Tuntutan Guru Honorer Sumedang Usai Kehilangan Istri dan Anak

Round-up

Tuntutan Guru Honorer Sumedang Usai Kehilangan Istri dan Anak

Tim detikJabar - detikJabar
Kamis, 05 Okt 2023 10:30 WIB
RSUD Sumedang
RSUD Sumedang (Foto: Nur Azis/detikJabar)
Sumedang -

Ardiansyah Apendi (30) menuntut RSUD Sumedang. Tuntutan itu dilayangkan setelah istri Ardiansyah, Mamay Maida meninggal dunia bersama bayinya dalam proses persalinan pada Minggu (1/10/2023).

Dalam tuntutannya, Ardiansyah meminta Surat Tanda Registrasi (STR) dokter dan bidan di RSUD Sumedang yang menangani persalinan istrinya dicabut dan diberi tindakan tegas.

"Pertama Cabut STR bidan dan dokter yang terlibat karena sudah melalaikan peringatan dan permohonan pasien. Ketika pasien sudah kehilangan nafas dan diberikan oksigen tapi kenapa masih dikasih obat induksi untuk keempat kalinya, bukannya dilakukan tindakan darurat," tegas Ardiansyah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia pun mempertanyakan SOP penanganan pasien bersalin BPJS di rumah sakit pemerintah itu. Pada saat kejadian, Ardiansyah sempat memohon agar istrinya segera mendapat penanganan. Namun dia justru dimintai tanda tangan ketika Mamay akan diberi obat induksi untuk keempat kalinya.

"Apakah memang SOP BPJS begitu dalam pelayanan pasien bersalin BPJS, padahal saya sudah menolak tanda tangan dan saya saat itu inginnya segera lakukan tindakan," katanya.

ADVERTISEMENT

Padahal menurut Undang-undang Tenaga Kesehatan Pasal 63 ayat (1), seorang bidan atau perawat dapat memberi pelayanan di luar kewenangannya.

Karena itu, Ardiansyah menuntut ganti rugi kepada RSUD Sumedang yang dia anggap lalai hingga menyebabkan istrinya Mamay dan bayi yang masih dalam kandungan meninggal dunia.

"Kedua menuntut ganti rugi kepada rumah sakit karena sudah lalai menangani yang menimbulkan korban dua jiwa sekaligus," tegasnya.

Pihak RSUD Sumedang juga telah angkat bicara terkait kasus tersebut. Direktur Utama RSUD Sumedang dr. Enceng memberikan klarifikasinya terkait meninggalnya Mamay.

Menurut Enceng, saat itu proses persalinan Mamay harus menunggu beberapa tahapan karena posisi kepala bayi tidak berubah atau turun.

"Ada step satu, dua dan step tiga, jadi harus turun kepalanya, jadi pada kondisi ini bayi sang pasien tidak turun sebagaimana mestinya atau standarnya, jadi maksimalnya (ditunggu) satu jam," terang Enceng.

Sementara pada sekitar pukul 10.00 WIB sampai 11.00 WIB, Minggu (1/10/2023), kata Enceng, kondisi sang pasien diketahui telah mengalami kelelahan. Sehingga persalinan diputuskan tidak bisa dilakukan melalui metode per vaginam.

Kemudian Mamay dievakuasi dari kamar bersalin menuju ruang operasi. Namun tiba-tiba Mamay koma hingga harus dilarikan ke ruang ICU untuk mendapatkan ventilator atau alat bantu pernapasan. Namun sayang, nyawa Mamay saat itu tidak dapat tertolong.

"Pasien meninggal di ruang ICU pada sekitar jam 13.04," ucapnya.

Sementara terkait penyebab pasti dari kematian sang pasein dan bayinya sendiri, sejauh ini belum diketahui secara pasti oleh pihak rumah sakit. "Namun berdasarkan jurnal dari rumah Sakit Umum Dr. Sarjito, berupa jurnal, itu akibat emboli air ketuban," tutup Enceng.

(bba/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads