Nama lengkapnya Willem Edward de Graaf, namun dalam catan sejarah ia lebih dikenal dengan nama depannya saja, Willem. Pria kelahiran Sukabumi 11 Januari 1908 itu adalah seorang pilot tempur paling dicari agen intelijen Amerika Serikat (AS) di masa perang dunia ke II.
Cerita perjalanan Willem dikisahkan Rangga Suria Danuningrat seorang pegiat sejarah dari Sukabumi History. Rangga menyebut kisah soal Willem dinukil dari sejumlah narasi sejarah yang ia kumpulkan dari berbagai sumber.
"Ayah Willem bernama Gustaaf Willem de Graaf, adalah seorang Belanda totok, sementara ibunya, Elizabeth Christina adalah keturunan campuran Indonesia dan Jerman. Willem yang berdarah indo itu memiliki seorang kakak perempuan bernama Cornelia Agustina de Graaf yang lahir di Kediri dan seorang adik laki-laki bernama Felix Victor de Graaf yang lahir di Belanda," kata Rangga mengawali kisah soal Willem, Senin (7/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukti darah pribumi yang mengalir di diri Willem terlihat dari wajah dan postur tubuhnya yang sangat mirip dengan pribumi kebanyakan. Gara-gara ini pula Willem sering menghadapi perlakuan diskriminatif dari rekan sejawatnya kala itu.
"Willem menempuh pendidikan di Sukabumi hingga menginjak usia 18 tahun. Pada tahun 1926, De Graaff bergabung dengan maskapai penerbangan Belanda yaitu Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM) sebagai seorang insinyur aeronautika," ujar Rangga.
"Dari bulan Oktober 1930 sampai dengan awal tahun 1933 dia bertugas aktif di Departemen Penerbangan Angkatan Darat Belanda, LVA (Luchtvaartafdeling), demi untuk mendapatkan kualifikasi brevet pilot militer," sambung pria yang juga merupakan cucu dari Bupati Sukabumi ke dua, R. A. A. Soeriadanoeningrat itu.
Pada tahun 1932 Willem menikahi seorang perempuan yang lebih tua delapan tahun darinya bernama Rijke Regina Mayer dari Utrecht Belanda, kemudian ia menjadi kopilot untuk rute penerbangan Eropa-Asia, termasuk jalur Amsterdam-Batavia. Namun selama menjadi kopilot itulah perlakuan diskriminatif sering Willem dapatkan.
"Atas perlakuan diskriminatif yang ia terima itu kemudian membuatnya sakit hati, Willem lalu memutuskan untuk bergabung pada tahun 1940 dengan menjadi seorang simpatisan fanatik partai Nazi Belanda yaitu Nationaal-Socialistische Beweging (NSB) pimpinan Anton Mussert. Gerakan Nasional Sosialis atau National Socialist Beweging (NSB) adalah sebuah partai politik Belanda yang berideologi fasisme dan ultranasionalisme," beber Rangga mengisahkan.
![]() |
Willem bergabung dengan Angkatan Udara Jerman dan bertugas sebagai pilot pengantar pesawat dari pabrik ke tempat distribusi di lapangan terbang Berlin. Willem kemudian dipindahkan ke unit elit yang biasa melakukan misi pengintaian rahasia dan menerjunkan agen-agen komando Jerman di garis belakang musuh.
"Willem berusaha membuktikan dirinya sebagai pilot yang handal dan tangguh selama bertugas di unit ini, yang terdiri dari pilot dari berbagai negara termasuk Polandia, Ceko, Slovakia, Belgia, dan Hindia Belanda," tutur Rangga.
Dalam catatan karirnya, Willem pernah mengalami kecelakaan ketika membawa pesawat pembom. Akibat kecelakaan itu, ia mengalami luka ringan dan absen dari tugasnya.
"Willem sempat mengalami kecelakaan ketika membawa pesawat pembom, Letov B-71 buatan Cekoslowakia, di semenanjung Krimea Utara. Ia mengalami luka di kakinya yang memaksanya absen beberapa bulan bertugas," kata Rangga.
Tahun 1943 pemuda indo itu ditransfer ke Versuchsverband des Oberkommandos der Luftwaffe (ObdL). Sebuah unit elit yang biasa melakukan misi pengintaian rahasia dan menerjunkan agen-agen Jerman di garis belakang musuh. Penugasan itu dijadikan ajang pembuktian oleh Willem sebagai pilot yang handal dan kepercayaan atasan kepadanya.
"Setelah Jerman menyerah kepada pasukan sekutu pada bulan Mei 1945, Willem sempat bersembunyi selama berbulan-bulan di Jerman. Kemudian, ia bergabung dengan banyak mantan anggota pasukan elit Jerman lainnya yang memilih lari dari negaranya karena diburu dinas rahasia pasukan sekutu," ujar Rangga.
Karena sepak terjangnya itulah, Willem masuk deretan daftar orang paling dicari oleh para agen intelijen tentara di bawah naungan dinas rahasia Amerika Serikat yaitu OSS atau Office Outlook Service selama Perang Dunia karena kiprahnya yang berbahaya selama bergabung dengan skuadron bomber khusus Kampfgeschwader 200 (KG 200).
![]() |
"Bahkan hingga OSS berubah wujud menjadi Central Intelligent Agency atau CIA, jejak pelarian eks tentara Nazi serta pasukan penerbang elite Jerman termasuk diantaranya Willem Edward De graaf, nasibnya seperti hilang bak ditelan bumi," papar Rangga.
Hingga kini nasib Willem belum diketahui, ada yang menyebut Willem melarikan diri hingga ke Amerika Selatan. Namun ada juga anggapan, Willem pulang kampung dan memilih menyepi di kampung halamannya di Sukabumi.
"Ada yang menduga sulitnya melacak keberadaan mereka karena selain kemungkinan pelariannya adalah ke Amerika Selatan, Willem bisa saja ia lari dan sembunyi di Sukabumi tanah tempat kelahirannya hingga keberadaanya pilot tempur elite tersebut menjadi misteri hingga hari ini," pungkas Rangga.
(sya/yum)