Menguak Ikik Wiradikarta yang Jadi Nama Jalan di Tasikmalaya

Menguak Ikik Wiradikarta yang Jadi Nama Jalan di Tasikmalaya

Faizal Amiruddin - detikJabar
Minggu, 26 Feb 2023 07:06 WIB
Jalan Raden Ikik Wiradikarta di Tasikmalaya.
Jalan Raden Ikik Wiradikarta di Tasikmalaya. (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar)
Tasikmalaya -

Raden Ikik Wiradikarta jadi nama yang tak asing di telinga warga Tasikmalaya. Ikik Wiradikarta diabadikan menjadi nama jalan yang berada di dekat Masjid Agung Kota Tasikmalaya.

Jalan di pusat kota itu dikenal menjadi tempat sejumlah pedagang kuliner legendaris di Kota Tasikmalaya. Di jalan itu terdapat pedagang Bubur Ayam Zenal yang terkenal, lotek Bi Icar, dan sejumlah rumah makan serta pertokoan yang tak kalah terkenal.

Namun, tak banyak warga Tasikmalaya yang tahu sosok Ikik Wiradikarta. Ikik Wiradikarta adalah salah seorang tokoh pers lokal Tasikmalaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Beliau adalah pemimpin redaksi Koran Balaka, koran berbahasa Sunda yang terbit di dekade tahun 1930-an," kata Muhadjir Salam, pegiat sejarah di Tasikmalaya, belum lama ini.

Koran Balaka yang diterbitkan Ikik merupakan salah satu dari deretan koran berbahasa Sunda yang terbit di Tasikmalaya pada kurun 1935-1940. Selain Balaka, ada korban Timbangan, Tawekal dan Toembal. "Timbangan dan Tawekal koran harian, Balaka surat kabar mingguan, sementara Toembal terbit tiga kali seminggu," ujar Muhadjir.

ADVERTISEMENT

Koran berbahasa Sunda yang diterbitkan Ikik lebih fokus kepada pemberitaan lokal dan mengedukasi pembacanya terkait pentingnya pergerakan, persatuan, serta edukasi politik. Meski demikian, isu-isu nasional yang memiliki keterkaitan dengan Tasikmalaya, tetap disajikan tim redaksi Balaka kepada pembacanya.

Sementara itu, dalam makalah berjudul Pers di Kota Tasikmalaya 1900-1942, Miftahul Falah dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Bandung menerangkan empat koran berbahasa Sunda terbitan Tasikmalaya itu relatif tak berumur panjang.

"Dalam perkembangannya, di antara Balaka, Timbangan, Tawekal, dan Toembal, hanya Balaka dan Toembal yang tetap eksis sampai akhir tahun 1941. Sejak tahun 1938, Timbangan tidak terbit lagi tanpa alasan yang jelas. Sementara itu, sejak tahun 1938 Tawekal terbit dengan menggunakan bahasa Indonesia. Perubahan tersebut membawa kesulitan bagi Tawekal karena masyarakat Tasikmalaya masih lebih menghargai surat kabar berbahasa Sunda daripada surat kabar berbahasa Indonesia," tulis Miftahul Falah.

Miftahul Falah juga menggambarkan rivalitas antara koran Toembal dan Balaka yang meruncing. Pemimpin Redaksi Toembal, Harsono M Adiwangsa, bahkan tak segan menyerang Ikik secara personal dalam terbitannya.

"Meskipun diserang habis-habisan oleh Harsono Mangoen Adiwangsa, namun R. Ikik Wiradikarta mampu menerbitkan Balaka, dan masyarakat Tasikmalaya pun tidak terpengaruh oleh serangan negatif Toembal. Hal itu diperlihatkan bahwa sampai tahun 1939, di Tasikmalaya hanya Balaka dan Toembal yang tetap menggunakan bahasa Sunda dalam pemberitaan dan pendapatnya," kata Miftahul Falah.

Sementara itu Muhadjir Salam menambahkan eksistensi koran lokal pada zaman itu memang terbentur banyak hambatan. Selain tantangan pengelolaan usaha penerbitan, situasi politik saat itu pun sangat berpengaruh.

"Mereka yang sukses membangun perusahaan pers pun pada akhirnya tutup, karena setelah masuk masa pendudukan penjajah Jepang semua koran terbitan lokal dibredel, termasuk koran Balaka milik Ikik Wiradikarta," kata Muhadjir.

(iqk/orb)


Hide Ads