Pengolahan sampah menjadi masalah pelik di Kota Bandung dan sekitarnya. Sebab, TPA Sarimukti kerap terkendala. Sampah menggunung di TPS pun sudah biasa.
Ketua Dewan Daerah Walhi Jabar Dedi Kurniawan mengatakan TPA Sarimukti kondisinya masih kurang siap. Perbaikan jalan hingga pelebaran masih dilakukan. Di sisi lain, produksi sampah di cekungan Bandung Raya begitu tinggi.
"Jadi, kemudian tumpukannya sudah sangat mengerikan di Sarimukti. Sehingga terhambat pembuangan dari titik wilayah Cekungan Bandung ke sana. Jadi kondisi saat ini setelah Lebaran ada kondisi darurat. Per hari itu ada batasan. Karena curah hujan dan kemiringan dan lainnya jadi kendala," kata Dedi kepada detikJabar, Rabu (10/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dedi juga menyoroti soal aktivasi Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legoknangka. Ia menilai aktivasi Legoknangka terbilang masih lama, sekitar dua sampai tiga tahun baru bisa beroperasi.
Walhi mendorong agar Legoknangka tak hanya menampung. Namun, menjadi solusi untuk mengolah juga.
"Jangan sampai hanya buang saja. Tidak ada proses pengolahan. Karena Sarimukti juga kan umurnya tujuh sampai sembilan tahun sudah selesai. Kebayang kalau Legoknangka seperti itu (hanya membuang saja), sembilan tahun selesai. Nanti pindah ke mana," kata Dedi.
Dedi mendorong agar Pemprov Jabar bisa memikirkan persoalan sampah yang hingga saat ini masih pelik di Bandung. Terbaru, ada inisiasi dari Pemkot Bandung soal TPA darurat di Cicabe. Nyatanya, hal itu tetap tak mengurai peliknya persoalan sampah.
"Sampai saat ini itu juga tidak menyelesaikan masalah. Kalau misal semua seperti maka Cicabe penuh, nanti pindah lagi ke mana-mana. Hanya memindahkan saja. Dari rumah tangga ke titik TPA. Ini yang menjadi masalah," kata Dedi.
Dedi lebih lanjut mengatakan Pemprov Jabar harus punya keberanian soal menekan daerah untuk membuat regulasi. Salah satunya soal dorongan pembuatan TPS terpadu di tingkat RW.
Menurut Dedi, pengadaan TPS terpadu di tingkat RW juga harus dibarengi dengan edukasi masyarakat.
"Kalau tidak seperti itu masyarakat akan sulit sadar. Harus ada tekanan dari regulasi. Kemudian, edukasi harus jelas. Kota Bandung itu Rp 130 miliar per tahun hanya urusan angkut sampah. Itu buang-buang percuma. Itu kan bisa, untuk masing masing titik RW ada TPS terpadu," ucap Dedi.
"Sehingga masyarakat sadar. Kebutuhan masyarakat harus bisa memisah sampah. Kalau tidak ada tekanan dari regulasi, kan masyarakat merasa sudah bayar," katanya menambahkan.
Dedi mengatakan pemerintah harus punya skema soal edukasi, pendampingan hingga sosialisasi hukum soal regulasi pengolahan sampah. Setelah regulasi diputuskan, lanjut Dedi, pemerintah harus menyiapkan sarana dan prasarana agar masyarakat bisa mengolah sampah di tingkat RW.
(sud/yum)