Runtuhnya Pendidikan di 'Kota Hantu' dari Negara Terpadat Dunia

Kabar Internasional

Runtuhnya Pendidikan di 'Kota Hantu' dari Negara Terpadat Dunia

Tim detikTravel - detikJabar
Jumat, 31 Mar 2023 01:00 WIB
Students watch an educative video playing on a television inside a re-modified low-floor old defunct public transport bus transformed into a classroom for pre-nursery school children through an initiative Education on Wheels taken by the state government at Thiruvananthapuram in Indias Kerala state on June 13, 2022. (Photo by Manjunath Kiran / AFP) (Photo by MANJUNATH KIRAN/AFP via Getty Images)
Kerala India (Foto: AFP via Getty Images/MANJUNATH KIRAN)
Jakarta -

India mengambil alih China sebagai negara terpadat di dunia. Namun terdapat krisis populasi di beberapa daerah sehingga dijuluki 'Kota Hantu'. Kota tersebut bernama Kumbanad.

Dilansir detikTravel, berdasarkan laporan salah satu penyebab tingkat kesuburan wilayah tersebut turun dan tingkat migrasi berlebih sehingga kota ini hanya dihuni para orang tua.

Kumbanad terletak di jantung distrik Pathanamthitta Kerala di mana populasinya menurun dan menua. 47% penduduknya berusia di bawah 25 tahun dan dua pertiganya lahir setelah India meliberalisasi ekonominya pada awal 1990-an.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kumbanad dan setengah lusin desa hijau di sekitarnya adalah rumah bagi sekitar 25.000 orang. Sekitar 15% dari 11.118 rumah di sini terkunci karena pemiliknya pindah atau tinggal bersama anak-anak mereka di luar negeri.

Dikutip dari BBC, Rabu (29/3/2023), Soutik Biswas dari BBC melakukan perjalanan ke Kumbanad. Selama bertahun-tahun, sekolah-sekolah di Kerala menghadapi masalah yang tidak biasa. Siswanya langka dan guru harus mencari mereka.

ADVERTISEMENT

Tak jarang para guru ini harus membayar siswa dari kantong pribadi untuk membawa siswa ke sekolah. Sebuah sekolah dasar negeri berusia 150 tahun, yang mendidik siswa hingga usia 14 tahun, di Kumbanad memiliki 50 siswa. Jumlah itu turun dari sekitar 700 hingga akhir 1980-an.

Sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga miskin dan kurang mampu yang tinggal di pinggir kota. Dengan hanya tujuh siswa, kelas tujuh adalah kelas terbesar.

Mirisnya pada tahun 2016, kelas tersebut hanya memiliki satu siswa. Ada 20 sekolah, tetapi siswa sangat sedikit. Mendapatkan cukup banyak siswa ke sekolah adalah sebuah tantangan. Masing-masing dari delapan gurunya membayar 2.800 rupee atau Rp 500 ribu setiap bulan untuk membayar becak yang mengangkut siswa dari rumah ke sekolah PP.

Mereka juga pergi dari pintu ke pintu mencari murid. Bahkan beberapa sekolah swasta di daerah itu mengirimkan guru untuk mencari siswa dengan yang terbesar hanya memiliki hampir 70 siswa.

Di suatu sekolah dasar atas, tidak ada lagi suara pelajaran dan keriuhan jeritan yang biasanya terdengar dari suasana gedung sekolah yang sibuk.

Sebaliknya, guru mengajar beberapa anak di ruang kelas yang gelap dan sunyi. "Apa yang bisa kami lakukan? Tidak ada anak di kota ini. Maksud saya, hampir tidak ada orang yang tinggal di sini," kata Jayadevi R, kepala sekolah, masam.


Artikel ini telah tayang di detikTravel. Baca selengkapnya di sini.

(iqk/iqk)


Hide Ads