Menembus Kampung Penambang Emas Ilegal di Selatan Sukabumi

Menembus Kampung Penambang Emas Ilegal di Selatan Sukabumi

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Sabtu, 04 Mar 2023 11:39 WIB
Aktivitas penambagan emas di Desa Mekarjaya, Kabupaten Sukabumi.
Aktivitas penambagan emas di Desa Mekarjaya, Kabupaten Sukabumi. (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Aktivitas penambang emas tanpa izin (PETI) masih menggeliat di Desa Mekarjaya, Kabupaten Sukabumi, tepatnya di Sukabumi wilayah Selatan. Masyarakat setempat menyebut aktivitas tersebut diibaratkan dengan mencuri di rumah sendiri.

Warga menyebut demikian karena lahan milik mereka berada di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) salah satu perusahaan tambang emas swasta. Otomatis dengan aturan yang ada, mereka tidak boleh melakukan aktivitas apapun, termasuk menambang emas, meskipun di halaman rumah sendiri. Namun faktanya, warga tetap menambang karena persoalan perut tidak bisa ditahan.

"Ketika kita berbicara hari ini masalah tambang, kebanyakan di sini kan berbicaranya tambang rakyat, kalau orang tren bilang lebih senang menyebut PETI. Tapi kalau kita buka hari ini, masyarakat yang menambangan tanah milik itu hak mereka sebetulnya. Punya hak, namun terkendala izin saja yang dipermasalahkan. Mereka menambang tidak punya izin," kata Taopik Guntur, salah seorang gurandil (sebutan bagi penambang di tambang emas tanpa izin), kepada detikJabar, Rabu (1/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lokasi PETI di wilayah Mekarjaya, Ciemas ibarat lokasi sakral bagi para gurandil. Mereka memahami aktivitasnya ilegalm namun tetap bertahan karena urusan perut dan penghasilan. Jurnalis detikJabar berhasil menembus lokasi tersebut dengan diantar Taopik, yang juga mantan kades di wilayah Kecamatan Ciemas.

"Mereka (gurandil) bukan tidak berupaya, termasuk saya hari ini berupaya, melakukan pertambangan itu ingin punya izin, tapi yang disayangkan hari ini area tanah masyarakat potensi area tambang, yang punya potensi untuk di tambang hari ini tanahnya itu masuk ke area IUP perusahaan dan jumlahnya mungkin ratusan hektar, tanah hak milik," tuturnya.

ADVERTISEMENT

DetikJabar memperoleh penjelasan soal aktivitas PETI di lokasi itu, paling pertama dilihat adalah pengolahan emas dengan cara rendaman. Taopik menjelaskan selain rendaman untuk proses karbonisasi, ada teknik gelondong atau gulundung dan deplang. Namun yang paling umum adalah rendaman dan gulundung.

"Di Mekarajaya ada 1.000 orang lebih (penambang), 70:30 (persen), penambang 70 (persen), 30 (persen)nya petani. Sejak Mekarjaya ada, bahkan saat lepas (pemekaran) dari Ciwaru tahun 1978 tahun 1960, sudah ada (aktivitas pertambangan)," Taopik Guntur.

Topik menyebut, area tambang merupakan lahan milik sendiri. Namun dengan adanya IUP salah satu perusahaan pertambangan emas, membuat warga kesulitan memperoleh izin menambang.

"Potensial (penghasilan) sudah ada, ini bisa jadi sumber PAD namun yang terjadi para penambang ibarat mencuri di rumah sendiri, padahal mereka punya hak. Dengan putusan presiden Jokowi, memberikan kesempatan rakyat penambang bisa mengajukan IUP tapi hari ini terbendung soal izin," ujar Topik.

Diincar sebagai potensi penghasilan, tidak aneh ketika di halaman depan atau belakang rumah warga terdapat lubang mirip sumur yang merupakan lubang galian emas. Bentuk lubang itu vertikal dengan kedalaman puluhan meter. Taopik menyebut para gurandil seminimal mungkin menghindari pencemaran lingkungan di kawasan tersebut.

"Bisa dilihat tadi dampak lingkungan yang mungkin diakibatkan satu itu dari dampak aliran sedotan dari lubang debitnya bisa di lihat, bagaimana aliran air yang disedot dari dalam lubang ketika lubang sedang beroperasi, bagaimana bentuk airnya bisa dilihat," tutur Taopik.

"Terus untuk pengolahan saya pikir kemarin saja sudah di kampanyekan kebanyakan makanya disini di Mekarjaya pengolahannya itu sistem rendam atau sistim karbonisasi Sianida yang dipakai itu adalah salah satu pengolahan ramah lingkungan, itu kata para peneliti. Kita ikuti itu, karena di sini kebanyakan Sianida yang dipakai, sistem karbonisasi, sirkulasi yang dipakai, jadi tidak ada air kimia yang dipakai mengolah emas itu keluar kemana-mana (itu) tidak ada," beber Taopik menambahkan.

Aktivitas penambagan emas di Desa Mekarjaya, Kabupaten Sukabumi.Aktivitas penambagan emas di Desa Mekarjaya, Kabupaten Sukabumi. Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Taopik mengatakan soal galian emas dipilih masyarakat setempat sebagai ladang mencari uang karena dinilai menjanjikan. Ia mencontohkan satu lubang dengan kedalaman 50 meter mampu menyerap tenaga kerja antara 40 sampai 50 orang.

"Dari satu lubang saja pekerja dengan lubang kedalaman 50 meter ini mampu menyerap tenaga kerja 40 sampai 50 orang, penghasilan kalau satu minggu Rp 40 - 50 Juta keluar, lebih potensial dibanding pertanian," ucap Taopik.

Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Kades Mekarjaya Bambang Sujana mengaku keberadaan PETI memang sudah ada sejak dulu. Kegiatan itu dikatakan Bambang untuk menyambung hidup dan perekonomian masyarakat.

"Kalau kaitan dengan PETI dengan perusahaan yang ada di Mekarjaya, sebetulnya kalau masalah penambangan warga masyarakat yang tanpa izin memang dari dulu juga ada, hanya kita selaku pemerintahan desa tidak bisa berbiat banyak. Karena pada intinya mereka melakukan kegiatan itu untuk menyambung hidup," kata Bambang.

Bambang menyadari, kondisi PETI di wilayahnya sudah memprihatinkan. Ia juga paham benar hal itu berbenturan dengan aturan, namun ketika berbicara urusan perut, pihak desa-pun memilih untuk pura-pura tidak tahu.

"Sehingga kita walaupun tahu itu pelanggaran terhadap aturan yang ada tapi karena ini berbenturan dengan perut, jadi kita pura-pura tidak tahu saja," pungkas Bambang.

(sya/orb)


Hide Ads