50 Persen Warga Miskin di Kabupaten Kuningan adalah Petani

50 Persen Warga Miskin di Kabupaten Kuningan adalah Petani

Fathnur Rohman - detikJabar
Jumat, 28 Jul 2023 06:00 WIB
Petani Kuningan
Petani Kuningan (Foto: Fathnur Rohman/detikJabar)
Kuningan -

Kabupaten Kuningan merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki potensi di sektor pertanian, perkebunan dan hortikultura. Namun semua potensi ini belum dikembangkan secara optimal, bahkan para pelakunya harus hidup di bawah garis kemiskinan.

Tingkat kemiskinan di Kabupaten Kuningan diperkirakan mencapai 13,10 persen dari total penduduk sekitar 1,2 juta jiwa. Artinya angka kemiskinan tersebut begitu signifikan. Kondisi ini diperparah dengan tingkat pengangguran yang menyentuh angka 16 persen.

"Kuningan ini menghadapi masalah yang menurut saya semakin berat. Beberapa yang penting, di antaranya persoalan kemiskinan, juga pengangguran. Angka kemiskinan kita di Jawa Barat ini masih cukup perlu diperhatikan, sekitar 13,10 persen. Jadi 13 persen dari 1,2 juta penduduk, saya kira cukup signifikan," kata Asda Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Kuningan, Ukas Suharfa Putra di Kuningan, belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemiskinan di Kabupaten Kuningan, kata dia, merupakan permasalahan yang pelik karena berkaitan dengan sektor-sektor pembangunan dan lainnya. Ukas menyebut, 50 persen warga miskin di daerahnya berprofesi sebagai petani, buruh tani dan para pelaku yang bergerak pada sektor perkebunan.

Padahal bidang pertanian dan perkebunan di Kabupaten Kuningan sangat potensial untuk menambah cuan, baik itu bagi pendapatan asli daerah (PAD) sampai mensejahterakan para petani. Ukas mengaku potensi pada sektor tersebut belum teraktualisasi atau kurang berjalan maksimal.

ADVERTISEMENT

"Kemiskinan kalau diurai lagi menjadi soal sektoral, menjadi soal-soal yang berkaitan dengan sektor-sektor pembangunan. Kita lihat penumpukannya itu ada di sektor pertanian. Di atas 50 persen, orang miskin di Kabupaten Kuningan memang hidupnya, bekerjanya itu ada di sektor pertanian. Ada yang menjadi penggarap, buruh tani, penyakap dan sebagainya. Pendapatannya itu di bawah garis kemiskinan," ujar Ukas.

Kondisi semacam ini menurut Ukas harus segera dibenahi, walaupun prosesnya tidak semudah membalikan telapak tangan. Dibutuhkan banyak sekali 'daya ungkit' (leverage) untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Salah satu cara agar sektor pertanian dapat kembali bergeliat yakni dengan mendatangkan sebanyak-banyaknya investor. Suntikan dana dari para penanam modal tersebut akan lebih efektif ketimbang mengandalkan APBD.

"APBD kita di Rp 2,6 triliun atau Rp 2,7 triliun itu disebut 100 persen, itu hanya 15 persen yang bersumber dari pendapatan kita sendiri. 85 persen dikasih dari pusat dalam bentuk dana transfer. Seandainya pusat itu ogah nurunin uang, kita tidak bisa apa-apa. Kekuatan daerah ini, hanya mungkin tumbuh dengan investasi. Apabila investasi di kita tumbuh subur, maka dia akan creating job, menciptakan pekerjaan. Kalau sudah begitu, pasti creating income, menciptakan pendapatan. Setelah itu dampaknya ke mana-mana," papar Ukas.

Agriculture Investment Jadi Solusinya

Dengan tumbuh suburnya investasi di Kuningan, setidaknya menjadi solusi paling nyata untuk mengatasi persoalan pelik tadi. Khususnya berkaitan dengan upaya melepaskan petani dari jerat kemiskinan.

Untuk investasi sendiri sebenarnya sudah berjalan. Hanya saja eksekusinya masih menyasar pada produk primer berupa komoditas segar hasil pertanian dan perkebunan.

"Saya pikir investasi yang paling pas adalah agriculture investment. Karena kekuatannya ada di sana. Dari pendapatan per tahun yang dihasilkan oleh masyarakat Kuningan, itu hampir 30 persennya disumbangkan dari sektor pertanian. Dalam bentuk produk primer seperti padi, jagung, dan aneka umbi-umbian dan lainnya," ungkapnya.

Dari 30 persen sumbangsih produk primer ini, kebanyakan langsung dipasarkan dalam bentuk segar dan tidak diolah terlebih dahulu. Ukas berpendapat, bila komoditas pertanian ini dikembangkan menjadi produk turunan maka nilainya semakin bertambah.

Oleh karena itu, Pemkab Kuningan sedang gencar melakukan berbagai upaya agar para investor mau berinvestasi untuk mengembangkan produk olahan dari komoditas pertanian dan perkebunan.

"Jadi dari 30 persen dari primary product, produk segar yang belum diapa-apakan. Jadi kalau ada investasi di sektor primer, kita sambut baik. Tapi akan kita sambut baik lagi, kalau investasi itu tidak hanya di sektor primer. Tapi dia ada di olahan, karena pasti akan meningkatkan daya tambah. Kalau jual ubi sekilo Rp 3.500. Bila dibikin tepung, mungkin sudah lain. Harga tepung ubi jalar Rp 11-13 ribu," ucap Ukas.

Sementara itu saat ditemui detikJabar, Kamis (27/7/2023), Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy menyebut situasi petani saat ini cukup memprihatinkan. Sedangkan bila dilihat dari komoditasnya, perekonomian pada sektor pertanian sangat potensial.

Dia mencontohkan, produk pertanian andalan yang cukup menonjol di Kuningan salah satunya adalah bawang. Di beberapa desa bahkan banyak berdiri pabrik pengolahannya. Namun, dia menyoroti suplai bahan baku yang umumnya didatangkan dari luar Kuningan.

"Dalam situasi Kuningan seperti ini, petani yang mempunyai potensi untuk penghasil bahan yang bisa diandalkan harus diperhatikan. Dengan begitu mereka dapat memacu intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Supaya pertanian bisa diandalkan. Contohnya di bawang. Bawang di Kuningan inikan bagus, terutama banyak pabrik pengolahannya. Tetapi suplainya dari luar. Kenapa Kuningan tidak bisa menanam bawang? Padahal punya potensi," kata Nuzul,

Nuzul mendesak agar Pemkab Kuningan dapat melakukan berbagai upaya untuk membuat hidup petani lebih sejahtera. "Pemkab Kuningan harus segera recovery, jadi melakukan efisiensi dan lain sebagainya untuk pemberdayaan masyarakat. Sehingga tingkat kemiskinan ini dapat kita kendalikan," tandasnya.




(dir/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads