Kisah Srikandi Damkar Bandung: Dapat Jodoh hingga Kehilangan Rekan

Kisah Sang Penakluk Api

Kisah Srikandi Damkar Bandung: Dapat Jodoh hingga Kehilangan Rekan

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Sabtu, 08 Jul 2023 15:00 WIB
Srikandi Damkar Bandung
Tika, Srikandi Damkar Bandung. (Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar)
Bandung -


Ratika Yuli Puspita (38), perempuan ayu ini sehari-hari ngantor di Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Diskar PB) Kota Bandung. Tika mengbabiskan separuh dari usianya saat ini untuk mengabdi di kantor 'Sang Penakluk Api', kantor yang berlokasi di Jalan Sukabumi 17, Kota Bandung.

Tika, begitu sapaannya, memulai hari di kantor yang menjadi garasi 'Si Merah', truk-truk pemadam. Sebagai Staff Bidang Pemadaman dan Penyelamat, ia harus siap siaga mendengarkan sirene penanda di kantor.

Bunyi sirene satu kali menandakan petugas harus melakukan penyelamatan, baik itu adanya hewan buas, penemuan satwa langka, dan masih banyak lagi. Sementara jika bunyi sirene dua kali menandakan kebakaran sedang terjadi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tika kecil tak pernah menyangka kariernya akan menjadi seorang pemadam. Lulus kuliah, ia sebetulnya melamar menjadi pegawai administrasi.

"Waktu itu lulus kuliah langsung kerja disini. Jadi tenaga magang administrasi komputer, bikin laporan kebakaran. Sampai akhirnya kan memang harus turun ke lapangan untuk interview ke RT maupun RW. Lama-lama nyaman saja, dan saya kan orangnya segala pengin tahu, pengin bisa. Awalnya megang noozle saja, lama-lama suka. Panggilan jiwa mungkin ya, senang banget bisa nolongin orang," kenang Tika pada detikJabar, belum lama ini.

ADVERTISEMENT

Hampir setengah usianya dihabiskan sebagai seorang Pemadam Kebakaran. Tugas mulia yang diembannya ini tentu tak mudah untuk dijalani. Tapi hingga kini ia bersyukur, tak pernah ada kejadian pahit menimpanya. Semua dilakukan atas izin dan doa keluarganya.

Dari tempat kerjanya inilah, ia menemukan belahan jiwanya. Tika menikah dengan Abiguna yang juga berprofesi sebagai Danton Lapangan di Diskar PB Kota Bandung. Berawal dari perjodohan di kantor, kini keduanya telah dikaruniai dua orang anak.

"Mulai kerja itu dari belum berkeluarga, orang tua nggak masalah karena saya emang tomboy, suka dengan kegiatan ekstrem. Lalu berkeluarga, suami kan profesinya sama, jadi ngerti," katanya.

"Paling selalu pesan ati-ati, tong wani teuing biar saat di lapangan itu nggak cuma sembarang pengin maju ke depan. Anak-anak juga udah biasa, pokoknya saya selalu kabarin lokasi lapangan juga kalau mau turun. Jadi pastikan kita itu juga udah siap lah," sambung Tika.

Kenangan Kala Melumpuhkan Si Jago Merah

Tubuhnya boleh kecil, tapi semangat dan keberaniannya luar biasa. Tak terhitung berapa kejadian pernah ia tangani. Mulai dari kebakaran kecil sampai besar, penanganan satwa berbahaya, hingga penanganan bantuan masyarakat.

Salah satu yang masih teringat di benaknya adalah kebakaran tahun 2013, di toko Inti Kimia Jalan Ahmad Yani (Cicadas) yang apinya turut merembet ke tiga toko lain.

"Pernah ada kebakaran di toko bahan kimia. Teman aku yang cowok dua orang pingsan langsung masuk UGD, terus semua pemadam sampai sakit semua tenggorokannya. Terbakar saluran pernafasannya dari menghirup asap. Sakit, perih banget semingguan, karena dulu ya APD juga belum lengkap," ceritanya.

Tika juga menceritakan salah satu momen yang paling membuatnya terpukul. Dengan suara lirih, ia mengenang kejadian lima tahun yang lalu, kala dua rekan sejawatnya menghembuskan napas saat memadamkan si jago merah.

Dua orang pemadam kebakaran yakni Imam Taufik Hidayat dan Trisna Supriatna meninggal ketika memadamkan api dalam kebakaran di Gudang Tekstile milik CV Sandang Sari, Jalan AH Nasution, Kelurahan Sindang Jaya, Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung, Senin (11/9/2017). Saat itu, keduanya tertimpa reruntuhan bangunan yang terbakar.

"Itu benar-benar terpukul, sedih, trauma. Sampai sempat lama nggak turun lagi ke lapangan. Akhirnya aku coba untuk turun lagi waktu ada kebakaran gudang mebel di Jalan Raya Golf Dago. Itu aku lemes banget karena bangunannya mirip banget kayak yang kemarin. Sempet kepikiran anak-anak aku nanti gimana kalau aku kenapa-napa, tapi tetap harus profesional. Alhamdulillah lama-lama bisa melewati trauma itu," ujarnya.

Cerita Unik dari Misi Penyelamatan

Setiap misi penyelamatan punya cerita dan kesan unik di ingatan Tika. Kala memadamkan api akhir tahun 2022 lalu contohnya, ia harus dapat 'oleh-oleh' rasa sakit sekujur tubuh akibat terpelanting saat hilang keseimbangan mengarahkan noozle.

Ia juga punya banyak kisah unik saat menangani laporan di kantor. Salah satu yang terekam jelas dalam memorinya adalah kala membantu pelepasan cincin seorang wanita yang stres dan punya ketakutan pada laki-laki.

"Ada ibu-ibu yang sepertinya kelainan jiwa. Cincin di jari manis kirinya itu udah patah, kemudian salah satu bagiannya masuk ke dalam daging, jarinya bengkak sudah infeksi. Tapi dia punya trauma dengan laki-laki, jadi harus Srikandi Damkar yang bujuk," kata Tika.

"Kan ada penanganan yang harus dengan laki-laki waktu pake gerinda, jadi staff laki-laki sampe kita pakein jilbab. Tapi itu juga masih belum bisa keluar karena malah cincinnya semakin dimasukkan lagi ke daging. Akhirnya kami copot dengan paksa, sambil dipegangin teman-teman Srikandi lainnya supaya tidak meronta," lanjutnya diiringi tawa.

Dalam setiap upaya damkar, para petugas berangkat dengan penuh harap agar bisa menyelamatkan semua nyawa. Namun kadang, takdir berkata lain. Tak selalu misi penyelamatan berjalan mulus.

"Pokoknya kita paling nyesek kalau dalam kejadian ada korban. Contoh di Pasar Caringin itu katanya orangnya terbakar saat sedang salat. Kemudian, ada yang evakuasi ditemukan mayat kondisinya berpelukan, ada juga anak yang jatuh ke sumur, lalu saat diangkat sudah nggak bernyawa. Itu kita paling sedih," tutur Tika.

Dalam musibah, siapa saja bisa jadi korbannya. Pekerjaan Tika memang berisiko tinggi, tapi dari tahun ke tahun semangat perempuan ini masih sama seperti motto damkar, pantang pulang sebelum padam.

Senyuman dan ucapan terima kasih dari masyarakat jadi obat lelahnya. Meskipun tak jarang kehadiran damkar dapat sambutan pahit dari masyarakat.

"Kita pernah dilemparin batu, dimaki-maki, disurakin, dibilangnya pahlawan kesiangan karena dianggap datangnya telat. Padahal mungkin sumber air atau hydrant susah, terus dulu juga belum terbagi UPT kayak sekarang. Tapi ya mungkin warga itu panik jadi kita nggak nyalahin juga. Biasanya kita para Srikandi lakukan trauma healing, karena ya itu bagian dari trauma juga kan," ujarnya.

"Tapi kalau sudah selesai, api padam, tidak ada korban, itu senengnya luar biasa. Nggak perlu dikasih apa-apa, melihat mereka waktu kita jalan nyamperin untuk bilang terima kasih, itu sudah lebih dari cukup," ucap Tika sambil tersenyum.

(aau/sud)


Hide Ads