Saat TK Jadi Panti Jompo di Italia Imbas Krisis Populasi

Kabar Internasional

Saat TK Jadi Panti Jompo di Italia Imbas Krisis Populasi

Tim detikHealth - detikJabar
Rabu, 12 Apr 2023 10:31 WIB
VENICE, ITALY - MARCH 9: The St. Marks basilica was sorrounded by water during the high tide in Venice, Italy, on March 9, 2023.
The high tide or Acqua Alta  meteorological event is unusual for the season, and the MOSE Experimental Electromechanical Module, which protects the city of Venice from floods, was not lifted. (Photo by Federico Vespignani/Anadolu Agency via Getty Images)
Ilustrasi krisis populasi di Italia (Foto: Anadolu Agency via Getty Images/Anadolu Agency).
Jakarta -

Italia sedang memasuki fase krisis terhadap angka populasi manusia. Dalam setahun saja, Negeri Pizza itu hanya mencatat angka kelahiran bayi di bawah 400 ribu yang merupakan angka terendah sejak tahun 1861.

Dilansir dari detikHealth, jumlah bayi yang lahir di 2022 tercatat di bawah 400 ribu. Di Capracotta, sebuah kota kecil Italia, ada sebuah gedung yang dulu digunakan untuk kelas taman kanak-kanak, kini telah berubah menjadi panti jompo.

"Dulu ada begitu banyak keluarga, begitu banyak anak. Sekarang tidak ada siapa-siapa," kata Concetta D'Andrea, seorang penghuni panti jompo, kepada New York Times.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keinginan warga untuk memiliki anak nampaknya menurun sejak pandemi COVID-19 merebak. Seperti kisah Micaela Pisanu dan Pino Cadinu, salah satu pasutri Italia, mereka mengaku menunda untuk memiliki bayi.

Bukan tanpa alasan, ada kekhawatiran tidak bisa merawat anak dengan baik dengan masalah finansial terbatas pasca pandemi. Pasalnya, bar Micaela tutup dan sekarang mereka bekerja di kebun anggur kecil di ladang dipenuhi bunga liar, di atas kota Mamoiada, mencari nafkah dan menunda harapan mereka untuk menanti buah hati.

"Sangat sulit ketika Anda ingin memiliki anak tetapi merasa tidak mampu karena ketidakpastian tentang masa depan Anda," kata Micaela.

ADVERTISEMENT

"Segalanya sangat tidak aman sehingga jika saya mendapatkan pekerjaan, kemudian hamil dan mungkin kehilangan pekerjaan, itu tidak dapat diatur. Orang-orang sekarang akan berpikir 20 kali sebelum memiliki bayi."

Di Agnone, kota kecil lain di Italia, mantan perawat bangsal bersalin Enrica Sciullo mengatakan kepada New York Times bahwa dia tidak lagi mendengar tangisan bayi. Departemen medis telah ditutup karena kebutuhan pasien berkurang.

"Suatu kali Anda bisa mendengar bayi di kamar bayi menangis, itu rasanya seperti musik," kata Sciullo kepada New York Times. "Sekarang ada keheningan dan perasaan hampa."

Tingkat kesuburan telah menurun di seluruh dunia karena berbagai alasan. Dalam sebuah penelitian yang dirilis 2020, para peneliti menemukan bahwa pada tahun 2100, populasi di hampir setiap negara akan menyusut bahkan hingga setengahnya dari jumlah saat ini.

Di seluruh dunia, rata-rata wanita memiliki 4,7 anak pada tahun 1950. Angka tersebut turun menjadi 2,4 pada tahun 2017, dan para ahli memperkirakan tren tersebut bakal terus menurun di masa mendatang.

Para ahli mengatakan ada berbagai alasan untuk menjelaskan mengapa pasangan memiliki lebih sedikit anak atau memilih untuk tidak menjadi orang tua sama sekali. Beberapa orang mungkin memilih untuk menunda kehamilan sampai karier mereka mapan, sehingga dapat menghidupi keluarga secara finansial.

Pandemi juga telah 'merusak' keluarga berencana, berkontribusi pada angka kelahiran yang rendah sepanjang masa di tahun 2020. Ada yang menunda memiliki anak di tengah pandemi karena dia tidak akan dapat mengandalkan bantuan keluarga dan teman.

Sementara beberapa kasus lain mungkin menunda memiliki bayi karena orang hamil berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi COVID-19, dan beberapa orang terpaksa membatalkan rencana kehamilannya karena membutuhkan perawatan kesuburan yang tidak tersedia.

Artikel ini sudah tayang di detikHealth, baca selengkapnya di sini.

(ral/mso)


Hide Ads