Profesi flight test engineer risikonya sama dengan pilot dan kru peswat. Apalagi, resiko menaiki pesawat yang sedang dilakukan uji terbang lebih tinggi dibandingkan naik pesawat yang sudah lulus uji. Hal tersebut diamini Hindawan Hariowibowo yang merupakan flight test engineer senior di PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Hindawan juga menceritakan, risiko menjadi flight test engineer. Menurutnya, profesi ini nyawa taruhannya, bahkan ada rekannya yang gugur saat flight test dan cerita itu masih teringat di benaknya.
Tanggal 22 Mei Tahun 1997 di Gorda Serang, Banten dunia kedirgantaraan Indonesia berduka, pesawat CN235-220 mengalami kecelakaan, kecelakaan itu memakan enam korban jiwa dam Hindawan mengenali kru pesawat tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya itu tadi yang CN235, yang pertama pilotnya itu Kapten Erwin dan Winata itu guru saya juga lah dia senior. Kemudian rekan pilot, co pilot satunya itu Halim, dia lebih muda dari saya. Kemudian yang di-flight test engineernya itu Pak Didik, lulusan dari Perancis," katanya kepada detikJabar, Selasa, 16 Mei 2023.
Hindawan membenarkan, jika kecelakaan pesawat itu memakan enam korban jiwa. "Waktu itu 6, pilot 2, flight test enginer 1, master 2, sama instruktur jadi berenam," tambahnya.
Meski nyawa taruhannya, Hindawan tetap teguh dengan profesinya. Dia juga menyebut, rekan kerjanya yang lain ada yang mengundurkan diri sebagai flight test engineer karena takut kejadian itu terulang.
Bahkan dari catatan sejarah di Tahun 1997 saja terjadi 12 kecelakaan pesawat dari rentang Januari hingga Desember 1997.
"Pertama saya emang seneng profesinya gitu, ya artinya senang terbang dan sesuai dengan apa yang dulu cita-cita kecil gitukan tentang tentang pesawat," kata Hindawan saat disinggung apa yang membuat dirinya bertahan menjadi flight test engineer.
Hindawan juga mengakui, ada kegentaran pada dirinya, apalagi bayang-bayang jika dirinya turut menjadi korban dan akan seperti apa keluarganya nanti.
"Emang ada, ada kegentaran juga gitu karena waktu itu ada juga kru yang mengundurkan diri setelah ada kejadian itu," ujarnya.
![]() |
Beruntung bagi Hindawan, istri beserta keluarganya turut mendukung profesinya sebagai flight test engineer. Karena menurut dia, apapun profesinya pasti bakal ada risikonya.
"Cuman waktu itu saya juga nanya istri, kalau istri atau keluarga bilang nggak bolehya udah gitu, tapi sayanya sendiri sebenarnya tetap tetap senang gitu loh. Jadi emang ada risiko tapi kita tadi di dokumen fly test plan itu udah membuat mitigasinya sebenarnya kalau tes ini resikonya ini, cara mengurangi resikonya apa yang harus diperiksa, nah itu selalu ada gitu test plannya," jelasnya.
Dalam setiap tugasnya, Hindawan tak berhenti berdoa agar segala tugasnya diluncurkan dan diberi keselamatan. Dia juga menyebut, komunikasi dengan pilot dalam hal ini perlu terjalin dengan baik agar perjalanan peswat tetap berjalan dengan baik.
"Kaya waktu itu, kita udah melebihi kecepatan, saya sempat teriakan over speed, gitu artinya mengingatkan karena yang bisa menindaki kan pilot gitu-kan. Kemudian juga pernah waktu tes yang di Turki itu tadi kita juga waktu istilahnya tes flutter itu yaitu membuka kecepatan terbangnya karenakan kita pasang macam-macam, ada radar di bawah ada radar di sayap, nah itu kecepatan pesawatnya apakah tetap masih bisa seperti awal sebelum dimodifikasi atau enggak, nah itu harus dites namanya opening and flock speed gitu," pungkasnya.
(wip/yum)