikasih pengantar untuk USG," ujar Nunung saat berbincang dengan detikJabar di Lembang, Selasa (24/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari hasil USG yang dilakukan beberapa hari setelah pemeriksaan awal, pada payudara sebelah kiri Nunung dipastikan terdapat massa yang kemungkinan besar bersifat ganas.
"Dari situ saya konsultasi sama dokter, dan disarankan operasi dengan berbagai macam pertimbangan. Dari situ, hanga dalam waktu 2 mingguan saya langsung operasi pengangkatan benjolannya," ucap Nunung.
Dari hasil pemeriksaan, kanker payudara yang diidap Nunung sudah stadium 2B. Dikutip dari cancercenter.com, pada kanker payudara stadium 2B, tumornya lebih besar atau sel kanker telah menyebar lebih jauh ke kelenjar getah bening dibandingkan dengan stadium 2A.
Perjuangannya untuk tetap bisa menjalani aktivitas secara normal, terbuka dengan lebar. Setelah pengangkatan benjolan itu, Nunung dinyatakan triple-positive sehingga memerlukan penindakan lainnya.
"Karena saya dinyatakan triple-positive dari hasil PA, sehingga memerlukan terapi target sebanyak 12 kali. Setelah itu dilakukan pemeriksaan menyeluruh dan alhamdulillah dinyatakan sudah bersih," kata Nunung.
Perjuangan Nunung bukan cuma soal treatment yang diterimanya, lebih dari itu ia juga rela berkorban materi dalam jumlah yang tak sedikit. Saat itu, Nunung murni menggunakan uang pribadinya.
"Biaya banyak, ratusan juta karena waktu itu nggak pakai BPJS. Alhamdulillah kondisi saya sekarang baik, selama kemoterapi juga enggak merasakan gejala apapun, malahan berat badan saya naik. Intinya kita harus jaga pola hidup, pola makan, biar selalu sehat," kata Nunung.
Baca juga: Dampak Buruk dari Kebiasaan Begadang |
Sementara itu, Monty Priosodewo Soemitro, dokter spesialis bedah sekaligus pembina Priangan Cancer Care mengatakan di Jawa Barat, setidaknya 1 dari 8 wanita terkena kanker payudara.
"Perbandingannya di Jawa Barat itu 1:8, setinggi itu potensi wanita terkena kanker payudara," kata Monty.
Rata-rata wanita yang terkena kanker payudara karena telat menyadari lantaran masih memegang teguh metode 'sadari'. Sementara untuk memastikan kondisinya, pengecekan potensi kanker payudara hanya bisa dilakukan melalui USG.
"Kenapa 'sadari' itu membuat telat? Karena tidak semua wanita paham yang dipegang itu apakah benjolan tumor atau benjolan lainnya. Terkadang ada anggapan benjolan itu akan hilang sendiri yang akhirnya terlambat disadari," ucap Monty.
Saat ini, kata Monty, metode pemeriksaan payudara seharusnya secara 'sadanis' atau pemeriksaan payudara secara klinis. Metode itu dianggap paling akurat untuk mengetahui potensi terkena kanker payudara.
"Jadi suka tidak suka metode awalnya harus deteksi dini atau 'sadanis'. Bukan seperti dulu 'sadari' yang sudah dihapus dan di dunia pun sudah tidak dipakai lagi. Jadi tetap harus 'sadanis', dokter tetap tidak bisa meraba harus didampingi dengan USG," tutur Monty.
(dir/dir)