DPRD Tanggapi Kasus Guru-Bayi yang Meninggal di RSUD Sumedang

DPRD Tanggapi Kasus Guru-Bayi yang Meninggal di RSUD Sumedang

Nur Azis - detikJabar
Sabtu, 07 Okt 2023 02:30 WIB
RSUD Sumedang
RSUD Sumedang. (Foto: Nur Azis/detikJabar)
Sumedang -

Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Sumedang dari Fraksi PKS Rahmat Juliadi menyebut proses audit terkait penanganan pasien akan dilakukan jika terjadi kasus kematian di rumah sakit. Adapun jika terjadi pelanggaran, sanksi terberat berupa pencopotan praktik kerja bagi tenaga medis.

Hal itu diungkapkan Rahmat menanggapu kasus kematian seorang guru bersama bayinya yang masih ada di dalam kandungan saat proses persalinan di RSUD Sumedang belum lama ini.

"Selama ini kalau ada kematian pasti nanti akan ada audit, kalau untuk kasus kematian ibu dan bayi itu disebutnya audit maternal perinatal atau AMP, dari AMP ini nanti akan terlihat apakah ada kelalaian, apakah penanganan dan tindakan sudah sesuai prosedur, nanti akan terlihat dari hasil audit itu," kata Rahmat Juliadi kepada detikJabar, Jumat (6/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rahmat menjelaskan, jika hasil audit ditemukan ada pelanggaran SOP, akan ada sanksi baik bagi tenaga medis, bidan, maupun perawat. Sanksi akan dikenakan dari yang paling ringan sampai sanksi yang paling berat.

"Misal ditemukan ada pelanggaran etika atau disiplin maka biasanya akan diberikan sanksi dari mulai berupa teguran lisan hingga teguran tertulis. Namun jika ditemukan pelanggaran berat maka sanksinya bisa sampai pencabutan surat izin praktik," paparnya.

ADVERTISEMENT

"Itu pun kalau belum masuk ranah pengadilan, tapi kalau ternyata masuk ranah pengadilan maka pengadilan yang akan menentukan, bisa ganti rugi atau bahkan kurungan badan, hal itu ada diundang-undang," tuturnya menambahkan.

Sementara untuk kasus kematian ibu dan bayi di RSUD Sumedang yang terjadi baru-baru ini diketahui berujung damai. Hal itu setelah pihak RSUD Sumedang dan pihak keluarga pasien menggelar proses mediasi.

Meski demikian, sambung Rahmat, kejadian kemarin merupakan tamparan keras bagi RSUD Sumedang dan pemerintah daerah. Kedua institusi itu harus melakukan audit serta perubahan secara total terhadap kinerja di lingkungan rumah sakit selama ini.

"Tentu ini jadi kewajiban, bukan hanya direktur rumah sakit dan jajarannya, tapi ini juga harus jadi bagian evaluasi dari pemerintah daerah Sumedang sendiri, karena RSUD punyanya Pemda Sumedang dan semua karyawan RSUD adalah pegawai Pemda," paparnya.

Menurutnya, mencuatnya kasus kematian seorang guru dan bayi bermula dari buruknya pola komunikasi yang dibangun oleh perawat, bidan hingga tenaga medis pada saat menangani pasien.

"Harusnya pihak rumah sakit bisa memberikan penjelasan secara rinci, bisa memberikan ketenangan terhadap pasien dalam setiap tahapan medis yang dilalui oleh pasien dan keluarganya, itu yang harus dilakukan sehingga keluarga tahu apa yang terjadi pada pasien dan risiko apa yang akan terjadi, itu yang harus dijelaskan seharusnya," ungkapnya.

Rahmat menyebut, pola komunikasi semacam itu dalam istilah medis disebut dengan komunikasi terapeutik.

"Komunikasi terapeutik adalah bagian utama dalam sistem pelayanan terhadap pasien, artinya pasien dan keluarga harus mendapatkan informasi yang jelas terkait penanganan medis apa yang akan dilakukan, sehingga pasien atau keluarga bisa menolak atau melanjutkan terkait penanganan medis tersebut," tuturnya.

"Kalau pasien setuju untuk menerima tindakan medis dengan segala risikonya, maka boleh dilanjutkan tapi kalau pasien atau keluarga tidak setuju untuk suatu tindakan medis tertentu maka pasein dan keluarga pun berhak menolaknya," terang Rahmat menambahkan.

Berita sebelumnya, Seorang guru PNS di Kabupaten Sumedang meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya saat proses persalinan di RSUD Sumedang. Penanganan RSUD Sumedang pun dinilai lalai serta lamban oleh pihak keluarga korban.

Guru tersebut diketahui bernama Mamay Maida (30), warga Dusun Cipeureu, Desa Buanamekar, Kecamatan Cibugeul, Kabupten Sumedang. Ia mengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sarang Tengah.

Bayi yang masih berada di dalam kandungan itu merupakan anak keduanya setelah sebelumnya telah dikaruniai seorang anak perempuan yang kini telah berusia 5 tahun.

Sementara itu, Direktur Utama RSUD Sumedang dr. Enceng mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan program pembinaan serta program lainnnya secara komprehensif kaitannya dengan hospitality.

"Programnya tidak satu macam kalau seperti ini harus komprehensif, ya mencakup pembinaan dan hospitality," ungkap Enceng saat dikonfirmasi detikJabar, Jumat (6/10/2023).

Enceng mengklaim, penanganan untuk pasien bernama Mamay dan bayi yang dikandungnya sudah sesuai sebagaimana SOP. Bahkan audit terkait kasus meninggalnya pun telah dilaksanakan.

"Iya kan lainnya tidak ada pelanggaran, SOP sudah berjalan dan tidak ada kelalaian," terangnya.

"Audit sudah, sudah dilakukan (audit terkait meninggalnya guru dan bayi)," ucapnya singkat.

(orb/orb)


Hide Ads