Kisruh penolakan penggunaan Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Kota Bandung untuk acara diskusi Anies Baswedan berbuntut panjang. Relawan Anies, Change Indonesia, kini mengadukan Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin ke Ombudsman.
Kekisruhan ini dipicu batalnya Anies mengisi diskusi di GIM pada Minggu (8/10) pekan kemarin. Pemprov Jabar saat itu menegaskan bahwa GIM dilarang digunakan untuk kegiatan politik apapun, apalagi sampai mengundang salah satu bacapres yang akan maju di Pemilu 2024.
Sontak saja, penolakan ini menuai kritik tajam dari Change Indonesia selaku relawan Anies yang menggelar acaranya. Salah satu poin yang disorot mereka adalah diskriminasi, karena di hari yang sama ada acara Ketum PSI Kaesang Pangarep yang menggunakan gedung pemerintahan.
Kamis (12/10/2023) kemarin, Change Indonesia akhirnya resmi mengadukan Bey ke Ombudsman. Selain Pj Gubernur Jabar, Kadisparbud Benny Bachtiar serta Kepala UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat selaku pengelola GIM turut dilaporkan karena dianggap telah diskriminatif karena membatalkan acara secara sepihak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presidium Change Indonesia Eko Arif Nugroho mengatakan, Bey sudah bertindak diskriminasi karena mencabut izin penggunaan GIM yang telah mereka ajukan. Mereka mengklaim, sudah mengantongi surat izin yang akhirnya dicabut tiba-tiba sehari sebelum pelaksanaan diskusi bersama Anies Baswedan.
"Yang kami adukan soal diskriminasi, kesewenang-wenangan, tidak profesional dan soal mal administrasi karena membatalkan acara secara semena-mena yang sudah kami urus izinnya," kata Eko kepada wartawan usai membuat pengaduan di kantor Ombudsman Jabar, Kamis (12/10/2023).
Eko juga mengaku kecewa dengan penjelasan Bey Machmudin soal insiden GIM. Jika alasannya adalah larangan penggunaan gedung pemerintah untuk kegiatan politik, Eko kemudian mempertanyakan acara Ketum PSI Kaesang Pangarep di Sport Jabar Arcamanik.
"Jadi kenapa ini diskriminasi? Karena ada kegiatan lain yang ternyata diizinkan. Kan di hari sama, ada acara partai yang itu menggunakan fasilitas atau gedung pemerintahan," ungkapnya.
"Di gedung yang sama, di GIM, beberapa kali juga dilakukan aktivitas politik. Pertanyaannya kan, kenapa kami sampai ditutup. Ini jelas peristiwa yang mencoreng Pj Gubernur," tuturnya menambahkan.
Usai diadukan, Pemprov Jabar bersiap menghadapi laporan tersebut. Kadisparbud Benny Bachtiar mempersilahkan siapapun untuk menyampaikan pendapat, termasuk kepada relawan Anies yang mengadukan Pemprov Jabar ke Ombudsman.
Benny menerangkan, saat ini pihaknya masih menunggu tindaklanjut dari Ombudsman terkait aduan tersebut. Nantinya, Benny memastikan akan menjelaskan sedetail mungkin perihal kronologi pencabutan izin acara relawan Anies di GIM.
"Tentunya dengan data-data administratif yang kita punya dan berikut proses kronologis permintaan sampai pada saat eksekusi. Tapikan pertimbangan kan ada pada Ombudsman, siapa salah dan siapa yang benar, dan apakah kami melakukan diskriminasi atau tidak," ujarnya.
"Jadi nanti akan ada sebuah informasi berimbang antara yang diadukan oleh mereka (Change Indonesia) dengan jawaban yang akan disampaikan oleh kami," sambung Benny.
Dia pun menjelaskan terkait aturan pemakaian Gedung Indonesia Menggugat yang jadi gedung cagar budaya milik Pemprov Jabar. Menurutnya sesuai dengan aturan yang ada, gedung itu tidak dibolehkan dipakai untuk kegiatan yang berbau kampanye politik.
"Tidak boleh (dipakai politik). Kan di bulan September (2023) KPU mengeluarkan surat bahwa gedung-gedung milik pemerintah, bangunan sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, gedung BUMN dan BUMD, itu tidak boleh digunakan untuk kegiatan politik, dan itu sudah sangat jelas sekali baik sebelum, setelah, dan sesudahnya," tegas Benny.
Benny turut menjawab tudingan Pemprov Jabar pilih kasih karena membiarkan acara relawan kandidat capres lain yakni relawan Ganjar Pranowo yang sempat digelar di GIM sebelumnya. "Tapi kan pada kegiatan itu tidak ada alat peraga yang menunjukkan Ganjar Pranowo, hanya spanduk saja. Tapi di akhir diskusi mereka mengajak untuk mendukung. Tapikan itu tidak ada masalah, dan orangnya (Ganjar) tidak ada," tuturnya.
"Tapi kalau kasus yang kemarin (Anies), pertama ada alat peraga, dan yang keduanya itu hadir si kandidatnya untuk menyambangi relawannya (di GIM)," ujarnya.
Soal aduan tersebut, Kepala Keasistenan Bidang Pencegahan Maladministrasi Ombudsman Jabar Noer Adhe Purnama mengatakan saat ini pihaknya baru memeriksa berkas laporan yang diadukan. Berkas itu bakal diteliti untuk menentukan aduan tersebut memenuhi semua persyaratan administrasinya.
"Jadi kaitan dengan subtansi (laporannya), kita masih mendalami secara materil dan formil. Karena pengaduan ke Ombudsman itu tidak sembarang orang menyampaikan pengaduan lalu kemudian kita tindaklanjuti, tidak. Harus memenuhi persyaratan formil dan materil terlebih dahulu," kata Noer.
Noer mengungkap, syarat formil bisa memenuhi unsur pengaduan jika memang pelapornya ada korban dari pelayanan publik yang diberikan. Kemudian, karena pelapor merupakan organisasi, dia harus melampirkan suara kuasa untuk diteliti keabsahannya oleh Ombudsman.
"Secara syarat formil, kita memastikan dulu yang menyampaikan pengaduan itu korban atas pelayanan publik atau bukan, WNI atau tidak, dan persyaratannya harus dipenuhi dulu. Seperti kalau misalnya dia organisasi atau kelompok, harus ada kuasa dari kelompok organisasinya, dan organisasinya harus terdaftar. Jadi formilnya ini harus kita identifikasi dulu menenuhi syarat atau tidak," ungkapnya.
Setelah syarat formil terpenuhi, Ombudsman kemudian akan memeriksa syarat materil dari aduan tersebut. Di antaranya, laporan harus berkaitan dengan kewenangan Ombudsman hingga terdapat dugaan maladministrasi yang dilakukan.
"Jadi tidak sekonyong-konyong apa yang disampaikan oleh masyarakat itu kita langsung tindaklanjuti laporannya, tidak. Harus memenuhi formil materilnya dulu. Sementara ini masih kita meminta kepada pelapor untuk memenuhi formil materilnya," ungkap Noer.
Setelah dua unsur itu terpenuhi, Ombudsman kemudian akan memutuskan dalam rapat perwakilan di internal mereka. Rapat tersebut digelar untuk menentukan aduan tersebut apakah layak ditindaklanjuti atau tidak.
"Termasuk itu kewenangan Ombudsman atau bukan, baru kemudian kita lakukan pemeriksaan. Itu pun kalau menjadi kewenangan kami dan memang ada unsur dugaan maladministrasi, baru kita melakukan pemeriksaan," terangnya.
Noer menyatakan, aduan dari Change Indonesia ini merupakan pelaporan pertama yang berkaitan dengan unsur politik. Namun ia menegaskan, Ombudsman belum mencapai tahapan pemanggilan terlapor untuk dilakukan pemeriksaan.
"Kalau untuk tahun ini, kaitan dengan politik baru yah. Terkait dengan penggunaan gedung pemerintahan untuk agenda politik baru dilaporkan sekarang. Tapi sampai saat ini belum kita lakukan pemeriksaan," pungkasnya.