Saat Alumni Bicara Soal Ajaran Kontroversial di Al-Zaytun

Round-up

Saat Alumni Bicara Soal Ajaran Kontroversial di Al-Zaytun

Tim detikJabar - detikJabar
Minggu, 18 Jun 2023 08:01 WIB
Pondok Pesantren Al-Zaytun di Kabupaten Indramayu.
Ponpes Al-Zaytun (Foto: Istimewa/situs resmi)
Indramayu -

Seorang alumni dari Ponpes Al-Zaytun, Indramayu terheran-heran dengan banyaknya kontroversi yang menyangkut eks tempatnya menempuh pendidikan tersebut. Sebab dulunya, tidak ada hal aneh di ponpes yang dipimpin Panji Gumilang itu.

Pengakuan tersebut diungkapkan Mukhlis (30), alumni Ponpes Al-Zaytun asal Bandung, Jawa Barat. Maraknya pemberitaan terkait Al-Zaytun membuat Mukhlis sebagai seorang alumni mau tak mau ikut memberi perhatian.

Apalagi saat ini, Ponpes Al-Zaytun dianggap punya ajaran yang menyimpang. Padahal kata Mukhlis, selama dirinya menjadi santri di ponpes itu pada periode 2004-2010, tidak ada hal-hal yang membuat Al-Zaytun disorot seperti saat ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mukhlis mengaku, isu-isu soal penyimpangan baru muncul saat dirinya akan keluar setelah menyelesaikan pendidikan di Al-Zaytun. Dirinya menyayangkan isu itu masih terus bergulir hingga sekarang.

"Ya menyayangkan juga. Karena selama ini ketika kita di sana itu tidak ada persoalan apa-apa. Tapi ketika kita keluar, akhirnya tercoreng dengan isu-isu yang menyimpang ajaran di sana. Karena secara tidak langsung juga mengganggu alumni di luar," ungkap Mukhlis, Sabtu (17/6/2023).

ADVERTISEMENT

Sebagai alumni, Mukhlis tahu betul apa yang ada di dalam Ponpes Al-Zaytun. Menurutnya tidak ada hal-hal tak wajar selama menjadi santri disana baik dari pendidikan formal maupun ajaran agamanya.

Tapi, ia ingat ada sedikit hal berbeda di Ponpes Al-Zaytun. Itu terjadi dalam pelaksanaan salat Jumat dimana ada santri perempuan yang ikut menunaikan ibadah.

"Waktu itu tidak ada perbedaan yang mencolok baik dari segi akidah, pendidikan dan sebagainya. Mungkin yang paling mencolok itu di salat Jumat aja sih. Kalau di Al-Zaytun tuh perempuan juga diharuskan, bukan diwajibkan ya," kata Mukhlis.

Merasa tak ada hal yang aneh selama jadi santri Al-Zaytun, Mukhlis pun terkejut dengan rentetan kontroversi yang terjadi di pesantren yang berada di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar itu.

Salah satu yang membuatnya terkejut adalah video viral tentang cara salat yang berjarak cukup jauh hingga keberadaan perempuan di shaf terdepan.

"Makanya aku kaget yang kemarin rame di masjid shaf nya sampai selebar itu. Sebenarnya dulu gak pernah ya sampai kayak gitu untuk salat biasa normal, shaf rapat. Karena setiap salat pun diinginkan untuk rapat barisan," ucap Mukhlis..

Selebihnya kata dia, Ponpes Al-Zaytun menerapkan sistem pendidikan yang formal seperti yang diatur oleh Kementerian Agama. Pembelajaran soal kitab kuning, fikih jadi materi yang biasa Mukhlis dapat selama menjadi santri Al-Zaytun.

"Gak ada perbedaan mencolok ya, kalau perbedaan pasti ada karena setiap pondok pesantren kan beda-beda, tergantung madzhab masing-masing, ada yang ke NU, Muhammadiyah," jelasnya.

Kebiasaan selama jadi santri di Al-Zaytun juga masih dilakukan Mukhlis hingga kini. Dia mengaku, Al-Zaytun mewajibkan santri untuk disiplin. Salah satunya untuk melaksanakan salat berjamaah di masjid hingga makan di waktu yang sudah ditentukan.

"Jam makan itu harus tepat karena kalau datang telat itu pasti habis karena kita kan gak makan di kantin dan sebagainya. Nah itu mungkin hal-hal yang melatih kedisiplinan yah," ujarnya.

Enam tahun menjadi santri di Al-Zaytun, Mukhlis menuturkan santri-santri mendapat fasilitas lengkap mulai dari kebutuhan untuk menunjang proses belajar, sarana olahraga dan lainnya.

Masih kata Mukhlis, Al-Zaytun tidak membolehkan santrinya untuk keluar masuk lingkungan pesantren. Bahkan santri hanya dibolehkan pulang 2 kali dalam setahun. Namun, orang tua dibolehkan untuk datang berkunjung.

"Kita gak bisa bebas, cuma bisa ketemu orang tua sebanyak 2 kali setahun. Kecuali orang tua datang kesana menjenguk gitu," ujarnya.

Sebagai alumni, Muklis sempat beberapa kali berkunjung ke Al-Zaytun. Menurutnya ada momen bagi para alumni untuk berkumpul, yakni saat bulan Muharram. Momen ini adalah ajang silaturahmi baik untuk alumni maupun orang tua.

"Muharram itu biasanya momen dimana para orang tua santri itu pada datang. Terus orang-orang yang support ke Al-Zaytun dari luar, kan Al-Zaytun tuh kayak punya perwakilan lah dari setiap daerah yang mencari santri. Paling ada juga kayak pengumuman sumbangan yang datang dari orang luar, orang tua santri juga untuk pembangunan gitu-gitu. Kayak diumumin salat Jumat aja," jelasnya.

(bba/yum)


Hide Ads