Pengakuan Alumni Al-Zaytun: Dulu Tak Ada Ajaran yang Menyimpang

Pengakuan Alumni Al-Zaytun: Dulu Tak Ada Ajaran yang Menyimpang

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Sabtu, 17 Jun 2023 16:00 WIB
Pintu Ponpes Al-Zaytun di Indramayu
Pintu Ponpes Al-Zaytun di Indramayu (Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar)
Indramayu -

Kontroversi ajaran pendidikan di Ponpes Al-Zaytun yang kini viral menuai respon alumni. Salah satunya Mukhlis (30) yang menyayangkan kalau ponpes besutan Panji Gumilang itu dikatakan menyimpang.

Kepada detikJabar, pria asal Bandung, Jawa Barat itu memaparkan bahwa saat mengikuti pendidikan di Al-Zaytun, ia mengaku tidak mengalami persoalan apapun terkait ajaran. Namun seiring waktu, Al-Zaytun yang terus berkembang sejak tahun 1999 sampai saat ini justru harus tercoreng dengan isu ajaran menyimpang.

"Ya menyayangkan juga. Karena selama ini ketika kita di sana itu tidak ada persoalan apa-apa. Tapi ketika kita keluar, akhirnya tercoreng dengan isu-isu yang menyimpang ajaran di sana. Karena secara tidak langsung juga mengganggu alumni di luar," kata alumni Al-Zaytun, Mukhlis, Sabtu (17/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diceritakan Mukhlis, pengalamannya belajar di Al-Zaytun dari tahun 2004 silam, tidak melihat adanya pendidikan atau ajaran yang menyimpang. Bahkan, sampai ia lulus Madrasah Aliyah di tahun 2010, Mukhlis tidak melihat ajaran atau perbedaan cara ibadah yang mencolok.

Namun, Mukhlis mengingat ada satu perbedaan pada saat pelaksanaan salat Jumat. Dimana, salat yang diwajibkan untuk kaum laki-laki itu juga diikuti oleh santri perempuan.

ADVERTISEMENT

"Waktu itu tidak ada perbedaan yang mencolok baik dari segi akidah, pendidikan dan sebagainya. Mungkin yang paling mencolok itu di salat Jumat aja sih. Kalau di Al-Zaytun tuh perempuan juga diharuskan, bukan diwajibkan ya," kata Mukhlis.

Alumni Soroti Shaf untuk Perempuan

Bahkan lanjut Mukhlis, tata cara salat pun berjalan seperti umumnya. Dimana saat itu, perempuan hanya berada di shaf ada di belakang jamaah laki-laki dan tidak berjarak seperti yang sempat viral.

"Makanya aku kaget yang kemarin rame di masjid shaf nya sampai selebar itu. Sebenarnya dulu gak pernah ya sampai kayak gitu untuk salat biasa normal, shaf rapat. Karena setiap salat pun diinginkan untuk rapat barisan," jelasnya.

Selain itu, dalam sistem pendidikan formal yang diajarkan kala itu mengikuti anjuran dari Kemenag. Menurutnya, kurikulum atau pendidikan yang diterapkan pun sama seperti sekolah di bawah naungan Kemenag pada umumnya. Mulai dari pelajaran kitab kuning, fikih dan lainnya.

"Gak ada perbedaan mencolok ya, kalau perbedaan pasti ada karena setiap pondok pesantren kan beda-beda, tergantung madzhab masing-masing, ada yang ke NU, Muhammadiyah," jelasnya.

"Makanya seperti tadi dijelaskan secara sistem itu tidak kelihatan yang menyimpang tapi mungkin hal-hal lainnya di luar sistem pendidikannya gitu. Mungkin bisa jadi ada penyimpangannya di sana gitu," imbuhnya.

Santri Dilatih Disiplin

Diakui Mukhlis bahwa selama ikuti pendidikan di Al-Zaytun, ia dilatih untuk disiplin. Santri diwajibkan untuk melaksanakan salat berjamaah di masjid.

" Di sana disiplin banget. Maksudnya setiap salat Subuh, Maghrib, Isya kita diwajibkan untuk ke masjid. Sedangkan jaraknya ke masjid lumayan jauh," ungkapnya.

Tak hanya itu, setiap santri pun harus mengikuti waktu makan dengan tepat. Karena, santri akan tidak mendapat bagian jika tidak makan tepat waktu.

"Jam makan itu harus tepat karena kalau datang telat itu pasti habis karena kita kan gak makan di kantin dan sebagainya. Nah itu mungkin hal-hal yang melatih kedisiplinan yah," ujarnya.

Bahkan lanjut Mukhlis selama 6 tahun belajar di Al-Zaytun, ia dan santri lainnya mendapat sarana fasilitas yang lengkap. Mulai dari kebutuhan belajar, sarana olahraga dan lainnya.

Proteksi Santri yang Ketat

Memang diakuinya, proteksi terhadap santri yang diterapkan Al-Zaytun sangat ketat. Bahkan, santri hanya bisa pulang sebanyak 2 kali dalam setahun.

"Kita tidak gak bisa bebas, cuma bisa ketemu orang tua sebanyak 2 kali setahun. Kecuali orang tua datang kesana menjenguk gitu," ujarnya.

Selepas lulus dari Al-Zaytun, Mukhlis mengaku sempat berkunjung ke ponpes yang ada di Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu itu. Salah satunya pada saat bulan Muharram, dimana ada momen spesial untuk ajang silaturahmi dari berbagai kalangan alumni, orang tua santri hingga donatur maupun para perwakilan Al-Zaytun yang berada di berbagai daerah.

Ia pun menjelaskan bahwa dalam momen itu, tidak ada prosesi atau kegiatan khusus. Melainkan hanya berkumpul silaturahmi.

"Muharram itu biasanya momen dimana para orang tua santri itu pada datang. Terus orang-orang yang support ke Al-Zaytun dari luar, kan Al-Zaytun tuh kayak punya perwakilan lah dari setiap daerah yang mencari santri. Paling ada juga kayak pengumuman sumbangan yang datang dari orang luar, orang tua santri juga untuk pembangunan gitu-gitu. Kayak diumumin salat Jumat aja," jelasnya.

"Jadi kalau dikatakan haji sih gak ada ya," terangnya saat menjelaskan kabar viral seputar pelaksanaan haji di Al-Zaytun.

(yum/yum)


Hide Ads