Asal-usul Tasikmalaya Jadi Kampung Halaman Tukang Kiridit

Lorong Waktu

Asal-usul Tasikmalaya Jadi Kampung Halaman Tukang Kiridit

Faizal Amiruddin - detikJabar
Selasa, 08 Agu 2023 07:30 WIB
Deden salah seorang tukang kiridit di Tasikmalaya yang masih bertahan.
Deden salah seorang tukang kiridit di Tasikmalaya yang masih bertahan. (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar)
Tasikmalaya -

Satu dari sekian banyak sebutan yang melekat pada Tasikmalaya adalah dikenal sebagai daerah asal Tukang Kiridit atau tukang kredit. Ini adalah sebutan untuk pedagang keliling yang menjual berbagai barang kebutuhan dengan cara dicicil.

Dari Tasikmalaya, tukang kiridit menyebar hampir ke seluruh kota-kota di Indonesia. Mereka gigih mengais rejeki di perantauan. Pola pembayaran yang bisa dicicil dianggap membantu masyarakat atau konsumennya yang mayoritas kalangan menengah ke bawah.

Bagi Tasikmalaya sendiri eksistensi tukang kiridit ini menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi. Cuan yang diraup tukang kiridit di perantauan, tentu saja dibawa pulang dan dibelanjakan di Tasikmalaya. Banyak mereka yang sukses kemudian disebut sebagai bos kiridit. Dapat dipastikan kondisi itu memberi dampak positif bagi perekonomian Tasikmalaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun demikian masa kejayaan itu kini telah pudar. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi telah menggerus sektor usaha informal yang sempat membuat Tasikmalaya menasional.

Penjualan barang secara online membuat tukang kiridit semakin sulit bertahan, apalagi beberapa aplikasi juga menyediakan fitur penjualan kredit atau penjualan dengan pembayaran dicicil.

ADVERTISEMENT

Dalam makalah berjudul "Tradisi Merantau Tukang Kiridit Dari Tasikmalaya" tahun 2007 yang ditulis Didin Saripudin dari Universitas Pendidikan Indonesia disebutkan keberadaan tukang kiridit di Tasikmalaya tidak bisa dipastikan secara akurat kapan mulai berkembang.

"Tapi paling tidak, hasil penelitian Sutjipto (1985) dan Saripudin (2003) berdasarkan sumber-sumber lisan, menunjukkan dua versi asal-usul tukang kiridit di Tasikmalaya," tulis Didin.

Yang pertama, kemunculan tukang kiridit ditengarai terinspirasi oleh tukang mindring dari Cina yang muncul di tanah air termasuk tatar Sunda sekitar tahun 1920. Tukang mindring merupakan pedagang keliling warga Cina Perantauan yang menjajakan barang dagangan seperti baju, kain dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Selain pembayaran tunai, mereka juga menjual dengan cara diangsur harian atau mingguan.

Selanjutnya aktivitas usaha para pedagang Cina ini berkembang. Banyak dari mereka yang memilih berdagang menetap atau membuka toko.

"Pada saat pengaruh Cina mindring ini mulai kendor karena mereka membuka aktivitas ekonomi yang lebih menetap dan stabil di kota-kota, munculah tukang gendong, yaitu orang Tasikmalaya yang menggantikan cara mindring itu," tulis Didin.

Mereka berkeliling dari kampung ke kampung dengan membungkus barang dagangan dengan kain berukuran lebar, semacam taplak meja. Karena itulah mereka terkenal dengan julukan tukang gendong. Gejala seperti ini masih terlihat sampai sekitar tahun 1940-an hingga munculnya istilah tukang kiridit.

Versi kedua terkait asal usul tukang kiridit yang diungkapkan Didin adalah diawali dari para santri asal Tasikmalaya yang belajar di pesantren-pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Untuk bekal hidup selain mereka membawa uang juga mereka membawa barang-barang, terutama barang-barang yang dihasilkan dari Tasikmalaya seperti kain, sandal dan aneka kerajinan yang lain. Sebagaimana diketahui, sejak dulu Tasikmalaya dikenal dengan hasil produksi kerajinannya.

Barang-barang inilah yang dibawa santri-santri asal Tasikmalaya untuk dijual dengan cara pembayarannya dicicil.

Dengan cara ini konsumen merasa diuntungkan karena dapat membayar dengan cara cicilan dan para santri juga untung karena dengan pembayaran semacam ini dapat memanjangkan biaya hidup mereka semasa mondok.

Apabila bekal mereka sudah habis mereka pun pulang ke Tasikmalaya untuk mengambil kembali barang-barang yang dapat dikreditkan.

Pola marketing yang mulai digandrungi sebagai ladang usaha itu kemudian "meledak" ketika wilayah Tasikmalaya dan sekitarnya tidak kondusif akibat muncul pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) pimpinan Kartosuwiryo di dekade 1950-an.

Suasana kampung halaman yang dapat dikatakan tidak aman disinyalir mendorong urbanisasi masyarakat Tasikmalaya ke kota-kota di Jawa Barat dan Jakarta. Mereka yang memutuskan "nyaba ka kota" banyak yang memiliki menekuni usaha tukang kiridit.

"Peristiwa inilah yang diperkirakan selanjutnya banyak memberikan pengaruh besar dan daya dorong mobilitas para tukang kiridit. Mereka tersebar mula-mula ke kota-kota yang aman di Jawa Barat dan Jakarta. Jiwa petualangan dan benih keinginan berprestasi dalam bidang ekonomi yang secara kultural tertanam pada orang Tasikmalaya mendorong mereka melakukan mobilitas ke luar Jawa Barat bahkan ke luar Pulau Jawa," tulis Didin.

Komoditas barang dagangannya beragam, tidak hanya kerajinan atau kebutuhan sandang saja, bahkan sampai minyak kelapa pun dijual dengan cara kredit. Ini tentu saja berkaitan dengan daya beli masyarakat pada masa itu.

(yum/yum)


Hide Ads