Alasan dibalik mundurnya Didin Supriadin sebagai kader Partai Demokrat terungkap. Didin yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPD Demokrat Jabar mundur gegara dimintai mahar untuk Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Didin yang kurang lebih 20 tahun bersama partai berlambang bintang mercy ini mundur pada 6 Mei 2023 lalu. Dia membuat surat pengunduran diri di atas kertas bermaterai.
Didin dan Demokrat sudah tidak sejalan lagi. Permasalahan yang membuat Didin mundur diawali saat penjaringan bakal calon legislatif (bacaleg) untuk Pemilu mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika penjaringan dan pendaftaran caleg provinsi dimulai, para bacaleg diminta kontribusi sebesar Rp 32.500.000," kata Didin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/5/2023).
Pada 12 April 2023, Didin menceritakan jika semua bacaleg diminta partai untuk mengisi formulir pernyataan. Dalam formulir itu, ada poin yang mengharuskan bacaleg untuk menyatakan kesiapannya membayar dana saksi partai sebesar Rp 100 juta.
Didin pun menyanggupi untuk membayar dana tersebut. Namun Didin kemudian diminta lagi untuk membayar uang sejumlah Rp 500 juta. Saat itu dia dihubungi bendahara partai pada Selasa 2 Mei 2023. Uang setengah miliar itu diminta agar Didin bisa mendapat nomor urut 1 di Dapil 15 Jabar (Kabupaten/Kota Tasikmalaya).
"Bendahara DPD tiba-tiba menghubungi saya dan mengirim no rekening, saat itu saya diminta memberikan kontribusi untuk dana saksi sebesar Rp 500.000.000 yang informasi dari Ketua DPD saya akan diberikan no urut caleg di nomor urut 1 dapil Jabar 15 (Kota dan Kab. Tasikmalaya)," ungkapnya.
"Karena kata Ibu Ratna Bendahara DPD, untuk di DPC seperti Kota Bandung, Kab. Bogor, dll yang dapat no urut 1 bacaleg Kabupaten/Kota tersebut kontribusinya sebesar Rp 300.000.000," lanjutnya menerangkan.
5 Mei 2023, Didin kembali dihubungi. Dia diminta untuk segera membayar uang Rp 500 juta itu. Namun Didin meminta waktu satu bulan untuk berikhtiar. Tapi, di hari yang sama dia kembali dihubungi jika ada orang lain yang menyanggupi membayar.
Disitulah nomor urut 1 yang semula diperuntukkan untuk Didin, bakal diberikan kepada orang lain yang menurutnya bukan pengurus partai.
"Kemudian sore harinya di hari yang sama sekretaris (DPD) menelpon saya kembali dengan memberitahukan kalau posisi no urut 1 akan ditukar dengan Pak Yoyom Romya (bukan pengurus) dengan alasan Pak Yoyom siap membayar dan saya dikasih no urut 2 dengan kontribusi yang tidak terlalu besar," ujarnya.
"Kemudian saat itu saya katakan, silahkan saja kalau Pak Yoyom dapat no urut 1, tetapi saya akan mencabut berkas dan saya tidak akan mencalonkan. Setelah itu, Sekreatris DPD bilang ke saya, tunggu nanti dalam 5 menit saya akan ditelpon kembali," sambungnya.
Didin yang menanti kejelasan nasibnya kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai kader Partai Demokrat maupun sebagai bacaleg. Dia mengaku tersinggung dengan apa yang dilakukan partainya itu.
"Ketersinggungan saya dengan Sekretaris DPD PD Jabar dengan bahasa yang tidak patut dan secara etika tidak pantas, masa saya sebagai pengurus inti DPD dengan mudahnya, cuma karena uang, ada yang bukan pengurus mau ditukar no urutnya menjadi no urut 1 hanya karena saat itu Pak Yoyom siap membayar," ujar Didin.
Namun pernyataan Didin dibantah DPD Partai Demokrat Jabar. Kepala Bappilu DPD Partai Demokrat Jabar Andi Zabidi menyatakan proses pencalegan telah dilakukan sesuai tahapan yang diatur oleh partai.
Dia juga membantah adanya permintaan mahar sebesar Rp 500 juta untuk menentukan nomor urut sesuai dengan yang diungkapkan Didin. "Tidak benar jika ada informasi yang mengatakan bahwa setiap Bacaleg dimintai sejumlah uang untuk penentuan nomor urut," ujar Andi dalam keterangannya.
Andi menjelaskan, semua bacaleg di Partai Demokrat sebelumnya telah mengisi formulir pernyataan yang berisi kesiapan untuk menerima keputusan tentang penyusunan nomor urut.
"Terkait sumbangan dana Bacaleg untuk pembiayaan saksi bersifat sukarela tanpa paksaan," tegasnya.
Andi juga menjelaskan, penentuan nomor urut bagi bacaleg didasarkan kepada sejumlah kriteria objektif meliputi pembobotan dedikasi, rekam jejak kinerja, integritas moral, daya intelektual, dan komitmen perjuangan.
"Keputusan akhir penyusunan nomor urut Bacaleg merupakan kewenangan DPP," tutup Andi.
(bba/dir)











































