Selain Bali, Presiden Pertama Republik Indonesia (RI) Soekarno sangat mengagumi Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Sejumlah bangunan megah berdiri atas prakarsa Soekarno di tempat yang kini berstatus sebagai Ibu Kota Kabupaten Sukabumi itu.
Sebut saja Samudera Beach Hotel (SBH) hingga kisah Soekarno yang jatuh hati dengan sebuah bangunan di atas tebing karang menghadap ke Teluk Palabuhanratu yang kini dikenal dengan Pesanggrahan Istana Presiden.
"Meskipun dikenal sebagai tempat wisata dan hiburan, masyarakat Palabuhanratu juga dikenal dengan ketaatannya pada agama Islam. Sampai kemudian Bung Karno berencana membuat kasino di Palabuhanratu," kata Irman Firmansyah, penulis buku Soekabumi The Untold Story kepada detikJabar belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irman menyebut rencana pembangunan kasino bertaraf internasional itu digagas Soekarno tahun 1960-an. Menilik dari kurun waktu yang disebut Irman tahun 1960 Soekarno juga tengah membangun Samudera Beach Hotel, hotel megah saat itu dengan 8 lantai dan dibangun pada tahun 1962 dan selesai 1965.
"Namun rencana membuat kasino bertaraf internasional di Palabuhanratu ini batal karena protes dari masyarakat. Mereka beranggapan bahwa judi tidak boleh dilegalkan karena akan merusak ketaatan masyarakat," kata Irman.
Tadinya kasino itu akan berlokasi di Samudera Beach Hotel dengan fasilitas yang megah, termasuk rencana pembuatan helipad dan dermaga yang kemungkinan dibangun untuk tamu kasino. Namun karena banyaknya penolakan tidak hanya kasino, landing pad dan dermaga pun gagal.
"Karena penolakan kasino rencana mau bikin landing helikopter dan bangun dermaga batal yang jadi hanya hotelnya saja," ucap Irman.
Ketaatan masyarakat Palabuhanratu memeluk agama Islam memang sudah sejak dulu ada bahkan jauh sebelum rencana Soekarno membangun kasino pada masa lalu. Suasana ibadah terutama saat Ramadan teramat kental meskipun di era penjajahan Kolonial Belanda.
"Pada awalnya masyarakat muslim Palabuhanratu menghuni lokasi kampung kaum (pakauman) yang sekarang menjadi area alun-alun, masjid agung dan sekitarnya. Wilayah tersebut kemudian menjadi jantung distrik Palabuhanratu serta pusat administrasi dimasa kawedanaan," kata Irman.
Irman yang kini tengah membuat buku tentang jejak sejarah Palabuhanratu itu juga menemukan indikasi jejak tempat ibadah pertama di Palabuhanratu yang berada di lokasi Pakauman tersebut. Hal itu bersandar pada narasi AG Voderman seorang naturalis dan peneliti tentang penyakit beri-beri serta penemu beberapa situs Purbakala di Palabuhanratu.
![]() |
Voderman sempat terheran-heran melihat adanya komunitas masyarakat yang berpakaian ala-ala Arab di sekitar alun-alun Palabuhanratu, yang kini di lokasi itu juga berdiri Masjid Agung Palabuhanratu.
"Saat kunjungan Voderman pada 18 Juni 1885, dia menyebutkan adanya komunitas yang menggunakan pakaian ala Arab, gamis dan jilbab di sekitar alun-alun Palabuhanratu sekitar kantor wadana. Bisa dipastikan bahwa pada saat itu sudah ada masjid sederhana/mushola di sekitar kampung kaum tersebut," tutur Irman mengisahkan.
"Alun-alun sebagai konsep pusat kota tradisional saat itu memang sudah ada, yang berawal dari titik pos tempat pemberhentian kuda dan kerbau yang membawa komoditas yang kemudian berubah menjadi Pesanggrahan. Pesanggrahan ini bukanlah rumah Wedana karena fungsinya adalah tempat istirahat para pejabat atau bisa disewa dengan berbayar untuk peristirahatan," pungkasnya menambahkan.
(sya/mso)