Madona, Bus Andalan Warga Pelosok KBB yang Mulai Ditinggalkan

Madona, Bus Andalan Warga Pelosok KBB yang Mulai Ditinggalkan

Whisnu Pradana - detikJabar
Sabtu, 07 Okt 2023 16:00 WIB
Penampakan Armada Bus Madona di Terminal Angkutan Cililin
Penampakan Armada Bus Madona di Terminal Angkutan Cililin. (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar)
Bandung Barat -

Madona, bukan hanya nama seorang pesohor asal negeri Paman Sam. Di Kabupaten Bandung Barat (KBB), Madona, jadi andalan orang-orang kala menjalani aktivitas sehari-hari.

Madona di Bandung Barat, ialah nama armada bus yang jadi pionir transportasi massal di wilayah tersebut sejak tahun 80-an. Melaju di jalanan berkelok dan menembus rimbun pohon barisan perbukitan daerah selatan.

Bus berukuran tiga perempat dengan bangku berpola tiga-dua itu di masa jayanya, lalu lalang setiap 10 menit sekali dari rute pertama di Terminal Sindangkerta menuju Terminal Leuwipanjang, Ciroyom, hingga Kota Bandung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bus Madona sendiri bisa dimiliki oleh perorangan maupun koperasi. Syaratnya tentu perlu memiliki izin trayek. Seperti Sugina, pria 68 tahun warga Sindangkerta yang memiliki tiga unit bus Madona.

"Mungkin sampai tahun 2010-an ya masih sangat ramai, meskipun ada penurunan juga. Paling ramai itu ya di tahun 90-an, belum banyak kendaraan seperti sekarang," ujar Sugina saat ditemui, Kamis (5/10/2023).

ADVERTISEMENT

Ia mengatakan hingga akhir tahun 90-an, armada Madona yang mengaspal di jalan wilayah Bandung Barat itu bisa mencapai 100 unit lebih. Terlebih, jarak tempuhnya memang cukup jauh.

"Jumlahnya lumayan banyak, sekitar 100-an. Karena kan jarang angkutan juga kalau dari daerah Cililin mau ke Bandung, jadi kebanyakan orang-orang itu naiknya Madona," kata Sugina

Salah satu pengguna setia bus Madona ialah Rina Wulandari (32). Wanita asal Cililin, KBB. Di tahun 2009 sampai 2013, ia selalu naik Madona dari rumahnya demi menuju kampus UPI, Setiabudi. Meskipun ia harus naik lagi angkutan kota.

"Kalau dari rumah mau ke kampus, ya memang harus naik Madona. Soalnya dari subuh juga sudah ada. Kalau kuliah jam 7 pagi, setengah 6 saya sudah berangkat. Naik Madona terus turun di Leuwipanjang, nanti dari situ naik angkot atau Damri sampai Setiabudi," kata Rina.

Seingatnya dulu, ongkos Madona dari Cililin ke Leuwipanjang tak lebih dari Rp10 ribu. Bus itu di masa kuliahnya, tersedia sampai sore sekitar pukul 17.00 WIB maksimal pukul 18.00 WIB.

"Jadi kalau pulang kuliah sore, harus langsung pulang kalau nggak nanti ketinggalan bus. Kalau nggak pulang ya terpaksa nginap di kos-kosan teman. Perjuangan banget, dan pasti kangen naik Madona lagi," kata Rina.

Tergusur oleh Transportasi Publik Modern

Penampakan Armada Bus Madona di Terminal Angkutan CililinPenampakan Armada Bus Madona di Terminal Angkutan Cililin Foto: Whisnu Pradana/detikJabar

Sayang, tahun demi tahun berlalu Madona kini mulai ditinggalkan para pelanggannya. Tak semua orang di Sindangkerta, Cililin, dan sekitarnya memilih Madona sebagai moda transportasi utama mereka.

Hal itu diakui oleh Sugina, yang saat ini meratapi nasib lantaran penumpang tiga armada Madona miliknya tak seramai dulu. Jika dulu biasa masuk garasi selepas Magrib bahkan Isya, namun kini selepas Ashar armadanya sudah istirahat di kandang.

"Sekarang habis Ashar juga kadang bus sudah pulang ke garasi. Kalau terlalu sore juga kan sudah sepi penumpangnya, jadi irit bensin mending istirahat saja," kata Sugina.

Sejumlah faktor ditengarai menjadi penyebab Madona kini mulai tak dilirik keberadaannya. Terutama keberadaan kendaraan pribadi yang menjamah seluruh lapisan masyarakat dan berbagai kategori usia.

"Sekarang terlalu banyak kendaraan pribadi, apalagi motor. Bahkan anak sekolah yang dulu itu pasti naik angkot atau Madona, sekarang dari SMP saja sudah pakai motor ke sekolahnya," kata Sugina.

Belum lagi kehadiran transportasi berbasis online sejak beberapa tahun belakangan. Hal itu juga berpengaruh pada merosotnya penumpang Madona dengan dalih mereka memilih transportasi yang menawarkan kenyamanan dan keamanan.

"Madona juga rusak gara-gara adanya ojek online. Jadi bisa dijemput ke rumah terus diantarkan langsung ke tujuan. Kalau bus seperti itu kan nggak, soalnya nanti harus naik angkot lagi atau ojek," ucap Sugina.

Jika tak ada perhatian dari pemerintah, bukan tak mungkin beberapa tahun ke depan Madona tinggal kenangan. Hal itu jadi satu kekhawatiran yang terus berkecamuk di benak Sugina.

"Dari lubuk hari yang terdalam, saya ingin mempertahankan bus Madona, harus tetap ada dan beroperasi. Apalagi buat saya memang bersejarah, tapi kalau seperti ini terus, tidak ada perhatian bisa jadi tinggal menunggu waktu sampai akhirnya tidak ada lagi," kata Sugina.

(iqk/iqk)


Hide Ads