AZWI Desak Pemerintah Serius Tangani Sampah Perkotaan

Kota Bandung

AZWI Desak Pemerintah Serius Tangani Sampah Perkotaan

Bima Bagaskara - detikJabar
Jumat, 25 Agu 2023 22:15 WIB
Petugas Menyisir Titik Api Kebakaran TPA Sarimukti
Kebakaran TPA Sarimukti (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar).
Bandung -

Kebakaran di TPA Sarimukti membuat pemerhati lingkungan geram. Sebab, api yang melahap gunungan sampah memberikan dampak negatif terhadap masyarakat di sekitar TPA Sarimukti.

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menyebut, kebakaran TPA Sarimukti yang disebabkan oleh puntung rokok itu, diperparah adanya akumulasi gas metana hingga membuat api tak kunjung padam meski sudah tujuh hari berlalu.

Berdasarkan informasi yang diperoleh AZWI, dampak asap kebakaran Sarimukti sudah menyerang kesehatan warga, seperti sakit tenggorokan, sesak nafas hingga iritasi mata. Kondisi itu menyerang 50 warga di 15 RW di Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jabar Meiki W Paendong mengungkapkan, kebakaran TPA Sarimukti merupakan salah satu puncak gunung es dari pengabaian sistematis jangka panjang yang telah dilakukan oleh semua level pemerintahan.

AZWI menilai mayoritas TPA di Indonesia dalam posisi krisis dan terbukti masih banyak praktik open dumping meski data KLHK menyebut ada 364 TPA di Indonesia, dimana 33% Open Dumping, 55% Controlled Landfills, dan sisanya 12% Sanitary Landfills.

ADVERTISEMENT

"Open dumping merujuk pada praktik pembuangan sampah atau limbah secara sembarangan dan tidak teratur di tempat-tempat yang tidak sesuai. Praktik ini memiliki dampak buruk yang signifikan terhadap lingkungan, kesehatan manusia, serta keberlanjutan ekosistem," kata Meiki dalam keterangannya, Jumat (25/8/2023).

Dia mengungkapkan, sejak awal pemerintah seharusnya memberikan perhatian serius terhadap kondisi TPA di Indonesia. Kebakaran TPA dapat dicegah dan tidak terjadi berulang dengan membenahinya menjadi sistem controlled dan sanitary landfill.

Menurutnya, kebakaran TPA bisa mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar dibandingkan biaya pembelian tanah tutupan harian atau mingguan. Selain itu biaya dan dampak kesehatan terhadap warga yang berisiko (populations at risks) juga tinggi.

"Kejadian terbakarnya TPA Sarimukti menjadi potret buruk dari praktik open dumping, dimana kondisi sampah tercampur dalam tempat pembuangan sampah terbuka, seringkali ada banyak bahan mudah terbakar seperti kertas, plastik, dan bahan organik," ungkapnya.

"Jika bahan-bahan ini terkena api atau panas yang tinggi, mereka dapat dengan mudah terbakar dan memicu kebakaran. Parameter yang menjadi perhatian adalah karbon monoksida, hidrogen sulfida, merkuri, dioksin, furan, bahan-bahan kimia organik dan anorganik lain," imbuh dia.

AZWI juga menyebut jika beberapa bahan kimia yang terakumulasi dari sampah dapat bereaksi dengan air atau udara hingga menghasilkan gas metana yang mudah terbakar atau bahkan pencetus percikan api kecil. Jika sampah ini tidak dikelola dengan benar dan terjadi reaksi kimia yang tak terkendali, kebakaran bisa terjadi.

"Pengoperasian TPA sudah tidak diperbolehkan lagi dengan sistem terbuka (open dumping), standar Indonesia minimal harus controlled landfill dengan tutupan urugan tanah harian atau mingguan agar kebakaran dan pencemaran lingkungan dapat dicegah," tegas Yuyun Ismawati selaku Senior Advisor Nexus3 Foundation.

"Harus ada SOP terutama pada musim kemarau, ada tanda larangan merokok atau bawa api yang cukup jelas, ada arahan menghadapi percikan api sampai terjadi kebakaran besar dan 'warning system' agar warga waspada. Panduan teknis pemadaman api harus dikeluarkan dan sebaiknya dengan menggunakan urugan tanah, pakai air hanya waktu awal dan hindari penggunaan AFFF/fire foam, karena mahal dan lebih beracun (mengandung PFAS)," tambahnya.

Di sisi lain, sampah organik menjadi penyebab terjadinya sebagian besar masalah di TPA. Kebakaran bisa terjadi karena emisi gas metan, yang juga merupakan Gas Rumah Kaca (GRK) yang 25 kali lebih kuat dari C02.

Beratnya beban IPAL dan kumuhnya kondisi TPA dan sarana pengelolaan sampah lainnya juga turut memperparah kondisi TPA. Untuk itu, pemerintah di semua level harus memastikan terjadinya pemisahan, pengolahan dan pemanfaatan sampah organik sebagai langkah strategis untuk mendorong perbaikan kondisi TPA dan sarana pengelolaan sampah lainnya.

"Tidak siapnya aspek tata kelola ini menyebabkan Kota Bandung, Kota Cimahi, dan pemerintah daerah gagal menjalankan pemilahan dan pengolahan sampah organik secara maksimal. Pemerintah pusat juga ikut bertanggung jawab atas masalah ketidaksiapan tata kelola pemerintah daerah," ucap Direktur Eksekutif YPBB, David Sutasurya.

"Saat ini, peraturan-peraturan teknis mengenai pengelolaan sampah dan pelaksanaan undang-undang pemerintah belum memberikan arahan yang spesifik, serta tidak menciptakan kondisi yang mendukung agar pemerintah daerah berani menegakkan hukum dan meningkatkan alokasi anggaran yang diperlukan," pungkasnya.

(bba/mso)


Hide Ads