Sejarah RPH Ciroyom: Berawal dari Tempat Jagal Babi

Lorong Waktu

Sejarah RPH Ciroyom: Berawal dari Tempat Jagal Babi

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Minggu, 17 Sep 2023 07:30 WIB
Foto lawas RPH Ciroyom
Foto lawas RPH Ciroyom (Pusat Sejarah Overijssel (Historical Center Overijssel (Collectie Overijssel))
Bandung -

Jika melewati jalan Arjuna tepatnya dekat Stasiun Ciroyom, kita akan melihat sebuah bangunan yang cukup unik. Halaman dalamnya terlihat sangat luas dari depan.

Terlihat gapura dan gerbang yang mengingatkan kita dengan wujud dinding bangunan depan Institut Teknologi Bandung (ITB), yakni dengan batuan lebar yang diwarnai hitam dan putih.

Bangunan peninggalan Belanda ini masih berdiri kokoh hingga kini, bahkan tak pernah beralih fungsi, yakni sebagai Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Story Teller Cerita Bandung Gadis Noer Hadianty, menceritakan bagaimana bangunan ini masih menyimpan sejarah, cerita, dan fungsi yang sama. Hanya beberapa bagian saja yang diperbaiki atau bahkan dipercantik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Area RPH ini dulu dipakai full semua untuk RPH, kalau sekarang sekaligus kantor Dinas Peternakan. Dulu namanya Gemeentelijk Slachthuis te Bandoeng, artinya sama yakni Rumah Potong Hewan Kota di Bandung. Bangunan ini dibangun tahun 1935, ada plakatnya juga RPH ini diarsiteki oleh Brinkman. Sampai sekarang masih difungsikan jadi rumah potong hewan," kata dia sambil memandu walking tour di RPH Ciroyom belum lama ini.

Gadis juga menceritakan, bahwa kala itu orang Belanda sebetulnya menempatkan RPH ini hanya untuk hewan babi. Tapi di awal rancangan pembangunan, rumah potong hewan itu kemudian dibuat tempat pemisahan daging non halal dan halal. Lokasi pemotongan babi ada di sebelah kiri bangunan (dari muka bangunan) dan sebelah kanannya itu tempat potong sapi dan ayam.

ADVERTISEMENT

"Sebenernya RPH awalnya khusus untuk hewan babi, tapi karena semakin luas digunakan dan Bandung lebih mendominasi kaum muslimnya, jadi juga ada untuk hewan lain. Babi kebanyakan didatangkan dari daerah Jawa Tengah, Solo, Jogjakarta, dan fresh dipotong di sini. Sekarang area kiri bangunan itu untuk potong babi dan kandangnya," cerita gadis alumni ITB ini.

Tercantum dalam plakat, bangunan cagar budaya ini memang sejak dulu jadi tempat produksi daging supaya berkualitas baik. Ia pun mengaku pernah mengobrol dengan sang jagal hewan, katanya pemotongan hewan setiap hari berlangsung dari 23.00-03.00 WIB bahkan hingga ratusan ekor.

"Kalau dulu di zaman Belanda, saat hewan di perjalanan ada yang sakit atau stres, kemudian mati saat sudah sampai di sini, akan langsung dibuang di lubang bawah tanah. Mirip seperti sepiteng dan tidak dibakar atau apapun, hanya dibiarkan saja ditumpuk. Katanya lubang bawah tanah ini masih ada, tapi sudah tidak dipakai," ucapnya.

Foto lawas RPH CiroyomFoto lawas RPH Ciroyom Foto: Pusat Sejarah Overijssel (Historical Center Overijssel (Collectie Overijssel)

Gadis perlahan mengarahkan pada kandang sapi, kambing, babi, tempat pemotongannya, dan foto-foto penampakannya pada zaman dulu. Secara keseluruhan memang wujud dan fungsinya masih sama dengan bangunan di kisaran tahun 1935. Hanya ada beberapa penempatan yang disesuaikan dan peralatan yang lebih modern.

Dilihat detikJabar pada Kamis (14/9/2023), publikasi Indische Literaire Wandelingen menuliskan kutipan dari majalah Lokale Techniek oleh Badan Teknis Perkumpulan Kepentingan Daerah, Bandung. Publikasi itu memperjelas bahwa Rumah Potong Hewan atau Gemeentelijk Slachthuis te Bandoeng dibangun sejak dulu untuk pemotongan banyak hewan ternak seperti sapi, kerbau, kuda, dan hewan ternak kecil (domba dan kambing).

"Rumah Potong Hewan Kota yang baru akan dibangun di lokasi yang sama dengan tempat rumah potong hewan babi saat ini berdiri. Sebuah tembok tinggi menjadi batas antara kedua bangunannya. Kandang penyimpanan yang besar, cukup untuk lima hari penyembelihan. Sebuah bengkel dan pusat distribusi akan didirikan untuk para tukang daging kecil, sehingga mereka dapat membawa daging mereka dari rumah potong hewan langsung ke pasar," tulis buku tersebut dalam bahasa Belanda.

Bahkan, turut disinggung bahwa transportasi hewan ternak perlu diperhatikan. Itulah mengapa, letak bangunan RPH Ciroyom sangat strategis yakni dekat dengan stasiun dan pasar. Demi menjaga kualitas, keamanan, kesehatan, dan kecepatan daging ternak didapatkan.

"Daging harus diangkut menggunakan kendaraan pengangkut daging yang tepat. Untuk memudahkan pengangkutan sapi untuk dipotong, telah dibangun jalur samping yang menghubungkan antara rumah potong hewan dan halaman stasiun," tutur publikasi itu.

RPH itu terbagi pada tiga bagian. Bagian pertama adalah untuk kantor administratif dan rumah buat pekerja, bagian kedua untuk pemotongan babi dan kandang, serta bagian ketiga untuk pemotongan sapi. Material pembangunannya terbuat dari beton, sementara lantainya terbuat dari material yang tak licin dan tahan untuk darah dan zat lain dari tubuh hewan seperti bagian kotornya.

"Kewajiban untuk memisahkan rumah pemotongan sapi dan babi menjadi titik awal rancangan ini. Bagian kanan bangunan (dari arah pengunjung datang) di belakang administrasi adalah rumah potong babi, dengan kandang babi di belakangnya di sebelah kanan. Akses menuju rumah potong hewan babi terpisah dari akses menuju rumah potong hewan sapi," lanjutnya.

Selain itu, sekelumit sejarah juga tertulis dalam buku Gemeente Bandoeng (Kotamadya Bandung) terbitan tahun 1931 oleh Dienst van het Grondbedrijf Bandoeng atau Pelayanan Perusahaan Pertanahan Bandung.

Foto lawas RPH CiroyomFoto lawas RPH Ciroyom Foto: Pusat Sejarah Overijssel (Historical Center Overijssel (Collectie Overijssel)

Disebutkan pembangunan tahap pertama rumah potong hewan telah dimulai pada tahun itu, yang nantinya akan dirancang agar memenuhi persyaratan higienis pertama. Hal ini juga jadi salah satu catatan bahwa memang seluruh bangunan ini difungsikan untuk RPH dengan tata perencanaan bangunan yang matang, untuk mewujudkan kelancaran pasokan pangan kota Bandung.

Disinggung sedikit mengenai beberapa ruas jalan seperti den Bragaweg dan Groote Postweg (sekarang jalan Braga dan Asia Afrika) yang dianggap jadi bukti nyata bahwa kehidupan bisnis dan industri menempati tempat yang besar di Bandung. Turut disinggung juga bandara militer di Andir dengan stasiun udara Belanda untuk memastikan Bandung benar-benar 'di tangan' tidak hanya di darat, namun kini juga di udara.

Kembali ke Rumah Potong Hewan Ciroyom, kini bangunan seluas 400 meter persegi ini telah menjadi salah satu cagar budaya golongan A di kota Bandung dan telah diregistrasi secara nasional.

Sekedar diketahui, bangunan cagar budaya terbagi menjadi tiga golongan yakni A, B, C, dan D. Dalam laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, hal ini ditentukan dari segi sejarah dan arsitek­turnya. Golongan A adalah bangunan bersejarah yang sangat baik nilai arsitekturnya. Bangunan tersebut tidak boleh ditambah, diubah, dibongkar, atau dibangun baru.

(aau/yum)


Hide Ads