Polemik sengketa lahan Kebun Binatang (Bunbin) Bandung atau Bandung Zoo kembali mencuat. Kasasi sudah dilayangkan oleh Yayasan Margasatwa Tamansari sebagai tergugat III kepada Pemkot Bandung terkait kepemilikan lahan Kebun Binatang.
Sementara Pemkot, tetap getol menagih hutan uang sewa lahan yang bernilai belasan miliar rupiah. Terbaru, Marcom Bunbin Bandung atau Bandung Zoo Sulhan Syafi'i mengaku pihaknya telah menerima surat teguran dari Pemkot Bandung pada Jumat (9/6/2023) lalu.
Surat tersebut bakal berlaku 24 hari kerja. Jika belum mendapat respon dari pihak Yayasan, diperkirakan sekitar 25 Juli 2023 lahan Bunbin bakal disegel untuk diambil alih oleh Pemkot Bandung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sudah terima suratnya. Dari kami akan merespon, membalas suratnya, untuk meminta penjelasan bukti fisik sebagai alas hukum kalau memang Pemkot Bandung adalah pemilik lahan. Karena Pengadilan Tinggi pun sebetulnya tidak pernah menyatakan lahan itu punya Pemkot, dicari asetnya di BKAD nggak ada. Itu hanya berupa klaim mentah," kata Aan, begitu sapaannya saat dihubungi detikJabar Senin (12/6/2023).
Ia menjelaskan bahwa pada keputusan di Pengadilan Tinggi Jawa Barat 14 Februari 2023, tidak ada satu kata pun yang menyebut lahan itu milik Pemkot. Maka pihaknya pun melakukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Meskipun hingga kini pihaknya tak tahu menahu soal kapan adanya keputusan hukum yang inkrah dari hasil kasasi.
"Belum tahu, ini kan belum inkrah. Tapi kami menuntut tunjukkan bukti, kalau mereka hanya ngotot kan artinya ada pelanggaran. Studi akademis oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran I Gede Pantja Astawa juga sudah cek ke BKAD. Lahan bunbin tidak pernah tercatat sebagai aset Pemkot, jadi kan kita bingung kenapa harus bayar?" ujar Aan.
Menurut data, tunggakan sewa Kebun Binatang Bandung per April 2023 tembus di angka Rp 17 miliar. Yayasan Margasatwa Tamansari harus membayar uang sewa Rp 17.157.131.766 atau sekira Rp 17,1 miliar.
Pada tahun 1970, Yayasan tersebut sebetulnya telah membayar uang sewa lahan hingga 2007. Namun sejak 2008 mereka belum membayar uang sewa hingga 2013.
Lalu pada 2013, pihak yayasan mengajukan izin sewa. Akan tetapi izin tersebut belum dapat diproses karena pihak yayasan belum melunasi biaya tunggakan 5 tahun sebelumnya. Nilai tunggakan tersebut pun belum dilunasi hingga tahun 2023.
Soal ini, Aan mengakui bahwa pada manajemen sebelumnya pernah melakukan dan menyetujui pembayaran sewa lahan. Namun lambat laun mereka mengetahui Pemkot tak punya bukti jelas. Ia pun menganalogikan proses penyewaan rumah. Kata dia, tentu seorang penyewa ingin tahu siapa pemilik lahannya agar tak salah menunaikan kewajiban.
"Kita cuma pengen tau dulu pemiliknya siapa. Mereka alas hukumnya mana? Kita dulu bayar, tapi lama-lama sadar ketika ditanya alas bukti hukum, hanya bilang 'punya', tapi buktinya mana? Tolong lihatin ke semuanya. Karena di cek di BKAD pun nggak ada itu bukti asetnya. Yayasan kami sudah dari tahun 1933 disitu, 1957 jatuh ke Ema Bratakusumah, kita masih disitu," ucapnya.
Tak ada langkah khusus selain mengirim surat balasan pada BKAD dan Satpol PP sebagai pengaman aset. Aan menyebut pihaknya hanya menunggu keputusan hukum. "Kami hormati keputusan hukumnya nanti. Kami juga sudah mengajukan beberapa bukti baru, intinya kita sudah menduduki lahan itu sejak tahun 1933," katanya singkat.
(aau/tey)