Produk bawang goreng dari Kabupaten Kuningan naik kelas sebagai komoditi ekspor. Pamornya melesat dari item pelengkap makanan anak indekos, kini menjadi bumbu tabur yang dilirik pasar Eropa. Peminatnya adalah Belanda.
Bertempat di sebuah pabrik kecil di Desa Babakanreuma, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan, Rabu (26/7/2023) siang, sebuah kendi dan sebutir telur ayam kampung dipecahkan. Di depannya terdapat mobil pickup berwarna hitam yang mengangkut bawang goreng khas Kota Kuda.
Prosesi simbolis itu menjadi pertanda dimulainya ekspor perdana produk bawang goreng, kreasi CV Monita Food ke Belanda. UMKM binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Cirebon ini, telah membuka langkah awal untuk memasarkan produknya ke pasar global.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum di titik sekarang, proses panjang harus dilalui UMKM tersebut. Semuanya bermula saat Direktur CV Monita Food, Aris Risma mendapat kesempatan untuk berkomunikasi dengan buyer melalui jejaring yang dimilikinya.
"Kita sampai ke titik ini bertahap. Dari tiga tahun ke belakang kita mendapatkan satu penawaran, terus kita juga menunggu buyer hadir ke tempat kami," kata Aris kepada detikJabar.
Berkat rekanan bisnis yang menjadi perantaranya, kata Aris, komunikasi dengan buyer asal Belanda itu berjalan lancar. Sampai pada Juni 2023 kemarin, pihak buyer langsung mendatangi pabrik pengolahan bawang goreng miliknya untuk melihat secara langsung produk-produk olahan yang dihasilkan.
Merasa puas akan kualitas bawang goreng dari Kuningan ini, Aris dan pihak buyer tersebut akhirnya menjalin kerja sama. Momen inilah yang kemudian mengantarkan CV Monita Food dapat mengekspor produknya hingga ke Belanda.
"Baru pada bulan Juni kemarin, buyer kami dari Belanda datang ke sini. Akhirnya terjadinya kerja sama. Kami dibantu oleh aggregator. Beliau yang membantu kami dalam proses negosiasi dan penilaian kualitas," ujar Aris.
Aris menyebut sekitar 5 ton bawang goreng kualitas terbaik bakal diterbangkan ke negeri Kincir Angin tersebut. Nantinya, dia tinggal menunggu feedback setelah produknya dipasarkan di sana.
Tak hanya Belanda, produk olahan berbahan dasar bawang merah dan bawang putih yang diproduksinya juga sudah merambah ke pasar Australia serta Uni Emirat Arab. Hanya saja skala pengirimannya masih berupa hand carry dengan jumlah sekitar 800 kg.
"Untuk pengiriman perdana ini, kita masuk ke kontainer 20 feet, sekitar 5 ton. Biasanya kita kirim hanya hand carry ke Australia dan Uni Emirat Arab. Tapi itu skalanya kecil, sekitar 800 kg. Kita masih tunggu jumlah permintaan dari Belanda, sambil dipasarkan. Kita tunggu feedback, baru kita tahu jumlahnya," ungkapnya.
Meski tergolong pabrik kecil, capaian CV Monita Food tidak main-main. Sebagai salah satu UMKM, imbuh Aris, tempatnya mampu memproduksi bawang goreng sampai 3 ton per hari. Bahkan, produk turunan seperti minyak bumbu dan minyak bawang dari tempatnya telah mensuplai beberapa pabrik pengolahan bumbu hingga pabrik mi terkemuka.
Baca juga: Keren! Kuningan Kini Punya 43 Desa Wisata |
Semua pencapaian tersebut dapat diraih berkat bantuan yang diberikan oleh sejumlah pihak, salah satunya KPw BI Cirebon. "Bank Indonesia telah memberikan support, baik untuk event atau kegiatan-kegiatan dan seminar yang kami butuhkan sebagai produsen bawang goreng. Kami juga sudah dihubungkan dengan petani binaan di beberapa titik. Itu mempermudah kami dalam mencari kebutuhan dan suplai untuk bawang yang kita produksi," paparnya.
Sementara itu Kepala KPw BI CIrebon, Hestu Wibowo mengatakan dengan ekspor perdana bawang goreng ini diharapkan dapat memantik para pelaku UMKM di Kuningan agar segera meningkatkan kualitas serta jumlah produksi produknya. Sehingga, produk asal Indonesia dapat berkiprah di pasar mancanegara.
Guna mendorong agar produk lokal tembus ke pasar global, BI Cirebon selalu berupaya membantu UMKM binaan. Misalnya mengikutsertakan produk UMKM dalam ajang pameran di berbagai event nasional sampai internasional.
"Ini menjadi upaya kami dalam mengembangkan produk UMKM. Termasuk juga melakukan business matching. Sehingga pelaku UMKM mendapatkan kesempatan memperluas pemasarannya," tutur Hestu.
Pentingnya Pengolahan Komoditas Pertanian dan Hortikultura
Dari penilaian Hestu, Kabupaten Kuningan merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang menghasilkan komoditas pertanian dan hortikultura dalam jumlah besar. Sayangnya, komoditas tersebut hanya dijual sebagai barang primer bukan bentuk olahan.
Padahal proses pengolahan komoditas ini sangat penting dilakukan. Selain menjadi nilai tambah untuk petani dan pegiat pada sektor ini, produk turunan dari komoditas tersebut berperan besar dalam menjaga kestabilan harga di pasaran.
"Saya perlu sampaikan, sektor pengolahan komoditas ini menjadi daya ungkit bagaimana mendorong pertanian. Karena ini hilirisasi pengolahan, juga dapat menjaga stabilitas harga dan pengendalian inflasi. Produk-produk komoditas selama ini saat panen raya mungkin, over supply sehingga harga jatuh. Namun dengan adanya proses pengolahan dan hilirisasi semuanya bisa terkendali," katanya.
Dalam beberapa kasus, ungkap Hestu, kelompok pangan seringkali menjadi penyebab inflasi. Khususnya di Kota Cirebon sebagai daerah yang dihitung inflasinya secara nasional.
Dengan munculnya diversifikasi produk komoditas pertanian, perkebunan dan hortikultura, maka pengendalian inflasi dapat dilakukan. "Kota Cirebon didukung oleh daerah-daerah sekitar yang menjadi sentra. Semua kebutuhan seperti beras kita punya di Indramayu, bawang dan cabai kita punya Majalengka serta Kuningan, telur di Kuningan. Kota Cirebon ini sangat beruntung. Untuk pengendalian inflasi kelompok pangan ini cukup terkendali. Sekitar 2,3 persen," jelas Hestu.
Hal senada disampaikan Asda Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Kuningan, Ukas Suharfaputra. Menurutnya pengolahan komoditas ini belum berjalan maksimal. Butuh upaya untuk mengeksplorasi serta mewujudkannya.
Lebih lanjut Ukas memaparkan, Kabupaten Kuningan memiliki potensi pada sektor hortikultura, umbi-umbian dan kacang-kacangan. Paling terlihat misalnya pada ubi jalar yang hasil panen per tahunnya mencapai 80 ribu ton. Walau tinggi, hasil panen ini dijual dalam bentuk mentah.
"Di kita itu komoditas unggulannya Hortikultura, umbi-umbian dan kacang-kacangan. Misalnya ubi jalar yang produksi per tahun sampai 80 ribu ton tadi. Tapi itu hanya dijual mentahnya saja. Olahannya masih kurang," ujarnya.
Jika diolah dan dijadikan tepung, nilai ekonomi dari ubi jalar tentu akan bertambah. Hal ini pun berlaku juga pada komoditas lainnya. Oleh karena itu, pihaknya tengah mengundang para investor untuk melirik potensi tersebut.
"Kita butuh investor lain, terutama yang bisa mengolah ubi jalar menjadi tepung. Saat ini, sudah ada upaya mengarah ke sana," kata dia menambahkan.
Melihat semua potensi tersebut dan juga keberhasilan bawang goreng dari Kuningan bisa diekspor ke Belanda, Ukas berharap agar hal positif ini akan berlanjut terus ke depannya.
(dir/dir)