Stadion Hoegeng, biasa menjadi tempat latihan untuk kesebelasan Liga 3 Pekalongan. Stadion ini dibangun sejak tahun 1986 dan direnovasi pada tahun 2005 silam.
Stadion yang mulanya bernama Stadion Kraton dan Stadion Kota Batik ini, jadi saksi berlaganya Persip Pekalongan. Tapi lebih dari sekedar itu, stadion ini juga jadi bukti bahwa penurunan tanah di kota Pekalongan bisa dikatakan semakin ngeri.
Bayang-bayang ancaman Jawa Tengah tenggelam disampaikan oleh William Pradana Sollu, Ketua Tim Infrastruktur Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi. Ia menjelaskan pihaknya memperoleh data bahwa tanda-tanda penurunan tanah di kota Pekalongan paling banyak terlihat di Stadion Hoegeng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan laporan adanya penurunan tanah paling tinggi di daerah Jawa Tengah, William berangkat bersama tim dari Badan Geologi Bandung untuk turut memantau pengeboran yang dilakukan di stadion tersebut.
"Di sini kami lakukan pengeboran sedalam 300 meter. Nanti akan dibangun patok, sementara material yang dikeluarkan akan kami teliti. Kemudian sedang proses sumur pantau dengan kedalaman 100 meter untuk mengetahui pengaruh air tanah dan penurunan tanah di sini," kata William menunjukkan pada wartawan, Sabtu (29/7/2023).
![]() |
Tim detikJabar berkesempatan melihat patok yang menjadi tanda adanya penurunan tanah tersebut. Sebuah patok terlihat berupa beton lonjong (tengah abu-abu), dikelilingi beton berwarna biru.
Mulanya saat dibangun pada Maret 2020, kedua beton ini memiliki tinggi sejajar. Namun tahun berganti tahun, beton biru mengalami penurunan. Jika diukur, per tahun 2023 bahkan sudah mencapai 180 mm atau setara 18 cm. Ini jadi bukti, penurunan tanah berlangsung selama kurun waktu 3 tahun.
"Patok yang tengah ini bertumpu pada lapisan tanah yang keras di kedalaman 100 meter. Kemudian beton biru ini dibangun di permukaan tanah kurang lebih 40 meter. Hasilnya, penurunan beton sekitar 18 cm selama 3 tahun. Berarti per tahun tanah turun 5,5 cm. Badan Geologi sudah membangun kurang lebih 10 stasiun untuk melihat fluktuasi tanah, tapi masing-masing berbeda dan disini jadi yang termasuk paling cepat penurunannya," kata William.
Secara kasat mata mungkin akan mudah terlihat tembok yang mengelilingi stadion punya tinggi yang tak sejajar. Belum lagi dengan retakan-retakan tembok yang mudah ditemukan. Hal itu merupakan salah satu efek penurunan tanah di Pekalongan.
![]() |
Stadion Hoegeng dinilai cukup representatif untuk membuktikan penurunan tanah yang cukup cepat serta memungkinkan untuk diteliti melalui cara pengeboran. Ada bangunan retak, wilayah cukup luas, jauh dari pemukiman, dan mengalami bentuk penurunan tanah.
Menengok ke belakang, tepatnya pada Selasa (8/11/2022), tim detikJateng melihat patok yang sama dipasang di dalam Stadion Hoegeng menunjukkan penurunan tanah sudah mencapai 14,5 cm. Bisa dikatakan dalam kurun waktu yang belum genap setahun, penurunan tanah bertambah 3,5 cm.
"Stadion ini juga agak melengkung, itu efek penurunan tanahnya. Pengaruhnya nanti jalan bisa putus, akses logistik dari Jawa Timur ke Jakarta juga bisa putus, makanya harus ditangani dengan serius," ucapnya mewanti-wanti.
Penurunan Tanah Diprediksi Juga Terjadi di Jabar
Dikatakan oleh William, angka penurunan di Pekalongan cukup signifikan. Namun, masih ada beberapa tempat lain yang mungkin penurunan tanahnya lebih tinggi.
Di ibu kota Jawa Tengah, Semarang, punya angka penurunan tanah yang lebih tinggi dan ini terjadi sudah sejak lama.
Sementara wilayah lain di Jawa Barat juga masuk dalam penyelidikan potensi penurunan tanah. Seperti Kabupaten Bandung yang tahun ini direncanakan bakal dibangun stasiun penurunan permukaan tanah.
Selain itu, bakal dibangun juga stasiun penurunan permukaan tanah dan sumur pantau di tahun 2024. Letaknya ada di 10 lokasi di Jateng dan Jabar yakni Demak, Semarang, Gresik, Bekasi, Indramayu, dan Cirebon.
"Tapi daerah Jabar masih terlalu dini untuk disimpulkan. Monitoring kami belum sampai sana, baru di sekitar Jateng seperti Batang. Semarang tertinggi karena kawasan padat penduduk, jadi lebih banyak faktor pengaruhnya. Selain itu, kita juga lakukan pengeboran di Demak karena ada survey penurunan," ucap William.
Sistem pengukuran tanah dan kondisi di Pekalongan bisa jadi bayangan untuk Jawa Barat jika nanti memang terbukti angka penurunan tanah per tahunnya cukup tinggi.
Sejauh ini, penurunan tanah yang paling signifikan terjadi di DKI Jakarta. Dalam catatan detikcom, pada Februari 2022 Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pernah mencatat tanah di kawasan DKI Jakarta mengalami penurunan 12-18 cm per tahunnya.
Kejadian ini merupakan imbas dari masyarakat yang kerap menggunakan air tanah untuk keperluan sehari-hari atau over extraction ground water.
Tapi kata William, keadaan kota yang padat dan dibangun banyak bangunan juga bisa jadi salah satu faktor. Maka ia pun belum bisa memastikan soal penyebab penurunan tanah di Jateng dan Jabar sebelum ada kajian mendalam.
"Tapi kalau di Pekalongan sebetulnya tekanan bangunannya belum banyak seperti di Jakarta ya. Jadi mungkin kita bisa mengurangi faktor itu untuk mencapai kesimpulan (penyebab penurunan tanah ri Pekalongan). Jadi ini masih dalam bentuk kajian. Kalau sudah tahu kenapa disini bisa turun jadi mitigasinya lebih cepat," tutur William.
Pembangunan dan pengumpulan data pun masif dilakukan agar bisa segera dicarikan solusi pencegahannya.
Sebab tak main-main, dampak dari penurunan tanah ini akan berpengaruh pada rusaknya bangunan, perubahan mata pencaharian warga, meluasnya dampak banjir, hingga terganggunya infrastruktur seperti jalanan. Bangunan dan jalan pun harus terus ditinggikan entah sampai kapan.
"Penyebab dengan persentase tertinggi belum ada dan belum bisa ditetapkan kesimpulan. Ada daerah yang terdapat di dekat pantai, daerah padat penduduk dengan serapan air yang banyak, itu masih indikasi. Di wilayah Pantura memang kita pertimbangkan sisi air tanah dan dinamika pantainya. Tapi masih perlu kajian," ucap William.
(aau/yum)